Tommy Sugiarto Selamatkan Wajah Indonesia di Thailand



Tommy Sugiarto (kanan) di podium juara Thailand Masters 2017/badmintonindonesia.org
Tommy Sugiarto menjadi penyelamat wajah Indonesia di Thailand Masters 2017. Pemain senior ini menyumbang satu-satunya gelar bagi Merah Putih setelah empat wakil lainnya lebih dulu tersisih di semi final. Pada laga pamungkas di Nimibutr Stadium, Bangkok, Minggu (12/2) hari ini, pemain 28 tahun itu menggagalkan asa pemain muda tuan rumah, Kantaphon Wangcharoen.

Tommy memang lebih diunggulkan di laga ini. Jam terbang dan pengalaman putra mantan pebulutangkis nasional, Icuk Sugiarto itu di turnamen berbintang jauh lebih teruji ketimbang Kantaphon yang baru saja naik level dari kelas junior. Meski demikian performa pemain 18 tahun itu cukup impresif selama perhelatan turnamen level grand prix gold ini. Hasil ini merupakan kelanjutan dari performa Kantaphon yang cukup terasah di tingkat junior, di antaranya dengan merebut medali perunggu di Kejuaraan Dunia Junior di Bilbao, Spanyol tahun lalu.

Tommy cukup lihai meladeni permainan agresif Kanthapon di hadapan pendukungnya. Kematangan bermain, entah dari segi teknik dan mental membuat pebulutangkis rangking 20 dunia ini bisa meraih poin satu demi satu. Di set pertama Kanthapon masih bisa bersaing. Pemain berperingkat 142 dunia itu sempat menempel Tommy dalam kedudukan 18-15 dan tetap menjaga selisih tiga poin di angka 19-16. Tommy dengan segala kematangannya hanya memberi tambahan satu poin kepada Kanthapon sebelum menutup set pertama.

“Di awal game pertama saya adaptasi dulu karena ini adalah pertemuan pertama dengan lawan. Penampilan lawan cukup bagus di awal permainan dan ini meyulitkan saya, tetapi saya berusaha tetap tenang, di final siapapun punya peluang untuk juara,” ungkap Tommy kepada badmintonindonesia.org.

Situasi timpang terjadi di set kedua. Alih-alih menempel ketat, Kanthapon justru menjadi bulan-bulanan. Saat Tommy menginjak game point, wakil tuan rumah itu masih tertahan di angka 9. Laga berdurasi 40 menit itu berakhir straight set, 21-17 dan 21-11.

Tommy menilai, “Di game kedua saya merasa dia tidak percaya diri lagi seperti di game pertama, makanya angkanya jauh sekali... Di sini saya dibantu faktor menang pengalaman. Meskipun dia tuan rumah, tetapi waktu ketinggalan dia merasa tidak nyaman juga, ini menguntungkan buat saya.”

Kantaphone tampil antiklimaks, tidak seperti saat menaklukkan sesama pemain muda yang berasal dari Malaysia di semi final, Zii Jia Lee. Zii merupakan “pembunuh” senior Kanthapon sekaligus unggulan pertama, Tanongsak Saesomboonsuk. Bisa jadi stamina Kanthapon yang terkuras dalam pertandingan lebih dari satu jam di semi final turut mempengaruhi penampilannya di laga pamungkas.

Sebaliknya Tommy berhasil menyempurnakan penampilannya di turnamen bernama asli Princess Sirivannavari Thailand Masters ini. Tommy mampu melewati tantangan para pemain muda seperti juniornya Anthony Sinisuka Ginting di semi final dan wakil tuan rumah unggulan 15, Khosit Phetpradab di delapan besar.
Aksi Tommy usai klaim gelar juara Thailand Masters 2017/bwf
Tiongkok dominan, Thailand mengancam
Kemenangan Tommy tetap tidak mengubah distribusi gelar turnamen berhadiah total 120 ribu USD (setara Rp 1,59 miliar) ini. Indonesia dan Thailand kebagian satu gelar masing-masing di nomor tunggal, selebihnya disapu bersih oleh Tiongkok.

Pembagian gelar kali ini persis seperti tahun lalu, di mana Indonesia berjaya di nomor ganda putra disumbangkan Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan sementara tuan rumah mengklaim nomor tunggal putri melalui Ratchanok Intanon.

