Menanti ‘Kejutan’ untuk Rio Haryanto

Ilustrasi Rio Haryanto/Kompas.com


Menjelang deadline yang tinggal menghitung hari, pihak Rio Haryanto tentu ketar-ketir. Sesuai kesepakatan, pebalap 23 tahun itu harus melunasi sisa pembayaran dari total 15 juta Euro (Rp 228 miliar) kepada Tim Manor Racing.

Namun hingga hari ini, pebalap 23 tahun itu baru menyetor sekitar 8 juta Euro kepada tim asal Inggris itu. Rinciannya, 5 juta Euro dari Pertamina selaku sponsor utama dan 3 juta Euro swadaya dari pihak Rio.

Artinya, masih ada tunggakan 7 juta Euro yang harus dilunasi sebelum akhir Mei. Sampai saat ini, dari berbagai informasi yang dihimpun, dana tersebut belum juga diperoleh.

Sebelum itu pihak Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) melalui Menpora, Imam Nahrawi telah berjanji untuk membantu Rio sebesar Rp100 miliar. Tetapi, janji tersebut tak kunjung terealisasi. 

Bisa jadi Menpora tak mau ambil risiko mengambil uang negara dengan menabrak aturan.
Sejak Menpora mengumbar janji tersebut, kritik dan kecaman dengan berbagai argumen datang silih berganti. Hal ini yang membuat Menpora akhirnya mencari cara lain untuk membantu Rio. Di antaranya dengan menggandeng Kementerian Komunikasi dan Informati untuk menggalang dana lewat SMS Solidaritas untuk Rio Haryanto.

Sebelum itu, Menpora meluncurkan rekening untuk Rio Haryanto. Namun hingga kini kabar terkait rekening dan SMS Solidaritas itu tak terdengar lagi. Berapa jumlah yang terkumpul, tak seorang pun dari antara masyarakat umum yang tahu.

Wacana bantuan dari Kementerian Pariwisata sebesar Rp5-6 miliar melalui aneka paket pariwisata juga tak jelas rimbanya. Analisis soal peluang penggunaan anggaran untuk membantu Rio belum juga diketahui hasilnya hingga saat ini.

Begitu juga hasil kunjungan Rio dan Imam Nahrawi dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla, 14 Maret lalu. Hasil konkret sepertinya nihil, sama seperti penantian akan datangnya sponsor-sponsor baru.

Kejutan

Bila tak melunasi sisa pembayaran hingga batas waktu, konsekuensi yang harus diterima Rio Haryanto jelas. Pebalap asal Surakarta itu hanya akan mengaspal di ajang jet darat itu separuh musim saja. Berarti, kita hanya melihat kiprah Rio di F1 hingga GP Hungaria pada 24 Juli mendatang.

“Ya kalau tidak ada sponsor yang masuk, Rio hanya akan balap sampai dengan race Hungary,”ungkap ibunda Rio, Indah Pennywati dikutip dari INDOSPORT.com.

Dalam situasi seperti ini Rio sudah mulai was-was dan konsentrasinya mengakrabi MRT05 pun terganggu. Sang ibu mengaku Rio mulai sering bertanya tentang nasibnya.

“Iya kasihan dia, sering nanya ke saya apakah sudah ada sponsor.”

Tentu, kita tak ingin masalah ini akhirnya merenggut konsentrasi dan fokus Rio. Sebagai rookie F1, sejak tampil perdana di ajang F1 di Sirkuit Melbourne pada pertengahan Maret lalu hingga seri kelima di Catalunya, Spanyol, Rio masih harus beradaptasi baik dengan tunggangan maupun iklim kompetisi.

Patut diakui hasil yang ditorehkan Rio sejauh ini masih jauh dari harapan. Rio belum bisa memenuhi harapan, yang terkadang sangat tinggi dari masyarakat Indonesia. Alih-alih tampil memuaskan, Rio masih terus bergulat dengan tunggangan baru yang kerap bermasalah.

Sebagai debutan, apalagi di sebuah tim yang tak memiliki modal sumberdaya memadai, aneka persoalan teknis-mekanis itu seperti sahabat karib yang harus diakrabi. Di banding tim-tim lain, dengan Manor Racing, Rio harus bekerja dua kali atau beberapa kali lebih keras.

Maka kesulitan dana ini membuat beban yang harus dipikul Rio bertambah. Bisa dipastikan dengan cinta dan hasrat sebagai pebalap yang telah tertanam dalam-dalam, harus mengakhiri lebih dini “bulan madu” di puncak keinginan dan cita-cita, bukanlah sesuatu yang mengenakkan.

Bukan hanya Rio, kita pun tak ingin satu-satunya pebalap F1 dalam sejarah Indonesia, dan wakil semata wayang Asia itu mundur di tengah jalan. Tak ada yang mau melihat Rio hanya mengaspal di Monako (29 Mei), Kanada (12 Juni), Azerbaijan (19 Juni), Austria (3 Juli), Inggris (10 Juli) dan terakhir di Hungaria.

Menpora mengaku masih terus berusaha menghubungi perusahaan swasta, BUMN hingga meyakinkan DPR dan menteri Keuangan untuk membantu Rio. Namun, dalam kondisi perekonomian bangsa yang kembang-kempis, mengharapkan kucuran APBN  dengan menabrak aturan tak ubahnya punggung merindukan bulan.

Namun, Menpora tampaknya belum juga patah semangat. Membiarkan kenyataan pahit itu terjadi pada Rio Haryanto. Dan rela satu-satunya wakil Merah Putih itu lempar handuk di tengah jalan.
Walau demikian, seperti kata Menpora, sebelum segala pintu kemungkinan tertutup, harapan positif tetap harus dipelihara dan segala cara harus terus dicoba.

"Sebelum janur melengkung kita akan tetap berusaha membantu Rio. Tapi harus sadar keadaan di nasional kita saat ini dan harus mengerti. Meski begitu saya yakin ada kejutan hingga akhir waktu nanti."


Mudah-mudahan kejutan itu benar-benar terjadi.

Tulisan ini pertama kali dipublikasikan di Kompasiana, 25 Mei 2016.

http://www.kompasiana.com/charlesemanueldm/menanti-kejutan-untuk-rio-haryanto_57452c2042afbd4a0e91c13d

Comments

Popular posts from this blog

Menjaga Rantai Juara Indonesia di Singapura Open SS 2016

Menulis Terus Sampai Jauh...

Millennial Marzukiana, Strategi “Proxy War” Ananda Sukarlan untuk Bang Maing