Telkom 3S, Industri Kreatif dan Nawacita Jokowi-JK


Satelit Telkom 3S sukses saat peluncuran/Kompas.com

Hari itu, 8 Juli 1976 pukul 19.31 waktu Florida, Amerika Serikat atau 9 Juli pukul 06.31. Gelegar dahsyat (sonic boom) dari roket Delta 2914 buatan McDonnal Douglas pecah di Cape Canaveral Kennedy Space Centre Florida. Itulah hari bersejarah bagi bangsa Indonesia. Satelit pertama Indonesia yang diberi nama Palapa A1 mengangkasa, selanjutnya menempati orbit geostationer  di posisi 83 derajat Bujur Timur (BT).

Sejak A1 mulai memainkan fungsinya pada 16 Agustus di tahun yang sama hingga 29 tahun kemudian, tepatnya tahun 2015, Indonesia (Telkom) telah meluncurkan 8 (?) satelit, atau satelit ke-17 milik Indonesia. Setelah Palapa A1 menyusul Palapa A2, Palapa B1, Palapa B2, Palapa B2P, Palapa B2R, Palapa B4, Telkom 1, Telkom 2 dan Telkom 3 (Kompas, 17/2/2017 hal.5).

Patut dicatat, di awal kemunculannya, gagasan memiliki satelit sendiri sempat mendapat penolakan dari sebagian masyarakat. Gagasan pemerintah, kalangan akademisi dan Perumtel (nama Telkom sebelumnya) yang dikemukakan di berbagai forum tentang pentingnya Indonesia memiliki satelit komunikasi sendiri dirasa terlalu tinggi, bahkan dianggap barang mewah. Teknologi baru, dengan harga mahal pula. 

Satelit yang semula mengambil nama Sistem Komunikasi Satelit Domestik (SKSD) itu, mulai dirasa penting seiring manfaat yang dirasakan, entah secara sadar atau tidak, oleh seluruh masyarakat. Dan kebutuhan akan teknologi satelit yang semakin membesar itu membuat Telkom ahirnya berani menginvestasikan tak kurang dari 215 juta dollar AS untuk biaya pembuatan, jasa peluncuran dan asuransi Satelit Telkom 3S.

Ya, sonic boom kembali menggelegar, memecah langit Guiana Space Center, Florida pada Selasa (14/2/2017) lalu pukul 18.39 waktu setempat atau Rabu (15/2) pukul 04.39 WIB. Roket Araiane 5 meluncur mulus membawa Satelit Telkom 3S yang nantinya akan menempati slot orbit pada 118 derajat BT, atau diperkirakan di atas Selat Makassar. Seja 2005, slot atau kapling tersebut ditempati oleh Telkom 2, yang selanjutnya digeser ke posisi baru di timur Indonesia di atas Samudra Pasitik (Kompas, 16/2/2017, hal.14).

Satelit teranyar, Telkom 3S, itu akan mampu menjangkau seluruh wilayah Indonesia, Asia Tenggara bahkan hingga sebagian Asia Timur. Kehadiran Satelit Telkom 3S akan melengkapi dua satelit Telkom lain yang masih beroperasi yakni Telkom 1 dan Telkom 2.

Mengapa perlu Telkom 3S?

Bila Telkom masih memiliki dua satelit, mengapa perlu ditambah lagi Satelit Telkom 3S? Telkom 3S memiliki 24 transponder C-band standar, 8 transponder C-band extended, 4 transponder Ku-band standar, dan 6 transponder Ku-band extended. Transponder extended memiliki lebar pita frekuensi 1,5 kali lebih besar dari transponder standar, sehingga Telkom 3S memiliki 49 transponder ekuivalen C-band standar.

Tambahan 49 transponder akan melengkapi total 109 transponder yang dikelola PT Telkomsel dari 3 satelit. Dengan jumlah tersebut maka ketergantungan pada satelit asing bisa ditekan. Sebelumnya PT Telkom memakai 60 transponder dari dua satelitnya, plus menyewa 67 transponder dari satelit asing.

Di samping itu transponder K-band memiliki daya lebih besar, pita frekuensi lebih lebar, dan lebih sederhana dalam proses pengiriman sinyal. Sehingga pelayanan yang diberikan akan lebih masif dengan kualitas komunikasi lebih baik untuk melayani siaran televisi berkualitas tinggi (high-definition television), layanan komunikasi seluler dan braodband internet.

