Messi "Terkutuk"


Gambar dari Dailymail.co.uk

“Terkutuk”. Tampaknyabukan predikat berlebihan untuk Lionel Messi saat berseragam timnas Argentina. Kegagalandi Copa America Centenario, Senin (27/6) pagi WIB, menjadi batas toleransiuntuk memaklumi kebesaran Messi. Berprestasi bersama Barcelona, namun tidakuntuk Argentina.  

Tampil baik sejak babak penyisihan, Messi gagal mencapi klimaks di MetLife Stadium saat kembali bertemu Chile di partai final. Tak hanya gagal mencetak gol selama 120 menit, Messi pun gagal membuka harapan bagi timnya dalam drama adu tos-tosan. Bola sepakannya dari titik putih jauh dari sasaran. Mengarah ke sudut yang tempat, namun bola terlampau tinggi dari gawang Claudio Bravo.   
Nasib Messi seperti bintang Chile, Arturo Vidal yang lebih dulu gagal. Namun bedanya, eksekutor La Roja lainnya, Francisco Andrés Silva Gajardo, Jean André Emanuel Beausejour Coliqueo, Aranguiz, dan berpuncak pada Nicolás Ignacio Castillo Mora  berhasil menjalankan tugas.

Sementara eksekusi gelandang Argentina, Lucas Biglia berhasil diblok Bravo.  Kegagalan Messi dan Biglia mengulangi catatan buruk Gonzalo Higuain dan Ever Banega di final Copa America 2015 silam.

Pertandingan sengit ini memperlihatkan ketangguhan mental para pemain Chile untuk membendung kedigdayaan Argentina sejak babak penyisihan grup, termasuk menang di laga pembuka dengan skor 2-1. Sekaligus sukses membalikkan kepercayaan dan prediksi banyak pihak bahwa masa puasa gelarArgentina selama 22 tahun bakal berakhir.

Pada pertandingan ini kedua tim menurunkan formasi terbaik. Kembalinya Angel Di Maria melengkapi formasi klasik Gerardo Tata Martino 4-3-3, sama seperti yang dipakai JuanAntonio Pizzi untuk Chile.   

Dengan formasi yang sama terlihat jelas bahwa kedua tim akan menampilkan permainan agresif namun tetap membentengi diri dari serangan lawan secara baik. Hal tersebut terbukti sejak wasit Herbert Lopes meniup peluit panjang. Argentina lebih dulu mengukir peluang melalui sepakan Ever Banega, namun masih  belum berbuah manis.

Penguasaan bola selama 20 menit pertama menjadi milik Argentina, termasuk saat Higuain mendapat kesempatan satu lawan satu dengan Bravo. Sayang taji pencetak gol terbanyak Serie A bersama Napoli musim lalu belum berbuah gol. 
Aguero saat satu lawan satu dengan Bravo/Dailymail.co.uk


Setelah itu, pertandingan berjalan relatif seimbang. Bahkan tensi berubah panas yang bermula dengan kartu kuning kedua yang diterima Marcelo Diaz setelah sebelumnya di menit ke-16 mendapat peringatan pertama. 

Keuntungan jumlah pemain gagal dimaksimalkan oleh Tim Tango hingga kedua tim bermain imbang dengan 10 pemain. Tekel keras bek Argentina Marcus Rojo terhadap Vidal langsung diganjar kartu merah.  Babak pertama yang berakhir dengan skor kaca mata diwarnai drama dua kartu merah dan enam kartu kuning. 

Di babak kedua pemandangan kurang lebih sama. Namun, bedanya kedua tim bermain sedikit hati-hati demi menghindarkan diri dari tambahan kartu. Messi dan para pemain Argentina belum juga mampu menaklukkan Bravo yang tampil perkasa di bawah mistar gawang hingga 120 menit pertandingan. 

Drama adu tos-tosan akhirnya menjadi mimpi buruk bagi Argentina. Tekanan yang besar untuk mengakhiri paceklik gelar plus bayangan kelam setahun lalu rupanya cukup mempengaruhi para pemain Argentina. Kegagalam Messi sebagai eksekutor pertama bias menjadi contoh walau Javier Mascherano sempat membangkitkan mental dengan kesuksesannya menebus “kesalahan” rekannya di Barcelona itu. Demikianpun SergioAguero. Namun, kegagalan Lucas Biglia membuat Argentina harus menarik nafas panjang, berharap ada keajaiban saat Francisco Andrés Silva Gajardo mengeksekusi penalti.
Messi gagal eksekusi penalti/Dailymail.co.uk


Ketenangan Gajardo memperdaya Sergio Romero akhirnya membenamkan Argentina dalam jurang keterpurukan. Chile menang 4-3 dan berhak atas trofi edisi spesial, seabad Copa America itu.

Messi terlihat remuk hati. Selama drama penalti berlangsung ia tak tenang. Tertunduk dan berusaha menjauh dari rekan-rekannya. Saat berjalan ke podium penganugerahan medali, Messi tak mau mengangkat muka. Tak hanya sesal dan kesal, sepertinya ia merasa gagal dan tak pantas dengan segala atribut dan kebesarannya selama ini. Tokh, kepada bangsa dan negaranya ia belum sanggup mempersembahkan trofi yang kini memasuki tahun ke-23. 

Proficiat Chile dan terima kasih Argentina!

Tulisan ini pertama kali dipublikasikan di Kompasiana, 27 Juni 2016.

Comments

Popular posts from this blog

Menjaga Rantai Juara Indonesia di Singapura Open SS 2016

Menulis Terus Sampai Jauh...

Millennial Marzukiana, Strategi “Proxy War” Ananda Sukarlan untuk Bang Maing