Susy Susanti dan Kebangkitan Indonesia di Piala Sudirman
Pelepasan kontingen Indonesia ke Piala Sudirman bertepatan dengan HUT PBSI ke-66, 5 Mei lalu/badmintonindonesia.org |
Hari ini Indonesia merayakan Hari Kebangkitan Nasional. Kita
diajak berkilas balik menuju salah satu potongan sejarah penting yang
menentukan keberadaan Indonesia hari ini. Pada 20 Mei 1908 Budi Utomo (Boedi
Oetomo disebut pada masa itu) berdiri. Inilah organisasi pemuda yang turut
andil membangkitkan semangat dan bergerak menuju Indonesia merdeka.
Sepertinya bukan kebetulan memoria sejarah itu terjadi lagi tahun ini. Di tengah situasi
bangsa yang “lesu” karena sebagian besar energi telah tersedot oleh persoalan
multidimensional, menyegarkan kembali ingatan pada semangat dan gelora para pemuda
masa lalu menjadi penting. Saat simpul-simpul kebhinekaan mulai terancam oleh
sentimen primordial dan hasutan murahan untuk menggadai kemajemukan, mengingat
lagi peluh, air mata dan darah para pejuang yang bersatu tanpa pandang bulu membuat
kita tersadar. NKRI yang bertahan hingga hari ini dibentuk dari peleburan
segala egoisme, ambisi, dan serba perbedaan. Kebhinekaan yang dihayati dalam
keikaan, tidak dipandang sebagai soal, tetapi berkah.
Di dunia olahraga peringatan hari ini hanya berselang sehari
sebelum kejuaraan bulu tangkis beregu paling akbar, Piala Sudirman 2017.
Sebanyak 20 pemain masing-masing 10 putra dan 10 putri akan berjibaku, melepas
segala atribut SARA (Suku, Agama, Ras dan Golongan), bersatu demi nama
Indonesia. Mereka datang ke Gold Coast, Australia dengan satu tujuan,
memperjuangkan harkat dan martabat Indonesia.
Sejak 21-28 Mei nanti di Carrara Sport and Leisure Centre,
Mohammad Ahsan dan Greysia Polii akan memimpin adik-adiknya membawa pulang
Piala Sudirman yang telah dinanti selama 28 tahun. Sejak merebut trofi yang
mengambil nama bapak bulu tangkis Indonesia, Dick Sudirman di Istora Senayan
pada 29 Mei 1989, Indonesia tidak lagi berjaya. Merah Putih urung berkibar
lagi, terkulai di balik dominasi China yang telah mengoleksi 10 gelar, enam
edisi terakhir diraih secara beruntun.
Di edisi ke-15 yang mengambil tempat pertama di luar Asia
dan Eropa, Indonesia kembali menggantung harapan. Bersama bergerak mengatasi
prediksi matematis bahwa Indonesia sudah kalah dalam daftar unggulan dari China, Denmark dan Jepang. Indonesia akan
menghadapi lawan-lawan yang secara individu memiliki rangking jauh lebih
tinggi, bahkan membuat nyali Indonesia ciut sebelum bertanding. Bila kita
memperhatikan daftar rangking di situs Federasi Bulu Tangkis Dunia, BWF, saat
ini, hal ini bukan isapan jempol belaka.
Namun ini bukan turnamen perorangan. Semua orang sudah tahu
itu. Ini adalah pertarungan bersama. Hasil akhir tidak ditentukan oleh satu dua
orang atau pasangan tertentu saja, meski pengaruhnya kadang sangat signifikan. Keberhasilan
lebih mengandalkan kolaborasi bersama. Saling mengisi di antara pemain, dan
saling menambal di antara sektor.
Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo sebagai
andalan utama membutuhkan sokongan Tontowi Ahmad dan Greysia Polii. Tetapi
Tontowi butuh bantuan Gloria Emanuelle Widjadja atau Debby Susanto, sebagai
pasangan untuk mengamankan sektor ganda campuran. Begitu juga Marcus/Kevin dan
Tontowi/Gloria butuh Greysia yang tentu tidak bisa tidak berjuang sendiri di
ganda putri tanpa Rosyita Eka Putri Sari.
Para pemain ini, betapapun tinggi peringkatnya dan lebih tua
dalam usia dan kaya pengalaman, sangat membutuhkan andil Jonathan Christie yang
baru berusia 19 tahun atau Fitriani yang setahun lebih mudah dari Jonatan di
nomor tunggal.
Begitu juga semua pemain yang berpotensi diturunkan perlu
mendapatkan dukungan dari para pemain lain yang siap siaga di bangku cadangan
tidak hanya sebagai pelapis yang siap bertanding saat diperlukan juga rekan yang
sedia memberikan semangat.Mustahil mencapai target bila setiap orang berjalan
sendiri-sendiri dan ingin menang sendiri seturut ego dan kepentingan diri.
