Terima kasih untuk Contoh Burukmu, Messi!


Messi sedang bersitegang dengan Marcelo Van Gasse/Goal.com


Mantan Perdana Menteri Britania Raya saat Perang Dunia II, Winston Churchil, presiden ketiga Amerika Serikat Thomas Jefferson dan kaisar legendaris Prancis Napoleon Bonaparte boleh saja takut pada pena ketimbang pedang, seratus meriam atau bahkan negara itu sendiri. Namun pernyataan orang-orang hebat dan pemberani itu sejatinya hendak mengafirmasi kekuatan dahsyat kata-kata.

Kata-kata baik yang tercetak maupun terucap bisa lebih tajam dari sebilah pedang terasah, lebih mematikan dari gemburan ratusan meriam, hingga lebih berdaya dari sebuah negara. Karena itu ketakutan terhadap kata-kata itu hampir menjangkiti seluruh dunia, entah sadar atau tidak, sengaja atau tidak diterima kebenarannya dari pribadi ke pribadi dengan bukti berbeda-beda.

Munculnya ungkapan bahwa mulutmu harimaumu milsanya, tidak lain tidak bukan sebentuk awasan agar lebih berhati-hati dengan kata-kata. Karena besarnya daya dan pengaruh kata-kata itu maka sebaiknya dipikirkan matang-matang sebelum dilontarkan. Bila tidak diatur baik dan dipertimbangkan secara cermat sebelum diucap dan ditulis dampaknya tidak hanya dirasakain orang lain tetapi juga diri sendiri. Bukan mustahil kata-kata itu akan menyerang dan memangsa balik.

Lionel Messi menjadi orang kesekian, sekaligus contoh teranyar bahwa kata-kata itu bisa memakan kembali sang tuan pengucap. Karena tak awas bersikap di lapangan sepak bola, ia pun harus rela menjadi penonton di empat laga penting negaranya menuju Piala Dunia Rusia 2018 nanti.

Kejadian itu mengemuka saat pertandingan kualifikasi zona Amerika Selatan antara tuan rumah Argentina kontra Chile, Kamis (23/3) waktu setempat atau Jumat, (24/3) pagi WIB. Entah angin apa yang merasuki Messi saat wasit utama  Sandro Ricci meniup peluit mengikuti isyarat bendera merah yang diangkat tinggi-tinggi hakim garis dari sisi lapangan setelah Messi berebut bola dengan salah satu pemain Chile. 

Secepat kilat Messi  mendekati asisten wasit bernama Marcelo Van Gasse. Wajahnya benar-benar kesal. Tak lagi terlihat tampang imut yang memang telah tersaput janggut tebal. Entah apa yang dilontarkan sang kapten saat itu sambil mengibaskan tangan di muka Gasse yang terlihat tak mau kalah. 

Baru kemudian diketahui setelah FIFA merilis pernyataan resminya. Dalam lansiran yang juga dikirim dalam bentuk surat resmi kepada federasi sepak bola Argentina, otoritas sepak bola tertinggi sejagad itu mendakwa Messi melakukan dua pelanggaran sekaligus. Pelanggaran pertama sesuai laku yang telah dipertontontan yakni marah sambil mengibas tangan di depan wajah sang pembantu pengadil pertandingan.

Kedua, dan sepertinya ini yang memberatkan, Messi dinilai mengeluarkan kata-kata berisi penghinaan. Terbaca dari pernyataan FIFA, seperti saya kutip dari Soccerway, tindakan seperti itu tidak dibenarkan karena melanggarkan pasal 57 Kode Disiplin FIFA (FDC). 

Sanksi yang dijatuhkan pun tak tanggung-tanggung, disuspensi empat laga internasional plus denda sebesar 10.000 swiss franc atau setara Rp 135 juta. Denda tentu bisa diatasi segera. Angka itu sama sekali tidak akan mengganggu neraca keuangan Messi yang digaji miliaran per pekan oleh Barcelona.

