Sejarah yang Berulang dan Kisah yang Menyertai Final India Open 2017



Marcus/Kevin dan Angga/Ricky di podium #IndiaSS 2016/badmintonindonesia.org
Siapa bilang sejarah di dunia olahraga tak bisa berulang? Ulangan sejarah itu pula menjadi satu kejutan sebagaimana selalu terjadi dalam dunia ini. Sejarah yang berulang itu menyata di India Open Super Series.
Seperti harapan publik Indonesia terhadapan sepak terjang dua wakilnya di babak semi final, Sabtu (1/4), begitulah yang terjadi. Dukungan masyarakat di tanah air berpelukan dengan perjuangan sepasang utusannya di Siri Fort Indoor Stadium, New Delhi. Dua pasangan ganda putra terbaik Merah Putih akhirnya berhasil merebut tiket final. Pertarungan sesama pemain Indonesia di partai final pun terjadi lagi.

Seperti tahun lalu Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo dan Angga Pratama/Ricky Karanda Suward bersaing di partai puncak. Saat itu Marcus/Kevin yang kurang diunggulkan malah mampu memukul seniornya itu dua game langsung, 17-21 13-21. Itu menjadi satu dari empat trofi yang kemudian berhasil direngkuh dalam setahun terakhir yang membawa “The Minions” ke puncak peringkat dunia.

Pada pertandingan hari ini Marcus/Kevin sedikit dipaksa bekerja keras menghadapi Mads Condrad-Petersen/Mads Pieler Kolding. Memenangi game pertama tidak lantas membuat unggulan empat itu berhasil mengunci kemenangan. Di set kedua dua raksasa dari Denmark itu berhasil menyamakan kedudukan. 

Namun game ketiga berjalan begitu cepat. Meski kalah postur tubuh performa pasangan liliput itu nyaris sempurna dalam segala sisi. Bertahan dan menyerang sama baiknya. Alhasil unggulan tujuh hanya diberi sembilan poin oleh Marcus/Kevin. Pertandingan berdurasi 50 menit itu berakhir dengan skor 21-14 18-21 21-9 yang mengantar Marcus/Kevin ke laga pamungkas sekaligus menyamakan skor pertemuan kedua pasangan seimbang dalam empat pertemuan.

Sebelum juara All England 2017 itu memastikan “all indonesian final” Angga/Ricky lebih dulu membuka kemenangan. Seperti Marcus/Kevin, pertarungan Angga/Ricky versus Li Junhui/Liu Yuchen berlangsung tiga game. Menghadapi wakil China yang menjulang bak menara itu,  Angga/Ricky yang menempati unggulan enam seperti menemukan kembali performa yang telah lama hilang. 

Dalam setahun terakhir penampilan pasangan yang sempat digadang-gadang sebagai penerus Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan itu naik turun, untuk mengatakan tidak konsisten. Tetapi hari ini keduanya seperti terlahir kembali. Laga selama 46 menit dengan skor 21-16 13-21 21-16 itu tak ubahnya titik balik menuju Angga/Ricky yang sebenarnya yang penuh semangat, pantang menyerah, dan mengeluarkan segenap kemampuan terbaik. Dengan ini skor pertemuan kedua pasangan pun menjadi seimbang setelah di Indonesia Masters 2015 dimenangkan Li/Liu, 21-12 17-21 21-14.

Banyak dagelan bermunculan di jejaring sosial menyambut hasil menggembirakan ini. Salah satunya adalah permintaan kepada Marcus/Kevin mengikhlaskan kemenangan kepada Angga/Ricky. Alasannya Angga/Ricky sudah dua kali gagal di final, di Australia Open dan India Open tahun lalu, dari lawan yang sama. Biarlah Marcus/Kevin yang sudah banyak memanen gelar memberikan kesempatan kepada seniornya itu untuk juga merasakan nikmat berdiri di podium tertinggi.

Itu hanya lelucon. Tentu jauh dari kebenaran. Malah terdengar naif dan konyol. Hanya orang bodoh yang mau bermain mata. Meski bukan event sekelas Olimpiade di mana sekeping medali begitu berharga bagi nama baik bangsa, turnamen seperti ini pun memiliki arti tersendiri. Baik Marcus/Kevin maupun Angga/Ricky akan berjuang all out tanpa melihat siapa lawan. Gelar dan poin adalah ganjaran, selain nama dan prestise. 

Marcus/Kevin tentu ingin mencetak sejarah sebagai ganda putra pertama Indonesia yang mencetak “brace”, mengutip istilah dalam sepak bola untuk dua gol, di India. Sambil terus menabung tekad untuk pagelaran tahun mendatang agar bisa mengikuti jejak pasangan ganda campuran Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir yang berhasil mencetak “hattrick” di turnamen ini.

Rekor pertemuan sepenuhnya berpihak pada Marcus/Kevin. Sejak pertemuan pertama di turnamen yang sama tahun lalu, selanjutnya di Australia Open hingga World Super Series Finals di tahun yang sama, Marcus/Kevin selalu menuai kemenangan.

Ditambah lagi performa Marcus/Kevin benar-benar sedang di puncak. Keduanya sedang “on fire,” sesuatu yang terlambat diperoleh Angga/Ricky. Meski kalah dalam rekor pertemuan dan daftar unggulan, tidak jadi jaminan bahwa hasil pertandingan final akan serupa itu. Toh keduanya juga sama-sama sudah membuktikan itu di babak-babak sebelumnya. 

Terlepas dari hasil nantinya pertarungan final ini mendatangkan rasa bangga tersendiri bagi bangsa Indonesia. Bisa saja karena euforia yang meledak-ledak itu sampai-sampai pasangan Denmark jadi sasaran olok-olokan netizen. 

