Essien, Cole dan KITAS



Essien dan Cole (membelakangi) saat tampil perdana di Liga 1 menghadapi Arema FC/goal.com

Euforia sepak bola Indonesia sedang mengemuka. Gojek Traveloka Liga 1 baru saja dimulai. Antusiasme para kontestan berikut para pendukungnya sedang merangkak naik. Beberapa klub lain pun tak mau kalah dengan langkah fenomen Persib Bandung mendatangkan pemain asing berlabel “marquee player.”

Setelah Michael Essien dan Carlton Cole diakuisisi Maung Bandung, giliran beberapa klub seperti Mitra Kukar dan Arema FC mengambil langkah serupa. Mohamed Sissoko yang pernah bermain untuk Liverpool sekarang sudah resmi berbaju “Naga Mekes”, julukan Mitra Kukar. Sementara Arema mengikat eks penggawa Galatasaray, klub elit Turki itu, asal Kolombia, Juan Pablo Pino.

Entah klub mana lagi yang akan menambah kekuatan armadanya dengan legiun asing. Definisi “marque player” yang mengandung celah dan kekaburan tidak lagi diperhitungkan sebagai masalah. Liga 1 sudah berjalan, pertunjukan sudah dimulai, dan klub-klub sedang fokus memainkan peran.

Belum selesai urusan pendefinisian dan batasan itu muncul persoalan baru seperti yang sedang dihadapi Persib dan dua bintang barunya, Essien dan Cole. Masalah ini mengemuka setelah Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI) mengeluarkan catatan terkait status kependudukan dua pemain asing itu. Menurut catatan BOPI Colle dan Essien belum mengantongi Kartu Izin Tinggal Sementara (KITAS). Keduanya baru mengantongi Visa Kunjungan Usaha (VKU).

Sebenarnya hal ini tidak akan menjadi soal bila Essien dan Cole tidak dimainkan di laga perdana saat Persib menjamu Arema FC akhir pekan lalu. Seturut regulasi Liga 1, sebuah klub tidak diperkenankan memainkan pemain yang belum memegang KITAS. Tentang hal ini BOPI mengaku sudah memberikan rekomendasi kepada PT Liga Indonesia Baru (LIB) selaku operator.

Persib Bandung pun sudah angkat bicara. Sang manajer Umuh Muchtar mengatakan Persib bukan tanpa alasan memainkan dua pemain anyar itu. Umuh mengaku sudah mendapatkan izin dari PSSI untuk memainkan keduanya. Selain itu KITAS Essien dan Cole sudah diproses sejak 12 April dan sedang menanti pengesahan. Persib juga telah bersepakat untuk segera melengkapi segala persyaratan administrasi termasuk KITAS itu.

Saya tidak ingin masuk lebih jauh dalam polemik saling lempar tanggung jawab dan membela diri ini. Apakah Persib benar memainkan Cole dan Essien dengan modal restu PSSI? Bila seperti itu, pertanyaan lanjutan adalah apakah dibenarkan selama proses mendapatkan KITAS seorang pemain asing tetap diperkenankan menjalankan tugas profesionalnya di tanah air?

Sebelum sampai ke situ coba kita perhatikan keterangan pihak imigrasi dalam hal ini Kantor Imigrasi Kelas I Bandung usai bertemu PT Persib Bandung Bermartabat (PBB)  awal pekan ini. Dari keterangan Wasdakim Kantor Imigrasi Klas I Bandung Agustianur, didapati bahwa baik Essien maupun Cole belum melengkapi persyaratan untuk mendapatkan KITAS. Salah satunya adalah rekomendasi dari Dinas Tenaga Kerja. Semestinya bila segala persyaratan dilengkapi KITAS bisa cepat selesai.

Bila demikian alasannya, dan merujuk peraturan pemerintah nomor 31 tahun 2013, Essien dan Cole jelas belum mendapatkan legitimasi untuk bermain di Liga 1. Keduanya belum pantas mendapatkan KITAS sebagai salah satu syarat bekerja bagi tenaga kerja asing profesional.

Kita berharap Persib yang “telanjur basah” memainkan Essien dan Cole bisa segera menyelesaikan urusan administrasi itu bila tidak ingin mencederai aturan dan sportivitas pertandingan, atau lebih jauh berurusan dengan pihak berwenang yang bisa berujung sanksi dan deportasi.

Di sisi lain kita menyayangkan situasi seperti ini. Kesalahan ini mengindikasikan ada ketidakberesan regulasi yang diperparah sikap permisif dan kompromistis. Mestinya aturan dan ketentuan dibuat dan ditegakkan secera jelas dan konsekuen.

Para pihak tegas bersikap dan mengedepankan regulasi ketimbang kepentingan tertentu. Publik tentu ingin segera melihat aksi Essien dan Cole di lapangan pertandingan. Tetapi tidak lantas dipenuhi segera sementara ada persoalan prosedural penting yang harus dibereskan.

Saya membayangkan persoalan tenaga kerja asing di dunia sepak bola kita semestinya tidak terjadi bila transfer matching system (TMS) dan international transfer certificate (ITC) di setiap klub berjalan baik. Kerja sama antara klub dan agen pemain juga berjalin baik sehingga sebelum merekrut pemain klub lebih dulu memastikan kejelasan dan kelengkapan administrasi.

Patut diakui Essien dan Cole menambah buram pesoalan tentang tenaga kerja asing di Indonesia. Polemik tentang keberadaan tenaga kerja asing di tanah air masih terus terjadi. Ada riak ketidakpuasan dan kecemburuan di sana. Dan tidak bisa tidak ini menjadi masalah penting yang harus ditanggapi serius.

Essien dan Cole tidak datang sebagai seorang pesepak bola saja. Mereka tidak datang dengan hanya mengandalkan segala kebesaran masa lalu dan status sebagai mantan bintang di liga top Eropa. Keduanya juga terikat dengan status sebagai orang asing yang mencari kehidupan di tanah air. Siapapun itu yang datang dan melakukan aktivitas di Indonesia harus dipastikan keabsahannya.

Jangan sampai gelora sepak bola Indonesia yang sedang membuncah dicederai oleh urusan tetek bengek yang semestinyabisa dibereskan tanpa kegaduhan seperti ini.

Tulisan ini terbit pertama di Kompasiana, 18 April 2017.

Comments

Popular posts from this blog

Menjaga Rantai Juara Indonesia di Singapura Open SS 2016

Menulis Terus Sampai Jauh...

Millennial Marzukiana, Strategi “Proxy War” Ananda Sukarlan untuk Bang Maing