Kasus “Pencurian” Umur Kembali Menampar Bulu Tangkis Indonesia

Ilustrasi kompas.com

Di tengah semangat mengembalikan supremasi bulu tangkis Indonesia, kasus “pencurian” umur tak ubahnya tamparan keras. Belum lama ini, tepatnya 1 Oktober lalu, PBSI resmi menjatuhkan sanksi kepada sejumlah atlet yang kedapatan melakukan aksi tak terpuji itu.

Berdasaran hasil kajian dan pendalaman tim Keabsahan PBSI, seperti tertera di badmintonindonesia.org, ada tiga pemain putri yang tersandung kasus tersebut. Mereka adalah Della Apriya Anggraini, Imka Putrama Arlin, dan Tiara Ayuni Wulandari.

Tercantum jelas dalam Surat Keputusan (SK) yang diterbitkan PBSI nomor 047/0.3/IX/2016, diterangkan bukti-bukti “pencurian” umur ketiga atlet tersebut.

Della yang merupakan anak binaan PB FIFA Badminton Club Sidoarjo, disebut memalsukan akta kelahiran dari tahun 1999 menjadi 2001. Pada akta kelahiran yang dipalsukan, nomor 19052/TP/2011 atas nama Della Apriya Anggraini yang dikeluarkan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, pada 4 Februari 2016, Della tercatat lahir pada 20 Mei 2001.

Namun data tersebut tak sejalan dengan Surat Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Sragen, Jawa Tengah nomor 474/1305-020/2016 tanggal 18 Agustus 2016. Di surat tersebut dinyatakan bahwa akta kelahiran tersebut tidak tercatat di register Akta Kelahiran Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Sragen, Jawa Tengah.

Keterangan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Sragen cocok dengan keterangan BKN (Badan Kepegawaian Negara) usai melakukan pendataan ulang pegawai negeri sipil tahun 2015. Di sana ditemukan nama Della Apriya Anggraini tercantum sebagai putri dari Supri, S.Pd yang lahir pada 20 Mei 1999.

Akibat tindakan ini PBSI menjatuhkan sanksi larangan mengikuti kejuaraan resmi PBSI selama empat tahun atau 48 bulan dan denda sebesar Rp40 juta.

Modus serupa terjadi pada Imka Putrama Arlin yang merupakan atlet asal PB Djarum Kudus. Dari hasil penyelidikan Imka terbukti melakukan pencurian umur sebanyak dua tahun. Pada akta kelahiran nomor 73.13.AL.2010 001846 atas nama Imka Putrama Arlin, yang dikeluarkan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Wajo, tertera tanggal kelahiran 9 Mei 2004. Atlet tersebut semestinya lahir pada 9 Mei 2002. Hal ini dibuktikan dengan akta kelahiran nomor 477/15/UM/V/2002 atas nama Imka Putrama Arlin.

Sanksi larangan mengikuti kejuaraan resmi PBSI selama 36 bulan atau tiga tahun dan denda sebesar Rp 20 juta pun dijatuhkan kepada Imka.

Tiara Ayuni Wulandari, atlet PB Exist Jakarta diketahui mencuri umur sebanyak satu tahun.
 Hal ini diketahui setelah melakukan pengecekan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Ditemukan Tiara ternyata lahir pada 25 Juni 2003 yang dinyatakan oleh surat Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Konawe Selatan nomor 470/107. Sebelumnya dalam akta kelahiran yang dikeluarkan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Konawe Selatan, nomor 7405-LU-29102009-0007, Tiara disebutkan lahir pada 25 Juni 2004.

Pelajaran penting
Kasus ini tampak sepeleh. Pencurian umur hanya setahun, dua tahun hingga tiga tahun saja. Tokh penampilan fisik dengan umur yang “dipangkas” sedikit itu sama sekali tidak berpengaruh pada penampilan di lapangan.

Namun tindakan pemalsuan itu jelas-jelas mencederai nilai-nilai kejujuaran dan sportivitas yang menjadi roh di setiap cabang olahraga. Melibatkan pemain belia dalam tindakan tak sporitf seperti ini sungguh menjadi bekal negatif bagi masa depan mereka.

Berkaca pada peristiwa ini, PBSI sebagai induk organisasi olahraga tepok bulu di tanah air perlu semakin bersikap tegas. Sejauh ini kebijakan terkait sanksi berat tersebut sudah disosialisasikan dan dijalankan secara konsekuen. Namun berulangnya kasus serupa, setelah sebelumnya terjadi di tahun lalu, mengindikasikan ada celah yang masih bisa disusupi oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab.

 “Ketentuan mengenai keabsahan ini sudah disosialisasikan sebelumnya. Jadi ini saatnya untuk menguji kebijakan tersebut. Kami sudah bertekad, siapapun yang terbukti bersalah dan melakukan pelanggaran, akan dikenakan sanksi,” tegas Achmad Budiharto, Wasekjen PP PBSI.
Achmad Budiharto, Wasekjen PP PBSI/djarumbadminton.com

Mencuatnya kasus ini tak bisa sepenuhnya dilemparkan kepada PBSI. Sebagai regulator, wewenang dan tanggung jawab organisasi tersebut terbatas, tak bisa merangsek hingga kehidupan para atlet dan keluarganya.

Di sini peran penting keluarga dan klub-klub menjadi penting. Merekalah yang pertama-tama bersentuhan dengan para atlet dan berurusan dengan dokumen administrasi termasuk akta kelahiran.

Kecolongan pemalsuan umur menandakan bahwa ada yang tidak beres dengan para orang tua, pembina, hingga pelatih di level klub.

Agak mengherankan klub-klub besar yang telah mencetak atlet kelas dunia masih belum steril dari kasus seperti ini. Seleksi ketat semestinya tidak hanya dilakukan terkait bakat dan skill, juga menyasar urusan administrasi.

Jangan sampai nafsu besar “membesarkan” atlet justru mengangkangi nilai-nilai luhur seperti itu. Di dunia olahraga, skill semata tidaklah cukup. Nilai-nilai penting yang menyertainya seperti semangat sportif dan kejujuran sangat dijunjung tinggi.

Aksi pemalsuan atau pencurian umur seperti itu tidak hanya berisiko terkena sanksi denda dan larangan bermain, juga bisa diseret ke ranah hukum. Kalau tidak salah, penjara lima tahun siap menanti para pelaku.

Seperti kata Budiarto, kasus ini harus menjadi pelajaran serius mulai dari institusi paling dasar yang bersentuhan dengan kehidupan seorang atlet.

“Semoga ini juga menjadi perhatian para orangtua atlet, pembina atau pelatih, serta klub-klub. Karena dari sanalah munculnya pencurian umur tersebut,” tegas Budiharto.

Mau jadi apa generasi masa depan atlet Indonesia bila sejak dini sudah terlibat dalam tindakan tak terpuji ini?  Jangan sampai kejadian ini terulang lagi!

Tulisan ini pertama kali dipublikasikan di Kompasiana 18/10/2016.

Comments

Popular posts from this blog

Menjaga Rantai Juara Indonesia di Singapura Open SS 2016

Millennial Marzukiana, Strategi “Proxy War” Ananda Sukarlan untuk Bang Maing

Menulis Terus Sampai Jauh...