Hal itu dipicu oleh teriakan Kevin usai merebut poin terakhir. Rupanya ledakan kegembiraan beruapa teriakan spontan itu mendatangkan rasa tak suka bagi Conrad. Dalam postingannya di akun instagram Condrad berusaha menjelaskan duduk perkara yang langsung mendapat reaksi luas dari netizen. 

Dari nada komentar yang tentu saja cenderung menyerang lantas disadari oleh sang pemilik akun, mayoritas merupakan pendukung Marcus/Kevin. Ya, siapa lagi kalau bukan orang Indonesia. Meski diserang dengan komentar-komentar tak sopan Condrad tetap menunjukkan sportivitasnya dengan memberikan respon yang teduh. Condrad sadar bahwa penyerangan itu tak lebih dari bentuk dukungan kepada sang idola. 
Komentar Mads Condrad di antara serangan netizen/@stephaniezen
Kejadian ini mengingatkan kita pada peristiwa serupa tetapi dalam bentuk berbeda yang terjadi tahun lalu. Persis di babak yang sama di turnamen yang sama pula. Bedanya saat itu “keributan” kecil terjadi antara Kevin dan Tan Wee Kiong dari Malaysia. 

Tiga gelar dipastikan

Tidak hanya Indonesia yang sudah memastikan satu gelar. Dua negara lain pun seperti Indonesia, meloloskan dua wakil di nomor yang sama. Jepang akan membuka pawai kemenangan setelah dua pasangan ganda putri berhasil lolos ke final sekaligus mempertahankan pencapaian tahun lalu.

Bedanya tahun lalu juara dari nomor ini direngkuh pasangan nomor satu dunia yang absen kali ini, Misaki Matsutomo/Ayaka Takahashi.  Namun final sesama pasangan Jepang saat itu kembali terjadi lagi di tahun ini dengan menyertakan lagi Naoko Fukuman/Kurumi Yanao. 

Ini menjadi peluang bagi Fukuman/Yonao untuk menebus kegagalan di final tahun lalu. Unggulan tiga ini akan memainkan laga penebusan ini menghadapi unggulan tujuh Shiho Tanaka/Koharu Yonemoto. Namun tidak mudah bagi pasangan rangking 7 dunia itu untuk merebut gelar dari Tanaka/Yonemoto. Keduanya pernah kalah dari pasangan rangking 13 dunia itu di pertemuan sebelumnya di China Open 2016, melalui pertarungan tiga game, 21-9 17-21 21-14. Saat itu begitu juga saat ini Tanaka/Yonemoto tidak diunggulkan. 

Di partai kedua terjadi final sesama pemain China. Final ideal terjadi di nomor ganda campuran antara dua unggulan teratas, Zheng Siwei/Chen Qingchen (1) versus Lu Kai/Huang Yaqiong (2). Sejarah pertemuan sepertinya menggariskan Zheng/Chen sebagai juara dengan skor yang mencolok, 5-1.  Termasuk kemenangan di pertemuan terakhir di fase grup World Superseries Finals dengan skor akhir 21-18 13-21 21-14. 

Selain itu sang unggulan pertama memiliki stamina prima karena tidak mengeluarkan keringat di dua pertandingan sebelumnya. Di babak kedua rekan senegaranya Wang Yilyu/Du Yue memberikan kemenangan “walk over”. Keberuntungan berulang di semi final yang datang dari pasangan Malaysia yang menjadi unggulan empat Chang Peng Soon/Goh Liu Ying. 

Empat negara berbeda akan memperebutkan dua gelar di nomor tunggal. Di tunggal putra terjadi pertarungan antara Chou Tien Chen asal Taiwan menghadapi unggulan tiga dari Denmark, Viktor Axelsen.  Keduanya sudah enam kali bertemu dengan keunggulan 5-1 untuk Axelsen. Selain itu ini menjadi momen yang pas bagi Axelsen untuk melunasi kegagalan tahun lalu di partai final saat dikalahkan pemain Jepang, Kento Momota, 15-21 dan 18-21.

Bisa dipastikan pertandingan ini bakal dikuasai pendukung tuan rumah untuk memberikan dukungan penuh kepada Pusarla V.Sindhu yang akan menghadapi unggulan pertama dari Spanyol, Carolina Marin. Laga ini benar-benar cocok sebagai pamungkas.

Tak ubahnya partai final Olimpiade Rio 2016 kedua pemain muda ini kembali bertemu untuk kesembilan kalinya. Di Brasil saat itu Marin keluar sebagai pemenang sekaligus berhak atas medali emas setelah berjuang rubber set 19-21 21-12 21-15. Di pertemuan terakhir di penyisihan grup World Superseries Finals Sindhu berhasil balas dendam melalui kemenangan straight set 7-21 13-21. Tetapi secara keseluruhan Marin masih memimpin dalam rekor head to head dengan lima kemenangan. Rekor pertemuan yang tipis, aroma balas dendam, dan ambisi sebagai tuan rumah menyatu membuat pertandingan antara unggulan pertama dan tiga ini menjadi penutup yang manis. 
Partai ulangan final Olimpiade Rio 2016/@PattelSidhant_


N.B
Jadwal final #IndiaSS Minggu, 2 April, mulai pukul 15.30 WIB, live di Fox Sports:
www.tournamentsoftware.com


Tulisan ini terbit pertama di Kompasiana, 1 April 2017.
http://www.kompasiana.com/charlesemanueldm/sejarah-yang-berulang-dan-kisah-yang-menyertai-final-india-open-2017_58dfc9b4519373104e3c36e1 

Comments

Popular posts from this blog

Menjaga Rantai Juara Indonesia di Singapura Open SS 2016

Millennial Marzukiana, Strategi “Proxy War” Ananda Sukarlan untuk Bang Maing

Menulis Terus Sampai Jauh...