Mengambil peran Ratchanok, tahun ini giliran pemain muda yang tidak kalah cemerlang, Busanan Ongbamrungphan. Unggulan pertama ini menaklukkan satu-satunya wakil Jepang, Aya Ohori dua game langsung 21-18 dan 21-16 dalam tempo 57 menit. 

Dibanding Tiongkok, tahun ini tuan rumah meloloskan lebih banyak wakil ke partai puncak. Namun unggulan kedua di nomor ganda campuran, Puttita Supajirakul/Sapsiree Taerattanachai gagal membendung ledakan pemain muda Tiongkok yang sedang naik daun, Chen Qingchen/Jia Yifan.

Juara super series finals tahun lalu di Dubai hanya butuh waktu 46 menit untuk meredam harapan tuan rumah dengan skor 21-16 dan 21-15.
Bagi Chen Qingchen hasil ini serupa tahun lalu saat ia naik podium utama di nomor ganda campuran bersama Zhen Siwei. Tahun lalu Tiongkok hanya membawa pulang dua gelar, tambahan lagi dari nomor ganda putri melalui pasangan senior Tian Qing/Zhao Yunlei.



Tahun ini giliran mantan tandem Zhao yang berjaya yakni Zhang Nan.  Berpasangan dengan LI Yinhui keduanya menggagalkan peluang terbaik tuan rumah melalui unggulan dua Dechapol Puavaranukroh/Sapsiree Taerattanachai. Zhang/Li harus berjuang selama satu jam dan 13 menit sebelum merebut mahkota juara dengan skor 21-11 20-22 21-13.

Seperti nomor ganda campuran laga alot juga terjadi dalam perebutan gelar ganda putra. Huang Kaixiang/Wang Yilyu dan Lu Chin Yao/Yang Po Han dari Taiwan beradu selama satu jam dan 14 menit sebelum gelar juara direbut wakil Tiongkok. Unggulan lima itu menang 21-19 21-23 dan 21-16 dari pasangan non unggulan.

Dengan empat gelar, Tiongkok kembali menunjukkan dominasinya. Namun Thailand tetap mencuri perhatian dengan para pemain mudanya. Berbeda dengan para pemain muda Indonesia dalam rombongan 15 utusan, para pemain Negeri Gajah Putih semakin prospektif. Tentu ini menjadi tantangan sekaligus ancaman tersendiri bagi Indonesia.

Dari pengalamannya hari ini Tommy juga merasakan hal itu. “Sekarang tunggal putra Thailand harus diwaspadai. Kanthapon pemain muda baru lulus dari kelas junior langsung bisa ke final turnamen grand prix gold.”

Di daftar rangking dunia, satu per satu pemain Thailand mulai menyalip Indonesia. Kita perlu terus berjaga dan bekerja lebih keras agar sang tetangga tidak semakin jauh meninggalkan kita. Turnamen beregu Asia Mixed Team Championships yang akan dihelat di Ho Chi Minh City, Vietnam sejak 14-19 Februari nanti menjadi batu ujian sekaligus pembuktian lain apakah Indonesia masih terbaik di Asia Tenggara.

Btw, proficiat Tommy!

N.B
Hasil lengkap final Thailand Masters 2017:
Ganda Putri
Chen Qingchen/Jia Yifan (1/CHN) vs Puttita Supajirakul/Sapsiree Taerattanachai (2/THA) 21-16, 21-15
Tunggal Putri
Busanan Ongbumrungphan (1/THA) vs Aya Ohori (4/JPN) 21-18, 21-16
 Ganda Putra
Huang Kaixiang/Wang Yilyu (6/CHN) vs Lu Ching Yao/Yang Po Han (TPE) 21-19, 21-23, 21-16
 Ganda Campuran
Zhang Nan/Li Yinhui (5/CHN) vs Dechapol Puavaranukroh/Sapsiree Taerattanachai (2/THA) 21-11, 20-22, 21-13
 Tunggal  Putra
Tommy Sugiarto (3/INA) vs Kantaphon Wangcharoen (THA) 21-17, 21-11

Tulisan ini pertama kali terbit di Kompasiana, 12 Februari 2017.

Comments

Popular posts from this blog

Menjaga Rantai Juara Indonesia di Singapura Open SS 2016

Millennial Marzukiana, Strategi “Proxy War” Ananda Sukarlan untuk Bang Maing

Menulis Terus Sampai Jauh...