Nyaris Tiga Dekade Menanti, Akankah Piala Sudirman Pulang Tahun Ini?



Proses undian Piala Sudirman 2017/badminton indonesia


Sepak terjang Indonesia di kejuaraan beregu campuran, Piala Sudirman tidak terlalu mentereng. Sejak pertama kali digelar tahun 1989, Merah Putih baru sekali berkibar. Itu pun di edisi perdana saat Indonesia menjadi tuan rumah. Di partai final yang dihelat di Gelora Bung Karno, 29 Mei tahun tersebut, Indonesia unggul tipis, 3-2 atas Korea Selatan.

Selebihnya pencapaian terbaik Indonesia adalah menjadi finalis sebanyak enam kali. Saat terakhir menginjak partai puncak terjadi pada 2007 saat Glasgow, Skotlandia menjadi tuan rumah. Di final Indonesia takluk 0-3 dari China.

Meski baru sekali juara, nasib Indonesia di kejuaraan yang mengambil nama bapak bulu tangkis Indonesia, Dick Sudirman ini, masih lebih baik dari negara-negara yang memiliki tradisi bulu tangkis yang cukup kuat seperti Denmark, Jepang, dan Malaysia. Setidaknya Indonesia menjadi satu dari tiga negara yang mampu berjaya di turnamen dua tahunan di setiap tahun ganjil ini, untuk membedakan dari turnamen beregu Piala Thomas dan Piala Uber pada tahun genap.

Hanya tiga negara yang berhasil menjadi juara Piala Sudirman. Selain Indonesia adalah Korea Selatan dan China. Korea Selatan tiga kali jadi juara. China? Jangan ditanya lagi, selain empat gelar itu, selebihnya menjadi milik Negeri Tirai Bambu. Konsistensi menjaga kekuatan merata hampir di semua lini menjadi kunci kedigdayaan China menjadi yang terbaik sebanyak 10 kali, termasuk di enam edisi terakhir.

Perhelatan Piala Sudirman tahun ini datang lagi. Carrara Sport and Leisure Centre, Gold Coast, Australia, akan menjadi pertarungan memperebutkan gelar sejak 21-28 Mei mendatang. Setiap negara datang dengan optimisme, target dan harapan tersendiri. 

Tidak terkecuali perjuangan mengatasi tantangan. Seperti China yang tak ingin kedigdayaan mereka dihempas. Namun bukan pekerjaan mudah mengingat sejak Olimpiade Rio 2016 lalu sinyal kemunduran bulu tangkis setempat, yang bisa dibaca juga sebagai tingkat persaingan yang semakin merata, semakin kuat. 

Di beberapa nomor yang sebelumnya nyaris tak tersentuh negara lain kini sudah lepas dari genggaman. Tunggal putri, ganda putri dan tunggal putra misalnya. Mengacu pada rangking dunia belakangan ini, penguasa di nomor-nomor ini bukan lagi China, bahkan tidak untuk beberapa posisi teratas. 

Begitu juga Indonesia tentu berjuang untuk mengulangi pencapaian terbaik 28 tahun silam. Nyaris tiga dekade Indonesia merindu dengan hanya menjadi semi finalis pada edisi sebelumnya di Dongguan, China saat dibekuk sang juara 1-3.

Sulit menebak peta kekuatan saat ini. Turnamen beregu campuran yang baru pertama dihelat, Asia Mixed Team Championship di Ho Chi minh, Vietnam, 14-19 Februari lalu sejatinya menjadi ajang pemanasan menuju Piala Sudirman. Namun mayoritas dari 13 negara peserta tidak menurunkan pemain utama, termasuk Indonesia yang lebih memilih mengirim pemain lapis kedua.

China tidak benar-benar menghapus para pemain top dari daftar yang dikirim ke Vietnam. Beberapa pemain senior tetap disertakan untuk mendampingi para pemain muda. Namun hasilnya tidak terlalu menggembirakan hingga mendatangkan sinisme bahwa para pemain muda masih belum bisa lepas dari bayang-bayang pemain senior. Jepang yang menang susah payah dari Indonesia di semi final kemudian keluar sebagai juara setelah menang meyakinkan, 3-0, atas Korea Selatan.

