Pesta Dini Copa America Centenario di Kemang
Dok. Twitter Copa America/Kompas.com
I party like a rock star
Look like a movie star
Play like a allstar
F*ck like a porno star
Baby imma superstar
Potongan lagu ‘Superstars’ yang keluar dari mulut rapper kenamaan Amerika Serikat, Pitbull berkolaborasi dengan Becky G itu membakar suasana siang di salah satu bar di wilayah Kemang, Jakarta Selatan, Kamis (2/5) kemarin. Di luar sana panas benar-benar menyengat.
Bar dengan
desain unik itu membuat para pengunjung galau. Tampilan ornamen alam dengan
dominasi kayu berbagai bentuk dan ukuran mengingatkan kita akan suasana
perumahan tradisional di pedesaan. Saya serasa kembali ke kampung halaman nun
di timur Indonesia.
Namun, pada
waktu bersamaan suara khas rapper bernama asli Armando Christian Perez itu menggoda
para pengunjung untuk ikut bergoyang. Beberapa banner yang terpasang di
beberapa sudut yang menampilkan wajah sejumlah bintang sepak bola, bahkan tegak
pula di samping pintu masuk, plus layar cukup lebar di bagian depan, benar-benar
mencaplok hati dan pikiran pengunjung untuk dibawa pergi ke Amerika Serikat.
Riuh rendah
pengunjung berpelukan dengan euforia suasana bar yang disulap sedemikian rupa
untuk menonjolkan kesan tak sabar menanti sebuah ajang sepak bola akbar. Ya, gaung
Copa America Centenario yang akan dihelat di Amerika Serikat sejak 4-27 Juni meraung-raung
siang itu.
Diinisiasi oleh
Kompas TV dan K-Vision, suasana siang itu membuat para pengunjung yang bisa
dipastikan semua dari kalangan media, larut dalam pesta bola khas Amerika
Selatan itu. Kehadiran Buyung Wijaya Kusuma, GM Sport Kompas TV dan penanggung
jawab kanal Bola Indonesia K-Vision, pengamat bola Tegus Maramis serta bintang
timnas Indonesia asal Uruguay, Cristian Gonzalez mempertegas kesan tersebut.
Buyung
dalam gaya santai memaklumkan ikhtiar Kompas TV dan K-Vision sebagai official TV Broadcaster, untuk membawa
perhelatan akbar itu ke Indonesia. Para pemirsa Kompas TV di Tanah Air bisa
menyaksikan seluruh 32 pertandingan sejak babak penyisihan grup hingga partai
puncak melalui siaran free to air.
“Bagi para
penonton yang ada di pelosok-pelosok bisa juga menyaksikan tayangan Copa America
ini melalui K-Vision,”tambahnya.
Teguh yang
juga komentator sepak bola mengaku Copa America di edisi ke-100 ini pantas
ditonton. Pertama kali sejak dihelat pada 1916, pesta bola khas Amerika Selatan
itu digelar di luar ‘kandang’. Pertama kali pula CONMEBOL, konfederasi sepak
bola Amerika Selatan, bergandeng tangan dengan tetangganya CONCACAF (konfederasi
sepak bola Amerika Utara, Amerika Tengah dan Karibia) untuk meramaikan ajang
ini dengan tambahan jumlah kontestan menjadi 16.
Walau
menjadi ajang seremonial peringatan 100 tahun Copa America, menurut Teguh,
bakal menjadi ajang pertaruhan antara para kontestan terutama tim-tim yang
ditempatkan sebagai unggulan. Setengah mempertanyakan daftar unggulan terutama
tak disertakannya juara bertahan Chile dan memasukan nama Amerika Serikat,
Teguh menilai di situlah letak daya tarik lain Copa America ini.
“Bisa saja
dengan pertimbangan komersial, mengingat Amerika Serikat adalah unggulan maka
ditempatkan sebagai unggulan di grup A,”papar pria kalem tersebut.
Sementara itu,
Cristian Gonsalez dengan sedikit promosi memastikan bahwa Copa America layak
ditonton. Kesamaan kultur masyarakat dan gaya permainan dengan timnas Indonesia
membuat ajang ini saying untuk dilewatkan penggemar bola Tanah Air.
“Sepak bola
Amerika Selatan seperti Indonesia. Berbeda dengan Eropa, Amerika Selatan
mainnya keras,”tutur pemain naturalisasi asal Uruguy itu.
Jagoan
Ada
beberapa catatan menarik yang patut dikedepankan jelang kickoff turnamen ini. Pertama, walau sekadar turnamen
seremonial, gengsi turnamen ini tetap tinggi. Terbukti para kontestan bersiap
diri secara sungguh-sungguh dengan memanggil semua pemain terbaik. Bahkan beberapa
negara sampai harus berdiskusi panjang lebar dengan klub untuk memanggil para
bintang seperti Neymar Jr yang akhirnya harus rela menjadi penonton di Amerika
Selatan demi ambisi emas olimpiade di negeri sendiri pada Agustus nanti.
Demikianpun
Lionel Messi bagi Argentina dan Luis Suarez untuk Uruguay. Keduanya mengalami
cedera namun tetap disertakan dalam skuad utama.