Dalam suasana yang sedianya penuh persatuan dan solid ini
Indonesia akan menghadapi lawan-lawanya sejak babak penyisihan. Tergabung di
grup 1D, India dan Denmark adalah batu ujian pertama sekaligus menentukan
keberlanjutan nasib Indonesia: berhasil keluar atau kandas di fase grup.
Dua lawan ini tidak bisa dipandang enteng. Mereka memiliki
kelebihan yang patut diwaspadai dan kekurangan yang harus dimanfaatkan. India
kuat di nomor di mana Indonesia menjadi underdog yakni tunggal putri. Begitu menjadi
inferior di sektor di mana menjadi andalan. Pusarla V.Sindhu masih menjadi
momok bagi para pemain Indonesia meski rentang usia mereka tidak berbeda jauh. Sebaliknya,
para pemain ganda India tidak lebih baik secara peringkat dan prestasi dari
para jagoan Indonesia.
Sementara Denmark jauh lebih merata, karena itu tak heran saat
diakumulasi menempati unggulan dua, dengan kombinasi pemain senior dan junior
yang bertaji di setiap sektor, kecuali tunggal putri.
Indonesia bisa memanfaatkan titik-titik lemah para lawan,
sekaligus memaksimalkan keunggulan di nomor-nomor favorit. Selain menggantung
asa pada perjuangan pantang menyerah para pemain, taktik dan strategi yang
dimainkan tim pelatih amat penting.
Mereka yang berdiri di pinggir lapangan akan melihat pemain
mana yang paling pas diturunkan menghadapi lawan dari negara tertentu. Begitu
juga mereka akan membaca peluang dan menganalisis permainan lawan di setiap
pertandingan. Nantinya kelebihan dan kekurangan lawan itu akan diformulasikan
dalam formasi yang diturunkan.
Seperti di laga pertama Indonesia akan menghadapi India pada
23 Mei. Sehari sebelum itu, India lebih dulu beradu dengan Denmark. Performa
India saat menghadapi jagoan Eropa itu akan menjadi bahan masukan yang bisa
dimanfaatkan untuk mempersiapkan diri.
Inspirasi Susy
Piala Sudirman edisi perdana akan selalu hangat di mata
Indonesia. Itulah turnamen yang berbuah gelar pertama sekaligus satu-satunya. Selain
larut dalam romantika masa silam, di balik gelar tersebut terkandung semangat
yang bisa ditiru saat ini.
Edisi pertama itu jelas jauh dari pandangan mata saya. Namun
berbagai peninggalan reportase dan berita lebih dari cukup untuk digerai
kembali. Salah satunya adalah perjuangan Indonesia di partai final menghadapi
Korea Selatan.
Istora yang katanya disesaki pendukung Indonesia nyaris
menjadi lautan putus asa. Betapa tidak dua partai pertama Indonesia bertekuk
lutut. Eddy Hartono/Gunawan keok di tangan Park Joo Bong/Kim Mon Soo 9-15,
15-8, 13-15. Nasib serupa berlanjut di partai kedua. Verawaty Fajrin/Yanti
Kusmiati menyerah dari Hwang Hye Young/Chung Myung Hee, 12-15, 6-15.
Partai ketiga menentukan nasib Indonesia. Tunggal putri yang
saat itu baru berusia 18 tahun, Susy Susanti, harus menanggung segala beban. Di
game pertama beban tersebut terlihat sedemikian berat saat kandas dari Lee
Young Suk, 10-12.
Di awal game kedua situasi tak juga berubah. Susy sudah
tertinggal 2-10 artinya dua poin lagi Korea Selatan akan mengguratkan sejarah
pertama. Pendukung Indonesia yang telah kehabisan harapan mulai mengosongkan
tempat duduk. Apalagi dengan sistem pindah bola kekalahan Indonesia terlihat
semakin dekat.
Indonesia saat merebut Piala Sudirman edisi pertama pada 1989 di Istora Senayan, Jakarta/historia.id |
Namun Susy berhasil mengubah segalanya. Sebagian besar
rakyat Indonesia yang hanya bisa mengikuti pertarungan tersebut melalui siaran
langsung RRI mulai terbakar seiring perjuangan Susy merebut poin demi poin
hingga menahan Lee Young di angka 10 kala merebut game ketiga.
Set ketiga benar-benar menjadi titik balik bagi Susy. Peraih
medali emas Olimpiade tiga tahun kemudian di Barcelona itu membuktikan dirinya
sebagai pahlawan dengan merebut set penentuan. Bahkan dengan tanpa memberi satu
poin pun kepada lawan.
Kemenangan Susy menyemangati Edy Kurniawan dan Eddy
Hartono/Verawaty. Edy melibas Han Kok Sung tanpa ampun dengan skor telak, 15-4,
15-3. Ganda campuran penentu pun memastikan gelar pertama menjadi milik
Indonesia usai menggulung Park Joo Bong/Chung Myung Hee, 18-13, 15-3.
