Ibrahimovic, Si Berlian di Tangan Mourinho

Beberapa trofi yang telah diraih Ibrahimovic mulai sejak berseragam PSV (paling kiri) saat di PSG (tengah) hingga trofi Community Shield bersama Manchester United (kanan)/BBC.com
Pemecatan Claudio Ranieri masih hangat. Air mata untuk mantan pelatih Leicester City itu belum kering. Selain kaget dan sedih, Ranieri memberi alarm kepada setiap pelatih. Kesuksesan tak menjadi jaminan bila tak dibarengi konsistensi. Kemalangan yang tengah dialami pria Italia berusia 65 tahun itu akan menjemput siapa saja, tanpa terkecuali.

Begitu juga Jose Mourinho. Pelatih Manchester United ini telah beberapa kali mengalami pengalaman pahit seperti Ranieri. Selain menyiapkan mental untuk menghadapi situasi terburuk, Mou tentu tahu tidak ada cara lain untuk menyelamatkan kursinya selain performa tim. Untuk menjaga mesin Setan Merah terus bekerja baik, relasi yang harmonis dengan setiap pemain adalah kunci. 

Relasi hangat yang menjiwai proses kerja tim memungkinkan setiap orang, setiap pemain terlibat secara kompetitif. Salah satu pemain yang perlu mendapat perhatian lebih adalah Zlatan Ibrahimovic.

Pria jangkung asal Swedia itu seperti menyambarkan usianya. Tak terlihat tanda-tanda bahwa Ibra telah berusia 35 tahun. Alih-alih bergerak turun, performanya justru semakin menanjak. Statistik penampilannya di semua kompetisi mencengangkan.

Sejak mendarat di Old Trafford dengan status bebas transfer pada Juli tahun lalu, Ibrakadabra langsung menorehkan catatan impresif. Bahkan nyaris menyaingi performanya sebelum meninggalkan Paris. Ibra adalah mesin gol Paris Saint Germain sejak 2013 hingga 2016 dengan ganjaran empat gelar bergengsi. 

Saat hijrah ke Manchester, baru satu gelar yang ia peroleh yakni Community Shield. Gol kemenangan untuk merebut trofi tersebut dari Leicester City, juara Liga musim lalu sudah langsung mencuri hati penggemar United.  Sekaligus menandai sumbangsihnya kepada Manchester Merah yang kemudian menjadi sangat signifikan. Ibra nyaris tampil penuh di seluruh pertandingan. Catatan  37 pertandingan dari 42 pertandingan di semua kompetisi menunjukkan bahwa Ibra sangat dibutuhkan.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, di klub-klub masa lalu seperti Ajax Amsterdam, Juventus, Inter Milan dan Barcelona, Ibra menjadi sosok kunci. Ia pun langsung menunjukkan peran yang sama tidak seperti pemain baru yang perlu adaptasi lebih. Sumbangsih 24 gol dari 37 laga itu jadi bukti sahih tak terbantahkannya peran penting pria kelahiran 3 Oktober 1981 itu.

Begitu besarnya pengaruhnya sampai-sampai Ibra disejajarkan dengan para legenda United seperti Eric Cantona. Tidak berlebihan memang bila melihat statistik penampilannya saat ini.
Ibrahimovic/Getty Images/BBC.com
Tidak hanya mengoyak jala lawan yang menunjukkan kualitas individu fantastis, kepribadiannya yang mengagumkan tak juga berubah. Kharisma dan pembawaan diri yang khas, tak ubahnya jimat yang terus melekat ke manapun ia pergi.

Pembawaan diri Ibra itu menjadi nilai lebih yang dibutuhkan Mourinho. Dengan sederet pemain muda, sosok seperti Ibra dibutuhkan sebagai cermin dan refleksi hidup para remaja seperti Marcus Rashford, Anthony Martial dan Jesse Lingard . Semangat menolak tunduk pada usia adalah api yang membakar semangat para pemuda itu.

Para remaja itu bisa belajar baik saat bersama di lapangan, maupun di luar lapangan. Meniru dan menimba sikap positif selama pelatihan dan di ruang ganti adalah pengalaman berharga bagi para pemain muda. Pengalaman langka yang dirindukan oleh setiap pemain muda di manapun berada.

Dalam rentang usia seperti sekarang ini selalu ada kemungkinan yang terjadi pada Ibra. Ia bisa saja bertahan untuk satu atau dua tahun, tetapi rentang waktu tersebut adalah “anugerah” yang perlu dimanfaatkan Mou sebaik mungkin.

Selama berkarir sejak di Belanda bersama Ajax hingga Barcelona pada rentang waktu 2004 hingga 2011, Ibra tidak pernah kehilangan satu gelar pun. Gelar-gelar tersebut pun tidak datang dengan sendirinya dan ia tidak merayakan hasil kerja pemain lain. Ibra turut andil untuk setiap prestasi itu.