Kedua, tetap disertakannya Messi dalam skuad
Albiceleste tak lepas dari hasrat besar untuk mengakhiri kebuntuan gelar mayor
dalam beberapa tahun terakhir. Selain ambisi pribadi Messi untuk merengkuh
gelar bersama timnas setelah mendapatkan hampir semua gelar dan prestasi
individu di level klub. Argentina pun ingin menebus kegagalan di dua turnamen
akbar sebelumnya yakni Piala Dunia 2014 dan Copa America 2015.
Di dua turnamen
itu Argentina harus puas sebagai runner up.
Selain itu Tim
Tango ingin menyejajarkan diri dengan Uruguay yang telah 15 kali juara dan
menjadi pengoleksi gelar Copa America terbanyak. Kedua tim saat ini hanya
terpaut satu trofi.
Tak heran
bila Argentina memanggil semua pemain terbaiknya dari liga-liga top Eropa.
Utamanya di lini depan, Gerardo Tata Martino seperti enggan mengabaikan para
mesin gol di benua biru. Selain Messi, ada juga bomber Manchester City Sergio
Aguero dan striker Napoli, Gonzalo Higuain yang menjadi pencetak gol terbanyak
Serie A musim ini.
Bila
digabungkan ketiga pemain itu total mencetak 98 gol. Jumlah tersebut sudah
lebih dari cukup membuat para lawan ciut. Namun kehadiran para pemain terbaik
bukan tanpa tantangan. Pengalaman sejumlah turnamen sebelumnya menjadi bukti.
Pesona di level klub tak menjadi jaminan di tingkat timnas. Selain itu
dibutuhkan kecakapan ekstra sang juru taktik untuk meramu para bintang untuk
menjadi sebuah orkestra yang padu sehingga mampu memberikan dampak harmoni,
bukan sebaliknya.
Ketiga, sejumlah bursa taruhan menempatkan Argentina
sebagai unggulan. Dikutip dari Detik.com,
Argentina mendapat koefisien 15/8 dari bursa taruhan Ladbrokes dan William Hill dengan
koefisien 7/4. Namun demikian
Chile dan Brasil, yang oleh sejumlah bursa taruhan masuk dalam unggulan juga,
tak bisa diremehkan.
Chile yang
berstatus juara bertahan datang dengan pasukan yang hampir sama saat menjadi
jawara. Walau tak lagi ditangani Jorge Sampaoli, di tangan Juan Antonio Pizzi
kekuatan Arturo Vidal, Alexis Sanchez dan kolega masih layak diperhitungkan.
Sementara Brasil?
Bursa taruhan Ladbrokes
memberi koefisien 9/2. Namun saya sedikit sangsi dengan kekuatan Brasil saat
ini. Betapa tidak, jelang kick off pelatih Carlos Dunga masih dipusingkan
dengan kesiapan pemain. Tanpa sang kapten Neymar Jr, Selecao sudah enam kali
bongkar pasang pemain.
Mulai
dari masalah cedera hingga urusan pribadi menjadi alasan. Gelandang Wolfsburg
Luiz Gustavo menjadi pemain terkini yang menarik diri karena masalah pribadi.
Sebelum itu pemain gaek Ricardo Kaka yang beberapa hari lalu menggantikan
pemain sayap Bayern Muenchen Douglas Costa. Kaka yang kini berusia 34 tahun dan
masih menjadi andalan Orlando City di kompetisi MLS digantikan gelandang Sao
Paulo bernama Paulo Henrique Chagas de Lima, atau
santer dipanggil Ganso.
Gelandang
Barcelona Rafinha Alcantara serta pemain
Benfica Ederson pun menepi. Mereka digantikan pemain PSG Lucas Moura dan kiper
Gremio, Marcelo Grohe.
Selain
itu, pemain veteran Ricardo Oliveira digantikan pemain Benfica, Jonas. Tak sampai
di situ. Brasil pun terancam kehilangan sang kapten Joao Miranda yang hingga
kini masih bermasalah dan masih dipantau serius.
Perubahan
silih berganti sedikit banyak memusingkan Carlos Dunga. Walau secara natural
Brasil tak pernah kehabisan pemain kompeten yang siap tampil kapan dan di mana
saja, namun bukan perkara mudah memadupadankan para pemain dengan tingkat
pengalaman berbeda baik dari segi usia maupun kompetisi.
Kali ini
Dunga memberi tempat cukup lapang kepada para pemain dari liga-liga lokal
dengan menepikan sejumlah pemain yang selama ini menjadi langganan dan
berkiprah di Eropa seperti David Luiz, Thiago Silva, dan Oscar. Para pemain
dari liga-liga Brasil itu akan berbagi ruang dengan para pemain senior yang
telah diasah dengan tabiat sepak bola Eropa.
Keempat, tim-tim lain tak bisa diremehkan begitu saja. Uruguay
berpeluang menyulitkan walau di fase grup harus kehilangan bomber andalan Luis
Suarez. Amerika Serikat dengan dukungan penuh publik tuan rumah bakal memberi
kejutan. Kontestan lain, termasuk dari zona CONCACAF seperti Meksiko dan
Jamaika bisa saja menjadi kuda hitam.
Saat
meninggalkan bar di daerah Kemang itu alunan ‘Superstars’ benar-benar tak
terdengar lagi. Namu potongan lagu resmi Copa America dengan segala nuansa dini
itu sudah mengambil ruang dalam diri. Membuat saya tak sabar menghitung waktu
menuju kick off. Apakah Anda pun demikian?
Tulisan ini pertama kali dipublikasikan di Kompasiana 3 Mei 2016.
Comments
Post a Comment