Chochuwong Pornpawee dan Cara Thailand Mengorbit Pemain


Chochuwong Pornpawee/zimbio.com

Patut diakui bulu tangkis Thailand maju pesat. Bahkan di sektor tertentu sudah meninggalkan Indonesia di garis belakang. Seakan bertukar tempat, Thailand sangat berkembang dalam regenerasi sektor putri. Sementara Indonesia masih bisa berbangga dengan sektor putra, terutama nomor ganda dengan rantai prestasi terus terjaga. 

Rangking dunia bisa dijadikan indikator sederhana. Di ganda putri, Thailand sudah mempunyai dua pasangan yang kini berada di lingkaran 11 dunia. Puttita Supajirakul/Sapsiree Taerattanachai (9) dan Jongkolphan Kititharakul/Rawinda Prajongjai. Kedua pasangan itu berada di depan trio Indonesia, Della Destiara Haris/Rosyita Eka Putri Sari (15), Anggia Shitta Awanda/Ni Ketut Mahadewi Istarani (16) dan Tiara Rosalia Nuraidah/Rizki Amelia Pradipta (18).

Di tunggal putri Thailand mempunyai Ratchanok Intanon. Meski kini peringkat dunianya melorot ke 10 besar, setidaknya pemain 22 tahun itu sudah membuktikan diri sebagai pemain yang disegani. Ia pernah berada di peringat teratas, dan seiring kondisinya terus dipulihkan, bukan tidak mungkin ia bakal meramaikan persaingan di lingkaran elite dunia. 

Selain itu ada Busanan Ombangrumphan yang berada dua strip di belakang Intanon. Tiga tingkat di belakangnya Thailand menempatkan Nitchaon Jindapol di urutan 15 dunia. Masih ada satu pemain muda lagi yang terus menanjak prestasinya yakni Chochuwong Pornpawee. Pornpawee berusia 19 tahun dan kini mulai merangkak naik dari posisi 23 dunia.

Menarik menyebut pemain terakhir itu. Mulai melakoni debut internasional pada 2013, pemain yang berulang tahun saban 22 Januari itu telah melampaui para pemain Indonesia di rangking dunia. Pemain bertinggi 170 cm itu sudah menyalip Fitriani Fitriani (25),  dan jauh di depan Dinar Dyah Ayustine (34), dan Hanna Ramadini (36).

Catatan statistik pertemuan pemain yang bermain dengan tangan kanan ini, pernah mengalahkan beberapa pemain Indonesia. Sri Fatmawati ditekuk di babak 16 besar Vietnam International Challenge 2017, turnamen yang memberinya gelar pertama tahun ini.

Beberapa pekan kemudian Pornpawee juga beradu dengan Ruselli Hartawan dan Dinar Dyah Ayustine di Malaysia Masters. Hasilnya Ruselli disisihkan di babak 32 besar sementara Dinar dijegal langkahnya ke babak semi final. Pornpawee nyaris menambah trofi andai saja di partai final mampu memenangkan pertarungan ketat menghadapi pemain senior India, Saina Nehwal. Bertanding selama 46 menit laga berakhir dengan dua kali deuce di setiap game dengan skor identik, 20-22 dan 20-22.

Pornpawee mulai mengenal bulu tangkis sejak diajak bermain oleh orang tuanya. Meniti karir profesional pada 2004, Pornpawee mulai mencuri perhatian sejak tampil di level junior. Ia adalah peraih medali perak Kejuaraan Asia Junior 2015 dan Kejuaraan Dunia Junior setahun kemudian. 

Meski dua kali gagal mencapai klimaks, tidak seperti pendahulunya Intanon yang merebut emas di Kejuaraan Dunia 2013, setidaknya dua pemain ini menunjukkan salah satu kelebihan Thailand yakni pembibitan prestasi sejak dini. Bila mengikuti pola Intanon, bukan mustahil tinggal menunggu waktu Pornpawee akan menjadi seperti Intanon di jenjang senior.

Perjalanan Pornpawee menuju prestasi di level senior sudah mendapatkan landasan yang cukup. Prestasi di level junior dan prestasi yang mulai terlihat sepanjang tahun ini memberinya rasa percaya diri dan pengalaman lebih untuk terus bersaing di turnamen-turnamen berikutnya, termasuk pada level di atasnya. 

Ia sudah pernah coba bersaing di level super series di Singapura Open. Ia bertemu Carolina Marin di babak 32 besar. Meski kalah, Pornpawee berhasil memaksa Caro bermain tiga game selama 55 menit.