Dan di United, Ibra tidak menunjukkan diri sebagai senior yang perlu dilayani. Kebesaran masa lalunya adalah bagian dari sejarah yang terus dihayati dalam perjuanan sehari-hari. Tengok saja torehan gol Ibra di atas.

Itu menunjukkan bahwa Ibra terus bekerja. Jam terbang setinggi itu sungguh istimewa untuk pemain seusianya. Itu prestasi, harus diakui. Bahkan ia bisa bersaing dengan kapten Leicester City Westley Nathan "Wes" Morgan yang memiliki menit bermain terbanyak di Liga Primer Inggris.  Seandainya usia Ibra sedikit lebih muda, bisa saja menit bermainnya melampaui pemain Inggris kelahiran Jamaika berusia 33 tahun itu.

Di lapagan Ibra terus bergerak. Ia tidak hanya menunggu di kotak penalti akan datangnya umpan dan assist dari rekan-rekannya. Ia turut bekerja keras menciptakan ruang dan membuka peluang. Ia menjelajahi tak kurang dari 9 kilometer setiap 90 menit pertandingan. Daya jelajah yang tinggi untuk seorang striker pekerja keras seperti dilakukan Alexis Sanchez untuk Arsenal. 

Kerja keras itu berbanding lurus dengan produktivitasnya. Fisik yang prima dan mental pekerja keras seperti ini untuk pemain veteran menjadikannya istimewa. Lebih istimewa lagi, torehan golnya di pentas domestik menempatkannya di atas pemain senior lainnya di lima liga top Eropa. Dengan 15 gol di Liga Primer Inggris, koleksi gol Ibra nyaris separuh dari perolehan gol striker Atletic Bilbao Aritz Aduiriz (36) dan ujung tombak Real Betis, Ruben Castro (35). Aritz dan Ruben, dengan segala perjuangannya, telah mengemas 8 gol di La Liga. 

Dari gol-gol itu Ibra turut mengangkat United ke urutan enam klasemen dengan total 48 poin, tertinggal satu poin dari Liverpool dan 12 poin dari Chelsea di puncak. Musim ini belum berakhir. Jalan masih panjang bagi Ibra untuk mengulangi kesuksesan seperti di klub-klub sebelumnya.

Alan Shearer, pemilik 30 gol bagi timnas Inggris mengaku bahwa dirinya hanya sanggup bermain hingga mendekati usia 36 tahun. Seperti ditulisnya di BBC.com, sekaligus menjadi referensi tulisan ini, pria yang kini berusia 46 tahun itu bersaksi bahwa menjaga performa di usia seperti Ibra tidak mudah. Rasa lapar untuk bermain harus dibayar dengan pengelolaan tubuh yang mumpuni. Bila ingin terus prima, tentu Ibra tidak bisa terus memaksa diri untuk mendapatkan jam bermain lebih. Ada batas-batas yang harus disadari. 

Pada titik ini peran seorang manajer atau pelatih itu penting. Dibutuhkan pelatih yang memahami situasi sang pemain dan mengerti bagaimana harus memanfaatkannya. Keseimbangan antara istirahat dan menit bermain harus dijaga. 

Dan sepertinya Mourinho adalah pelatih yang paham dan tahu akan kebutuhan Ibra. Ia adalah manajer yang bisa mengakomodasi hasrat dan kenyataan sang pemain.

Membangun rantai kerja sama tim itu penting agar Ibra tidak harus dipaksa bekerja keras.Soliditas dan saling memahami antarpemain untuk membangun rantai kerja sama dalam setiap pertandingan. Sehingga Ibra bisa lebih fokus pada tugas utamanya di depan gawang. Biarlah para pemain yang lebih muda menjalankan tugasnya, bila perlu sedikit membantu Ibra. 

Perlahan-lahan, seiring hasil baik yang datang adalah buah dari membaiknya kinerja United. Trofi Piala Liga Inggris sudah di depan mata, yang akan beradu dengan Southampton di partai final, serta gelar Liga Europa dan Liga Inggris (?) yang masih mungkin dicapai. 

Tentu saja ini memberi harapan bagi keberadaan Ibra dan kelangsungan masa depan Mou di United. Untuk itu sinyal bagus tersebut harus terus dipertahankan oleh seluruh tim agar gelar-gelar lain mengekor di belakang trofi Community Shield yang direngkuh di awal musim. Tak kalah penting, peran Mou menjaga Ibra, berlian berharga yang sudah digenggamnya. 

Tulisan ini pertama kali terbit di Kompasiana, 24 Februari 2017.

http://www.kompasiana.com/charlesemanueldm/ibrahimovic-berlian-di-tangan-mourinho_58b02ca3379373ae1a128162 

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Menjaga Rantai Juara Indonesia di Singapura Open SS 2016

Millennial Marzukiana, Strategi “Proxy War” Ananda Sukarlan untuk Bang Maing

Menulis Terus Sampai Jauh...