Sulit memang memetakan kekuatan Piala Sudirman nanti setelah Asia Mixed Team Championship gagal menjadi panggung pembukaan yang cukup meyakinkan untuk melihat tingkat persaingan di tingkat Asia. 

Kemungkinan lain yang tersisa adalah melihat negara berdasarkan individu. Dengan kata lain mengemukakan prestasi para pemainnya. Hasil buruk China dan penurunan prestasi dalam setahun terakhir seakan menyemangati negara-negara lain. Seperti sempat disinggung sebelumnya, dominasi di turnamen-turnamen mayor yang mulai berkurang lantas tergambar dalam daftar peringkat, menunjukkan bahwa selain China, negara-negara seperti Korea Selatan, Jepang dan Denmark berpeluang juara. 

Korea Selatan dan Jepang adalah finalis Asia Mixed Team Championship 2017. Sementara Denmark adalah penguasa beregu putra, melalui trofi Piala Thomas yang dimenangkan dalam perebutan dengan Indonesia tahun lalu. Pada tahun yang sama pula Indonesia menjadi yang terbaik di beregu putra tingkat Asia, dengan trofi Kejuaraan Asia yang berlangsung di Hyderabad, India.

Direktur teknik Federasi Bulu Tangkis Malaysia (BAM), Morten Frost yang turut hadir saat pengundian di Kuala Lumpur, Malaysia, (17/3) lalu mengatakan, tingkat persaingan saat ini semakin merata. Pernyataan yang dilansir bwfbadminton.com itu tidak hanya mengacu pada hasil undian yang membuka peluang bagi setiap peserta, termasuk Malaysia, juga melihat urgensi sektor ganda putra bagi sebuah tim. 

“Setelah Olimpiade, ada pembentukan kembali tim-tim. Ganda putra menjadi kunci bagi setiap tim. Siapa yang memenangkan ganda putra memiliki kesempatan untuk memenangkan gelar.” 

Peluang pulang

Pengamatan Frost tentu membuat Indonesia bisa sedikit tersenyum. Saat ini ganda putra terbaik dunia berasal dari Indonesia.Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo baru saja menggusur pasangan Malaysua dari puncak rangking dunia tak lama setelah juara All England.

Namun ini bukan turnamen beregu putra. Keterlibatan sektor putri tidak bisa dielak. Setidaknya ada dua poin yang digantung pada nomor putri, baik tunggal maupun ganda. Absennya Nitya Krishinda Maheswari yang masih dalam masa pemulihan cedera membuat kekuatan Indonesia di nomor ganda putri berkurang. Sulit mengharapkan tandem Nitya, Greysia Polii dengan pasangannya saat ini, atau nanti dengan pasangan baru lagi. 

Di nomor tunggal para pemain muda masih butuh suntikan kepercayaan diri dan gemblengan teknik dan fisik di turnamen-turnamen akbar. Fitriani, Gregoria Mariska atau Hanna Ramadini memiliki potensi, tetapi belum cukup dengan menggantung pada potensi itu.

Paling-paling Indonesia memaksimalkan nomor ganda putra dan ganda campuran. Harapan di nomor yang disebutkan terakhir itu masih diletakkan pada bahu Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir yang semakin membaik setelah sempat berpisah dan dibekap cedera. Sementara di nomor tunggal putra kita sedikit menggantung pada keberuntungan Jonatan Christie, Ihsan Maulana Mustofa atau Anthony Ginting tiba-tiba mendapatkan performa terbaik mereka.

Berdasarkan hasil undian, yang oleh Frost disebut menarik dan cukup adil itu, Indonesia akan memulai perjuangan dengan menghadapi Denmark dan India di fase grup. Ketiga negara ini tergabung di grup D, tepatnya 1D. 

Grup 1 diisi oleh 12 tim elite yang menduduki peringkat teratas. Grup 2 dan Grup 3 diisi masing-masing delapan tim, dan empat tim lainnya berada di grup 4. Jadi ada 28 tim yang ambil bagian, dari semula 32 tim- Asia (13 tim), Eropa (10 tim), Oceania (6 tim) dan Pan Amerika (3 ti)-setelah Meksiko, Belanda, Swedia dan Spanyol (jadi tidak ada Carolina Marin di Australia nanti!) menarik diri. Hanya grup 1 yang berjuang untuk merebut gelar, sementara grup-grup lain hanya berjuang meraih poin.
Indonesia yang menempati unggulan enam, jarak unggulan yang cukup jauh dari China di puncak harapan, akan berjuang mendepak setidaknya salah satu untuk mendapat satu dari dua tiket ke babak perempat final. Menjadi juara grup lebih baik agar saat pengundian lawan di delapan besar ada peluang menghadapi runner up dari tiga grup lainnya, A, B dan C.

