Kita “Masih” Satu Meski Kini Kau Telah Menjadi Timor Leste

Ilustrasi dari Antara.com


Indonesia dan Timor Leste sampai kapanpun tak bisa dipisahkan. Keduanya memang telah menjadi negara berdaulat. Timor Leste diakui secara internasional sebagai negara berdaulat sejak 20 Mei 2002. Tetapi sejak 1979 menjadi bagian dari Indonesia dan pernah menyandang status administratif sebagai provinsi ke-27. 

Saat masih bersama Indonesia nama yang dipakai adalah Timor Timur (Lorosae). Nama ini untuk membedakan secara geografis dengan Timor Barat (Loromonu) yang beberapa bagiannya masih terafiliasi dalam wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Hingga kini meski di antara kedua wilayah itu terbentang demarkasi yang di antarai petugas imigrasi, ikatan kultural masih saja terjaga. 

Hubungan kawin mawin, dan silaturahmi sosial budaya yang telah terbangun sejak bertahun-tahun lalu masih bertahan dalam berbagai cara. Salah satu bentuknya seperti yang pernah saya alami dan bertahan hingga kini.
Saya dibentuk dan dibesarkan dalam sebuah lembaga formasi berasrama. Selama enam tahun masa seolah menengah dan berlanjut empat tahun kemudian di perguruan tinggi. Selama empat tahun terakhir itu saya berkenalan dengan beberapa teman yang berasal dari Timor Leste. Keberadaan mereka di tempat itu lebih karena status mereka sebagai calon imam Katolik. 

Selain itu asal usul keluarga berdarah setempat seperti menarik mereka pulang. Pergaulan kami tidak tersekat. Tidak ada embel-embel perbedaan warna bendera dan bahasa, yang sejak dahulu tidak juga berubah, antara Tetun dan Portugis. Mereka tahu membawa diri dengan tidak apatis dengan lingkungan di mana mereka berpijak. Tak ada dari antara mereka yang gagap dalam berkomunikasi karena semuanya sangat fasih berbahasa Indonesia. Komunikasi benar-benar cair dan tanpa batas.

Di ruang kuliah, meski sedikit kurang aktif (entah mengapa alasannya), mereka tetap percaya diri bersaing dengan mahasiswa lokal. Kualitas intelektual mereka pun tak kalah. Buktinya hampir tidak ada nama mereka yang tertera di papan pengumuman yang berisi daftar mahasiswa yang perlu mengambil ujian hingga kuliah ulang (remedial).

Di luar ruang setelah jam kuliah usai mereka begitu aktif dalam kegiatan kemahasiswaan. Beberapa dari antara mereka sangat berbakat di sepak bola. Dalam kegiatan kesenian pun setali tiga uang. Beberapa dari antaranya memiliki kualitas suara di atas rata-rata. 

Tanpa ada beban, apalagi merasa asing, mereka menunjukkan diri. Relasi terus dibangun seiring waktu berjalan. Hingga tak terasa masa kuliah selesai, kami harus berpisah. Entah di mana mereka kini berada. Ada beberapa kawan yang masih menjaga komunikasi melalui jejaring sosial media. 

Meski begitu kenangan masa lalu dan sejarah yang telah ditenun bersama akan selalu membekas. Persahabatan yang telah dijalin benar-benar meninggalkan kesan mendalam. Sekalipun kami berasal dari dua negara berbeda, hubungan yang telah dibangun mengingatkan kita saat masih bersatu sebagai satu tanah air, satu bangsa dan satu tumpah darah. Ya kami, pun kita sejatinya tetap satu, setidaknya satu daratan. Timor Leste dan Timor Barat.

Comments

Popular posts from this blog

Menjaga Rantai Juara Indonesia di Singapura Open SS 2016

Menulis Terus Sampai Jauh...

Millennial Marzukiana, Strategi “Proxy War” Ananda Sukarlan untuk Bang Maing