Mengingat kembali saat-saat itu, Susy seperti mendapat
energi baru. Bila pada saat itu ia mengangkat trofi Piala Sudirman saat baru
lepas usia remaja, kali ini ia kembali berjuang dalam kapasitas sebagai manajer
tim Indonesia.
Sebagai Ketua Bidang Pembinaan dan Prestasi PP PBSI, Susy
terjun langsung ke Australia. Ia ingin memimpin dari dekat Merah Putih,
menyuntikkan semangat seperti yang ditunjukkan di tengah lapangan pada 28 tahun
silam kepada anak didiknya. Dari sisi lapangan Susy akan membakar spirit Ahsan
dan kawan-kawan termasuk memantik Fitriani yang berusia persis seperti Susy
saat itu.
Datang dengan target semi final-satu tingkat lebih tinggi
dari peluang seturut daftar unggulan-, bisa menjadi terlalu rendah, pun terlalu
tinggi. Namun seperti sudah disinggung sebelumnya, kebersamaan bisa mengatasi
segalanya, seperti yang ditunjukkan para pejuang kemerdakaan Indonesia.
Hasil akhir bisa menjadi nomor satu, bila kita datang dengan
semangat tinggi dan siap tampil all out. Begitu juga bisa menjadi nomor dua
bila target yang ingin dicapai adalah membangun solidititas dan memperbaiki
rantai regenerasi. Namun satu hal yang pasti, perjuangan baru akan dimulai. Mengutip
Pramoedia Anta Toer, berjuang sebaik-baiknya dan sehormat-hormatnya, itu yang
utama.
Bila segala syarat tersebut terpenuhi tidak ada yang
mustahil. Persis kata Susy, “Buat semua saja, selama pertandingan itu belum
selesai kita tak bisa tentukan pemenangnya. Kita bisa mengubah sesuatu dari nothing menjadi something.”
Semoga Susy menginspirasi kebangkitan Indonesia di Piala
Sudirman 2017. Selamat berjuang!
N.B
Jadwal lengkap siaran
langsung Piala Sudirman di Kompas TV
21 Mei – China vs Hongkong, pukul 09.00 WIB
22 Mei – Denmark vs India, pukul 08.30 WIB
23 Mei – Indonesia vs India, pukul 14.30 WIB
24 Mei – Denmark vs Indonesia, pukul 14.30 WIB
25 Mei – Babak Perempat Final, pukul 14.30WIB
26 Mei – Babak Perempat Final, pukul 08.30 WIB
27 Mei – Babak Semifinal, pukul 08.30WIB
28 Mei – Babak Final, pukul 14.30 WIB
Daftar pemain grup 1D:
Denmark
Putra: Anders Antonsen, KimAstrup, Viktor
Axelsen,Mathias Boe,Mathias Christiansen, MadsConrad-Petersen, Joachim Fischer
Nielsen, Jan O Jorgensen, Mads Pieler Kolding, Carsten Mogensen, Anders Skaarup
Rasmussen, Hans-Kristian Solberg Vittinghus.
Putri: Mia
Blichfeldt, Maiken Fruergaard, Kamilla Rytter Juhl, Line Kjærsfeldt, Christinna
Pedersen, Rohde, Natalia Koch, Sara Thygesen
India
Putra: Manu Attri,
Pranav Jerry Chopra, Ajay Jayaram, Srikanth Kidambi, H S Prannoy, Satwicksairaj
Rankireddy, B Sumeeth Reddy, Chirag Shetty
Putri: Rituparna
Das, K Maneesha, Saina Nehwal, Ashwini Ponnappa, P V Sindhu, N Sikki Reddy
Indonesia
Putra: Jonatan
Christie, Anthony Sinisuka Ginting, Kevin Sanjaya Sukamuljo, Marcus Fernaldi
Gideon, Ricky Karanda Suwardi, Angga Pratama, Mohammad Ahsan, Rian Agung
Saputro, Tontowi Ahmad, Praveen Jordan
Putri: Fitriani,
Dinar Dyah Ayustine, Gregoria Mariska Tunjung, Greysia Polii, Della Destiara
Haris, Rosyita Eka Putri Sari, Anggia Shitta Awanda, Apriani Rahayu, Debby
Susanto, Gloria Emanuelle Widjaja
Pelatih Teknik: Hendry
Saputra, Minarti Timur, Herry Iman Pierngadi, Eng Hian, Richard Mainaky
Pelatih Fisik: Felix
Ary Bayu Marta, Ary Subarkah
Daftar peserta Piala
Sudirman Grup 1 (dari 4 grup):
1.
1.
China
2.
Denmark
3.
Korea
4.
Jepang
5.
Malaysia
6.
Indonesia
7.
Thailand
8.
Chinese Taipei
9.
India
10.
Inggris
11.
Hong Kong
12.
Rusia
Comments
Post a Comment