Mimpi pun Menguap, Siapa Harus Disalahkan, Suarez?
Ekpresi kesal Luis Suarez/The Guardian.com
Luis Suarez tak kuasa menahan amarah. Berdiri dari bangku
cadangan, striker Barcelona itu berjalan ke tempat para staf pelatih timnas
Uruguay berada. Sambil merentangkan tangan, pemain 29 tahun itu meminta
kesempatan untuk merumput. Mendapat respon tak enak, pemain tersebut pun
membanting diri di kursi. Sebelum itu, ia menumbuk pembatas bangku cadangan.
Tak lama berselang, sang pemain membuka seragam cadangan dan melemparnya dengan
kesal.
Itulah sepotong kisah yang terjadi dalam pertandingan penyisihan
Grup C Copa America Centenario antara Uruguay kontra Venezuela di Lincoln
Financial Field, Philadelphia, Jumat (10/06) pagi WIB. Suarez terlihat
benar-benar kesal. Dalam laga krusial itu sang pemain tak kuasa memendam hasrat
untuk berlaga.
Di sisi tertentu, kekesalan Suarez bisa dipahami. La Celeste
sedang dalam posisi terjepit setelah kalah di laga pertama menghadapi Meksiko.
Kekalahan 1-3 membuat tim biru langit itu butuh kemenangan agar terus berlanjut
di Copa America Centenario, sekaligus menjaga asa juara demi menghindari kejaran
Argentina yang hanya bersilih satu trofi dari Urguay sebagai pengoleksi gelar
terbanyak Copa America, 15 kali.
Di tambah lagi, saat itu, Uruguay yang lebih diunggulkan tak
juga memecah kebuntuan untuk mengakhiri paceklik gol. Edinson Cavani dan Cristhian
Stuani belum mampu menjawab kepercayaan pelatih Oscar Tabarez sebagai ujung
tombak. Penguasaan bola mutlak, 61 persen, tak berbanding lurus dengan peluang
dan gol.
Sebaliknya, Venezuela terlihat bermain lebih efektif dan
taktis. Walau berada di bawah bayang-bayang dominasi Uruguay, armada Rafael
Dudamel mampu mengukir sejumlah peluang. Puncaknya terjadi di menit ke-36 saat
bola muntah dari kiper Uruguay, Fernando Muslera, yang tak sempurna menepis
tendangan Alejandro Guerra, berhasil disempurnakan oleh Jose Salomon Rondon.
Gol pemain 26 tahun yang kini membela klub Inggris, West
Bromwich Albion itu menempatkan Uruguay di bawah tekanan. Tempo 45 menit di
babak kedua terasa begitu cepat. Sementara Venezuela dengan tenang menjaga
peluang. Walau digempur, Venezuela tak patah arang. Skema serangan balik dengan
memanfaatkan Penaranda dan Rondon membuat Pereira, Gimenez, Silva dan Diego
Godin ketar-ketir.
Salomon Randon mencetak gol ke gawang Uruguay/BBC.com
Waktu semakin sempit, peluang tak juga berbuah gol. Tak
pelak Suarez gusar. Bisa dibayangkan seperti apa reaksi Suarez usai laga yang
berakhir dengan kekalahan tipis itu.
Hasil tersebut tak hanya menguburkan langkah Uruguay ke
babak knock out. Juga memupuskan
harapan Suarez untuk berlaga usai sempat absen beseragam timnas akibat insiden
gigitan di Piala Dunia 2014 lalu.
Berdasarkan hitung-hitungan, laga terakhir antara Uruguay
kontra Jamaika tak lebih dari partai hiburan. Kedua tim sudah dipastikan
tersisih, buah dua kekalahan. Sementara Meksiko dan Venezuela mantap di papan
atas Grup C dengan keunggulan enam poin. Laga terakhir akan menentukan posisi
akhir perempat final, sebagai jawara atau runner up grup.
Walau tampil di laga terakhir, Suarez tentu kecewa berat.
Kerinduan berseragam timnas di turnanem utama yang sudah diperam berbulan-bulan
sirna. Hasrat untuk berkontribusi bagi timnas, setelah tampil meyakinkan
bersama Barcelona menguap sudah.
Sepanjang musim lalu, pemain berjuluk El Pistolero itu
tampil trengginas. Koleksi 59 gol di seluruh kompetisi mendapuknya sebagai
pemain tersubur di Eropa. Di pentas La Liga Spanyol, eks pemain Liverpool itu
memborong 40 gol, unggul dari bintang Real Madrid, Cristiano Ronaldo untuk
menjadi pencetak gol terbanyak. Di level klub Suarez melewatkan musim yang
fantastis.
Namun, kecemerlangan tersebut gagal berlanjut di level
timnas. Cedera otot saat membela Barcelona di final Copa del Rey menghadapi
Sevilla di Stadion Vicente Celderon pada Mei lalu, menjadi awal dari
penderitaan Suarez.
Menurut NBC Sport,saat
ditarik keluar di babak kedua, Suarez tak kuasa menitikkan air mata. Rupanya
air mata tersebut bermakna jamak. Itu tak hanya pertanda perih menahan sakit.
Bisa jadi air mata tersebut mengisyaratkan bencana berikutnya. Bencana itulah
yang terjadi kini. Tersisih menyakitkan di Copa America Centenario.
Usai laga, mengomentari reaksi Suarez, Tabarez menjawab
profesional, “Tak ada situasi. Situasi adalah apa yang saya katakana kepada
Anda [pada Rabu]. Pemain tak siap untuk bermain.”
Lebih lanjut, masih dari sumber yang sama The Guardian.com, pelatih 69 tahun
berujar lagi,”Ini adalah isu tentang jumlah dan dokter. Bahkan jika sang pemain
kecewa, saya tidak akan memainkan pemain yang tidak dalam kondisi 100 persen.
JIka ia marah, itu adalah sesuatu yang tidak saya sadari. Ia tak mengatakan
apa-apa kepada saya.”
Jadi, siapa yang harus disalahkan, Suarez?
Sumber: NBC Sport, The Guardian.com, Goal.com
Tulisan ini pertama kali dipublikasikan di Kompasiana, 10 Juni 2016.
Comments
Post a Comment