Katakan Tidak Pada Gosip, Jadilah Diri Sendiri


Ilustrasi dari cnn.com


Pernyataan bahwa manusia adalah makhluk sosial (ens sociale atau homo socius) tidak terbantahkan. Tidak ada orang yang bisa seperti di sebuah pulau sendirian. Relasi dan iteraksi dalam berbagai bentuk dan dengan berbagai cara mustahil dihindari, termasuk untuk seorang paling individual, atau introvert sekalipun.

Karena hakikat sebagai insan sosial itu maka dalam berelasi tidak bisa menghindarkan diri dari gosip. Ya, gosip atau desas-desus akan dengan mudah tersebar dari satu telinga ke telinga lainnya. Ditambah lagi perkembangan dunia teknologi dan informasi yang kian menggila gosip atau rumors itu tak terbendung. Di jagat maya kita menyebut segala yang berbau gosip itu sebagai hoax dan fake news. Semua itu mengaju pada satu pengertian yakni berita atau selentingan yang diragukan kebenarannya. Berita negatif. Palsu.

Di sini saya coba membatasi diri pada gosip yang beredar dari mulut ke mulut. Gosip jenis ini masih saja laku keras sebagai bumbu penyedap komunikasi antarmanusia. Entah mengapa dalam setiap pembicaraan dari muka ke muka kecenderungan untuk melebarkan pembicaraan pada hal-hal yang masih dipertanyakan validitasnya selalu ada. Di berbagai ruang dan kesempatan rantai gosip selalu terbentuk.

Gosip tidak hanya milik ibu-ibu misalnya. Begitu juga bukan langganan pembicaraan kaum wanita semata. Kaum pria, dan aneka kelompok usia, jenis kelamin, dan berbagai unsur primordial lainnya pernah dan akan tergoda untuk jatuh ke lubang yang sama.

Saya pun tak bisa mengatakan bebas dari hal-hal seperti itu. Entah sebagai korban, atau pelaku. Tak terhindarkannya gosip tidak berarti tidak bisa dikurangi, atau dicegah kemunculannya. Dalam pergaulan sehari-hari tidak sedikit cara yang bisa ditempuh agar rantai gosip ini tidak memanjang dan menjadi bercabang-cabang.

Beberapa hal berikut bisa dicoba. Saya pun pernah mencobanya meski dengan tingkat keberhasilan berbeda-beda.

Pertama, jauhkan diri dari sumber gosip. Setidaknya kita tahu saat-saat atau kesempatan yang membuka ruang kebebasan berbicara apa saja. Sebagai karyawan kantor misalnya, kita punya kesempatan untuk lepas dari segala rutinitas, walau sesaat, dan sejenak berkumpul dengan teman-teman untuk berbicara apa saja.
Biasanya saat berkumpul ada kecenderungan untuk bersama orang-orang tertentu atau berada di kelompok tertentu. Bila kita memiliki pengalaman tidak mengenakkan dengan orang-orang dan kelompok tertentu maka hindarilah untuk berkumpul bersama mereka.

Kedua, ganti topik. Gosip itu kadang muncul dan beredar di saat-saat tak terduga. Saat duduk makan bersama atau sekadar kongkow bisa saja gosip itu mengemuka. Pada titik ini terkadang kita sulit menghindar. Tidak ada cara lain bila tidak ingin masuk dalam lingkaran gosip selain mengganti topik pembicaraan. 

Ketiga, menjadi diri sendiri. Ini penting karena kunci putus tidaknya rantai gosip itu ada pada diri sendiri. Bila kita telah terpapar gosip maka ujian terbesar kita adalah apakah kita akan menyebarkan gosip itu ke pihak lain. Orang yang menjadi diri sendiri akan tahu pembicaraan mana yang patut disimpan sendiri bila itu tidak benar dan sulit dicarikan kebenarannya. Begitu juga orang jenis tersebut akan memiliki pengendalian diri yang kuat agar tidak jatuh dalam rasa ingin tahu (kepo) berlebihan.

Orang yang percaya diri biasanya lebih mempercayai kemampuan diri sendiri termasuk dalam menerima segala sesuatu yang masuk dari luar. Mereka akan lebih awas dan hati-hati dalam mencerna segala sesuatu. Apalagi yang masih diragukan kebenarannya. Jadilah diri sendiri dan tidak menjadi orang lain, apalagi bila mereka adalah orang-orang yang sulit dipercaya.

Comments

Popular posts from this blog

Menjaga Rantai Juara Indonesia di Singapura Open SS 2016

Menulis Terus Sampai Jauh...

Millennial Marzukiana, Strategi “Proxy War” Ananda Sukarlan untuk Bang Maing