Selain itu, umur satelit makin ke sini makin panjang, yang diperkirakan bisa mencapai 20 tahun, berbeda dengan satelit Palapa A1 yang bertahan tujuh tahun.

Selain manfaat yang diperoleh lebih besar, kehadiran Telkom 3S juga bertujuan mengoptimalkan izin satelit di kapling yang ada. Sebelumnya Persatuan Telekomunikasi Internasional (ITU) sudah memberikan izin satelit untuk kapling 118 derajat BT untuk 36 transponder C-band dan 13 transponder Ku-band. Namun Telkom 2 hanya memiliki 24 transponder C-band standar. Bila tidak dipakai maka izin itu bisa dicabut dan diberikan kepada negara lain. 

Pada 6 Agustus 2012, Satelit Telkom 3 diluncurkan dari Bandar Antariksa Baikonur, Kazakhstan. Sayang peluncuran tersebut gagal. Lima tahun kemudian PT Telkom mengganti Telkom 3 dengan Telkom 3S yang sedang  mencapai orbit.
rumahpengetahuan.web.id
Peluang Industri Kreatif

Menurut Ketua Asosiasi Satelit Indonesia Dani Indra Widjanarko, seperti dilansir Kompas, fungsi utama satelit telekomunikasi di Indonesia masih sama. Selama kurang lebih 40 tahun satelit memainkan peran sebagai media komunikasi jarak jauh. 

Indonesia adalah negara kepulauan dengan topografi menantang, terdiri dari banyak pulau dan pegunungan. Kontur alam Indonesia seperti ini jelas menyulitkan sistem komunikasi teresstrial maupun serat optik yang juga sedang digalakkan. Sehingga dengan satelit kesenjangan sistem telekomunikasi dan informatika (TIK) daerah-daerah terdepan, terluar dan terpencil (3T) bisa diatasi. 

Terus terang untuk saat ini, saban hari saat musim liburan tiba, saya masih merasakan kesulitan komunikasi dari dan ke salah satu pulau di Nusa Tenggara Timur. Tidak hanya di tempat asal saya itu, masih banyak daerah lain yang belum terjangkau TIK yang memadai, sehingga masyarakat setempat memiliki keterbatasan dalam berkomunikasi dan mendapatkan informasi jarak jauh. 

Pertanyaan lanjut, bila kesenjangan tersebut teratasi, apakah manfaat kehadiran satelit hanya sebatas itu? Tentu saja tidak. Di satu sisi Telkom 3S akan membuat layanan jasa satelit semakin cepat, murah dan efisien seperti diikhtiarkan Kepala Proyek Satelit Telkom 3S PT Telkom, Tonda Priyanto. Di sisi lain manfaat yang dirasakan masyarakat akan semakin besar. 

Salah satu peluang besar yang bisa dimanfaatkaan adalah di industri kreatif digital.Saat ini gairah kreativitas anak muda Indonesia khusunya untuk menciptakan bisnis rintisan (startup) semakin mewabah. Banyak perusahaan startup dalam berbagai bidang bermunculan bak jamur di musim hujan. 

Kehadiran internet memberikan sumbangsih besar baik dalam hal komunikasi maupun pemanfaatan perangkat pintar untuk menghidupkan bisnis startup tersebut. Dimulai dengan Go-Jek, perusahaan transportasi berbasis aplikasi yang kemudian muncul varian sejenis, yang memberikan kemudahan layanan kepada penumpang, dan manfaat kepada pengendara (driver).

Selain itu bisnis e-commerce atau e-dagang dengan Tokopedia sebagai salah satu contoh sukses baik kepada perusahaan tersebut maupun kepada Toppers atau para pemilik merchant di perusahaan yang didirikan oleh William Tanuwijaya itu. 

Di samping itu ada Bridestory yang juga sukses besar karena peran pentingnya dalam menjebatani pemilik jasa serba-serbi pernikahan, di antaranya dengan membuat biaya promosi menjadi lebih murah. Ada juga RuangGuru, startup di bidang pendidikan yang menghubungkan guru (privat) dengan muridnya melalui medium digital.

Peluang yang ditawarkan oleh perusahan-perusahaan e-dagang dan  marketplace lain menunjukkan bahwa masih ada ruang besar bagi masyarakat Indonesia untuk mendapatkan manfaat dan untung dari perkembangan dan kemudahan sistem telekomunikasi dan teknologi itu.