Namun sanksi empat laga itu sungguh berat. Ditambah lagi Argentina benar-benar sedang membutuhkan poin sempurna untuk berangkat ke Rusia. Celakanya ganjaran berat itu dijatuhkan dan  langsung diberlakukan hanya lima setengah jam sebelum pertandingan menghadapi tuan rumah Bolivia. 

Bagaimana nasib Argentina pada pertandingan yang baru berakhir beberapa jam lalu? Tidak ada Messi, sang pencetak gol tunggal ke gawang Chile, Argentina takluk dua gol tanpa balas. Messi bersama Nicolas Otamendi, Javier Mascherano, Lucas Biglia, dan Gonzalo Higuain dalam rombongan para pemain “bermasalah” hanya bisa melihat Juan Carlos Arce dan Martins Moreno bergantian membobol gawang Sergio Romero tanpa bisa berbuat apa-apa.

Setelah wasit meniup peluit panjang beberapa pemain Argentina langsung melempar diri ke rumput Estadio Hernando Siles, La Paz. Mereka kecewa, tentu saja. Kepada Messi? Entahlah. 

Yang pasti Argentina semakin tak aman. Armada Edgardo Bauza berada di tubir peluang, berada di peringkat lima dari lima tiket maksimal menuju Rusia. Hanya empat tim yang berhak mewakili zona CONMEBOL secara otomatis. Ditambah satu tim lagi yang berada di peringkat lima bila saja mampu memenangkan laga play off menghadapi wakil Oseania.

Posisi La Albiceleste yang berada sementara di peringkat lima dengan 22 poin bisa saja berubah. Peluang naik terbuka karena hanya berjarak satu poin dari Chile di peringkat empat dan Uruguay di tempat ketiga dengan poin yang sama. Begitu juga mengakuisisi posisi Kolombia yang hanya unggul dua poin. Brasil yang sudah pasti lolos susah dikejar dengan keunggulan 11 poin.

Seperti jarak tipis dengan rival di atasnya begitu juga para pesaing di belakang Argentina. Tim putih dan biru langit itu hanya berselisih dua poin dari Ekuador dan empat poin lebih banyak dari Peru dan Paraguai.
Empat laga tersisa adalah saat-saat paling menegangkan bagi rakyat Argentina yang haus gelar bergengsi.  Apalagi bagi Messi yang seakan terkutut berseragam tim nasional, situasi yang berbanding terbalik di Catalonia.

Messi yang dibaptis sebagai titisan Diego Maradona, sang pemilik “gol tangan Tuhan” itu hanya akan duduk manis sambil menanti rekan-rekannya beradu dengan Uruguay, Venezuela, dan Peru. Seandainya hasil minor diperoleh di tiga laga itu, maka kembalinya Messi pada 10 Oktober nanti di laga pamungkas kontra Ekuador tidak lagi berarti. 

Apakah laga-laga itu bakal mengguratkan sejarah kebangkitan Argentina tanpa Messi atau Argentina entah bersama atau tanpa Messi telah digariskan riwayatnya dengan tinta hitam? Ah, seandainya pria 29 tahun itu mampu menjaga sikap dan tutur katanya mungkin tulisan saya tidak seharu biru ini. Mestinya tutur kata wajib dijaga bila tidak ingin jatuh dalam sesal dan petaka. 

Sebelum memulai arak-arakan di jalan perjuangan bersama Argentina ada baiknya kita berterima kasih pada Messi atas atas contoh buruk untuk mengingatkan kita pada kebijaksanaan hidup yang penting. Mulutmu harimaumu!

Tulisan ini terbit pertama di Kompasiana, 29 Maret 2017. 
http://www.kompasiana.com/charlesemanueldm/terima-kasih-untuk-contoh-burukmu-messi_58db648a5193733b19f199d6 

Comments

Popular posts from this blog

Menjaga Rantai Juara Indonesia di Singapura Open SS 2016

Menulis Terus Sampai Jauh...

Millennial Marzukiana, Strategi “Proxy War” Ananda Sukarlan untuk Bang Maing