Sebelum berpikir jauh ke perempat final, apalagi sampai semi final seperti ditargetkan PBSI, patut terlebih dahulu melihat peluang di babak grup. Dengan hanya menghadapi dua lawan di fase penyisihan membuat tantangan semakin besar. Belum lagi lawan-lawan tersebut mempunyai kekuatan yang cukup seimbang.

Coba kita lihat Denmark. Seperti disinggung tadi di nomor beregu putra boleh dibilang merekalah yang terbaik dengan trofi Piala Thomas yang dimenangkan tahun lalu. Di nomor lainnya pun setali tiga uang, kecuali tunggal putri. Secara umum dari perhitungan akumulatif para pemain di kelima nomor Denmark mengumpulkan nilai terbanyak kedua, sehingga berhak diunggulkan di tempat kedua.

Di ganda campuran pasangan kawakan Joachim Fischer Nielsen/Christinna Pedersen akan menjadi lawan berat bagi Owi/Butet. Begitu juga duet Christinna dan Kamilla Rytter Juhl di nomor ganda putri yang sulit didapatkan lawan sepadan tanpa Nitya/Greysia.

Satu-satunya harapan agar bisa lolos ke fase gugur adalah menjegal India. Secara keseluruhan Indonesia masih di depan India yang menempati unggulan sembilan. Di beberapa nomor negara di Asia Selatan itu masih keteteran di belakang Indonesia seperti ganda putra, ganda campuran dan ganda putri. 

Namun di dua nomor lain, terutama tunggal putri, kekuatan India masih superior. Peraih medali perak Olimpiade Rio, Pusarla V.Sindhu atau seniornya Saina Nehwal akan menjadi momok bagi Fitriani dan teman-teman. Di nomor tunggal putra, peringkat Ajay Jayaram, dua strip di depan Jojo, sapaan Jonatan, andai saja Tommy Sugiarto yang berperingkat lebih baik dari Ajay dikecualikan. 

Bila mampu ke delapan besar sebagai runner-up, para raksasa siap menanti, antara China, Korea Selatan atau Jepang. Begitu juga tantangan tak kalah berat bila lolos sebagai juara grup karena akan berpeluang menghadapi tim-tim seperti Thailand dan Malaysia. Negara yang disebutkan terakhir itu berambisi untuk membuat kejutan tahun ini dengan mengandalkan nomor ganda dan pemain muda mereka Goh Jin Wei. Mantan Ketua Bidang Pembinaan dan Prestasi PBSI, Rexy Mainaky, pun ingin menunjukkan bahwa Thailand tak sia-sia merekrutnya sebagai kepala pelatih. Performa para pemain Thailand belakang ini pun semakin meningkat.

Indonesia tidak punya pilihan lain selain menghadapi setiap kemungkinan itu.Hanya ada satu cara untuk memulangkan Piala Sudirman yakni lawan. Agar bisa menghadapi perlawanan maka persiapan di tingkat pemain adalah syarat mutlak. Semoga dua bulan tersisa mampu dimanfaatkan sebaik mungkin untuk mengasah para pemain muda dan menjaga agar para pemain andalan tak dibekap cedera.

Pembagian grup Piala Sudirman 2017:
bwfbadminton.com
 

Tulisan ini terbit pertama di Kompasiana, 19 Maret 2017.
http://www.kompasiana.com/charlesemanueldm/nyaris-tiga-dekade-menanti-akankah-piala-sudirman-pulang-tahun-ini_58ce07344ef9fdc0288b5f8b
 

Comments

Popular posts from this blog

Menjaga Rantai Juara Indonesia di Singapura Open SS 2016

Millennial Marzukiana, Strategi “Proxy War” Ananda Sukarlan untuk Bang Maing

Menulis Terus Sampai Jauh...