Generasi millenial yang mendominasi demografi penduduk Indonesia saat ini bisa terlecuti dengan peluang besar dalam industri kreatif itu. Peluang business to business seperti desain, konten digital, pengembangan perangkat lunak, pemasaran dan periklanan dengan memanfaatkan platform digital begitu besar.

Saat ini Indonesia memiliki sejumlah kota pusat inkubasi ICT yang dikembangkan oleh Telkom untuk melengkapi ekosistem kreatif digital. Kita mengenal ada Bandung Digital Valley dan Jogja Digital Valley. Tujuannya adalah meningkatkan akselerasi pengembang untuk games, musik, animasi, dan layanan perangkat lunak. Kedua tempat itu, yang juga akan memberikan pengaruh kepada daerah sekitar, akan mewadahi developer potensial dan perusahaan untuk menyediakan konten kreatif yang akan ditawarkan melalui jaringan online dan offline yang dimiliki Telkom di seluruh Indonesia hingga ke mancanegara.

Iklim dan ekosistem yang sudah terbentuk ini tentu akan menstimulus industri kreatif di tanah air. Manfaatnya tidak hanya dirasakan oleh kalangan tertentu, tetapi juga demi kemajuan bangsa.

Bila industri kreatif tersebut sedang tumbuh dan belum sepenuhnya menjangkau seluruh wilayah Indonesia, kehadiran aplikasi kekinian bernama CashCoop misalnya, menjadi salah satu contoh bahwa dampak lain dari perkembangan ICT bisa dirasakan manfaatnya secara lebih luas.

Apliasi ini merupakan penerapan dari financial technologi (fintech) yang saat ini sedang merasuk perbankan untuk juga menyasar koperasi-koperasi. Tujuannya tidak hanya melindungi koperasi dalam persaingan dengan perbankan yang jelas lebih kuat baik dari segi keuangan maupun teknologi informasi. Juga sebagai bentuk penerapan sumber daya teknologi informasi yang mudah diakses oleh masyarakat melalui jaringan koperasi inklusif  

Aplikasi ini memainkan fungsi sebagai sistem pembayaran untuk koperasi, pembelian (pulsa, token listrik dan penjualan online) serta transfer. Dengan demikian manfaatnya bisa dirasakan baik oleh Koperasi maupun para anggotanya untuk berbagai keperluan mulai dari pembayaran tagihan telepon, air, TV kabel,listrik hingga pembelian tiket kereta api dan pembayaran iuran BPJS Kesehatan.

Pemenuhan Nawacita

Gambaran kecil di atas menjadi jelas betapa besar manfaat yang diperoleh dari ketersediaan sistem komunikasi yang baik. Tentu saja manfaat tersebut akan semakin besar dengan kehadiran Telkom 3S sebagai tulang punggung,selain serat optik, untuk menjangkau hingga ke seluruh wilayah Nusantara.

Hal ini dengan sendirinya membantu pemerintah mewujudkan Nawacita atau 9 agenda prioritas Joko Widodo-Jusuf Kalla. Telkom 3S semakin memperkuat sistem keamanan nasional dan pembangunan pertahanan untuk melindungi warga negara (poin satu). Selain itu mampu meningkatkan produtivitas dan daya saing di tingkat global (poin 6). 

Tak kalah penting sebagaimana termaktub dalam poin 3, “Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.”
Dalam kekaguman akan Telkom 3S beserta manfaat besar yang menyertainya, terbersit sejumlah pertanyaan sederhana.Mengapa Indonesia harus membeli satelit yang sudah berjumlah 18 buah itu dari negara lain? Kapan Indonesia bisa melahirkan satelit secara mandiri?

Dengar-dengar perekayasa Indonesia sudah mampu membuat satelit mikro. Semoga suatu saat anak bangsa mampu mengkreasi satelit komunikasi. Amin.

Tulisan ini terbit pertama di Kompasiana, 28 Februari 2017.
http://www.kompasiana.com/charlesemanueldm/telkom-3s-industri-kreatif-dan-nawacita-jokowi-jk_58b59f4eb47e61fa101dbc52 

Comments

Popular posts from this blog

Menjaga Rantai Juara Indonesia di Singapura Open SS 2016

Millennial Marzukiana, Strategi “Proxy War” Ananda Sukarlan untuk Bang Maing

Menulis Terus Sampai Jauh...