Oh ya, patut dicatat, Pornpawee juga sudah diterjunkan membela tim nasional. Itu terjadi pada pertengahan tahun ini di ajang perdana Badminton Asia Mixed Team Championship. Di Hanoi, Vietnam, ia berkesempatan menjajal kemampuan pemain muda Jepang yang juga sedang naik daun, Akane Yamaguchi di fase penyisihan. Keduanya menghabiskan 58 menit sebelum Akane mengunci kemenangan dengan skor 21-15 18-21 dan 21-16. 

Ia juga ambil bagian di kejuaraan Asia yang saat ini sedang berlangsung di Wuhan Sports Center Gynasium, Wuhan, China. Di babak pertama ia menyisihkan Chian Mei Hui, 21-11 dan 21-16.  Chian, asal Taiwan menyisihkan Hanna Ramadhini di Singapura Open sebelumnya. Selanjutnya bertemu pemain muda tuan rumah He Bingjao. 

Sepak terjang Pornpawee mengguratkan hal penting lain bagaimana Thailand mengorbitkan para pemainnya. Para pemain sejak dini sudah berani diterjunkan dan ditempa di turnamen-turnamen. Pornpawee rutin mengikuti tur. Bakat-bakat muda berani diasah sehigga kemampuan mereka pun cepat terasah. Ibarat mutiara tidak dibiarkan tinggal tetap. Thailand sepertinya tidak ingin memperlakukan para pemain mudanya seperti buah yang terlalu lama diperam hingga busuk tak berguna.

Namun bukan hanya intensitas pertandingan yang dikedepankan. Tentu tidak bisa memaksakan pemain untuk selalu mengikuti kejuaraan bila pemain bersangkutan tidak siap atau disiapkan secara baik.  Para pemain muda Indonesia pun memiliki jam terbang yang tak jauh berbeda dengan Pornpawee. Mereka mulai rutin dikirim ke luar negeri. 

Keran kesempatan kepada para pemain tunggal seperti Hanna, Gregoria Mariska, Dinar, dan beberapa lainnya sudah dibuka lebar-lebar. Bisa jadi karena Indonesia tidak punya pilihan lagi karena “kesalahan” masa lalu yang menghasilkan jurang antargenerasi yang lebar. 

Tetapi persoalan, sekali lagi, tidak hanya pada kuantitas. Faktor penting adalah bagaimana kejelian memilih turnamen atau tur yang diikuti. Pornpawee memang rutin bertanding, tetapi keikutsertaannya benar-benar diperhitungkan. Dari perjalanan selama ini terbukti pemilihan turnamennya cukup tepat.  

Ketepatan pemilihan tur akan berpengaruh pada tingkat kesiapan dan kesediaan pemain. Faktor ini sedikit banyak bergantung pada pemain bersangkutan. Saya jadi teringat pemain Jepang Saena Kawakami. Pemain berusia 19 tahun ini jarang ikut turnamen, dan rangkingnya masih di luar 50 besar dunia. Namun menariknya setiap kali diberi kesembatan bertanding, hasilnya maksimal.

Ia pernah mengalahkan Fitriani di Vietnam Open 2015. Sepanjang 2016 mengantongi satu gelar di New Zeland Open dan dua kali runner up yakni di US Open dan Chinese Taipei Masters. Tahun ini Saena berhasil masuk final China Masters dan harus puas berada di urutan kedua di belakang rekan senegara Aya Ohori.

Para pemain muda Indonesia saat ini memiliki kualitas yang berpotensi mengantar mereka menjadi bintang. Untuk sampai ke sana jelas tidak mudah. Pengalaman Thailand memperlakukan Pornpawee dan cara Saena Kawakami memaknai setiap turnamen adalah bagian kecil yang patut ditiru, itu pun bila kita mau, dari proses panjang yang menuntut kerja keras,  dan kerja bersama. 

Tulisan ini terbit pertama di Kompasiana, 27 April 2017.

http://www.kompasiana.com/charlesemanueldm/chochuwong-pornpawee-dan-cara-thailand-mengorbit-pemain_5901846bf37a61be03641fa4

Comments

Popular posts from this blog

Menjaga Rantai Juara Indonesia di Singapura Open SS 2016

Menulis Terus Sampai Jauh...

Millennial Marzukiana, Strategi “Proxy War” Ananda Sukarlan untuk Bang Maing