Rindu Dendam Siap Meledak di Final Piala Thomas 2016

Tim Thomas Indonesia/Badmintonindonesia.org


Bukan Korea Selatan atau tuan rumah Tiongkok yang akhirnya ke partai final Piala Thomas 2016. Bukan pula juara bertahan Jepang , atau tetangga terdekat Malaysia. Melainkan Indonesia dan Denmark yang akan berhadap-hadapan di partai final yang bakal dihelat di Kunshan Sport Center, Minggu (22/05/2016) pukul 11.30 WIB.

Perjalanan Indonesia dan Denmark ke partai pamungkas tidaklah mudah. Merah Putih menumbangkan Korea Selatan yang sebelumnya menguburkan harapan tuan rumah, Tiongkok. Sementara Denmark mengatasi perlawanan Malaysia, setelah sebelumnya raja Eropa itu menyingkirkan Jepang.

Baik Indonesia maupun Denmark sama-sama optimis mampu membawa pulang lambang supremasi beregu tersebut ke negara masing-masing. Seperti diungkapkan manajer Tim Thomas dan Uber Denmark, Lars Uhre dikutip dari badmintonindonesia.org, "Indonesia, mereka punya pemain bagus. Tapi, kami tetap yakin bertemu Indonesia karena kami kuat dalam semua partai pertandingan. Kami punya enam pemain ganda yang bagus.”

Selain itu, pertarungan dramatis menghadapi Malaysia mempertembal kepercayaan diri Denmark. Pada laga itu Denmark lebih dulu tertinggal 0-2 setelah Lee Chong Wei mengandaskan pemain muda Viktor Axelsen dan pasangan dadakan  Mathias Boe/ Mads Conrad-Petersen digasak Goh V Shem/Tan Wee Kiong.

Namun Raja benua biru itu mampu menemukan titik balik usai Hans-Kristian Vittinghus menumbangkan Iskandar Zulkarnain Zainuddin. Dua partai terakhir, pun menjadi milik Denmark setelah Kim Astrup/Anders Skaarup Rasmussen membenamkan Koo Kien Keat/Tan Boon Heong dan Emil Holst membungkan Chong Wei Feng.

“Denmark menunjukkan semangat yang luar biasa meskipun sudah tertinggal lebih dulu. Saat ini saya tidak bisa berkata banyak tentang final karena masih ingin menikmati kemenangan ini,” lanjut Lars Uhre.

Di sisi lain, Merah Putih pun sedang on fire. Kemenangan atas Negeri Ginseng membuat Indonesia siap mencapai klimaks. Walau oleh Lars Uhre, Indonesia dan Denmark dinilai lolos karena lawan di semi final kelelahan usai tampil habis-habisan di laga sebelumnya, namun dari performa tim pencapaian ini tidaklah berlebihan. Bagi Indonesia, menjadi juara di babak kualifikasi Piala Thomas zona Asia di India   bulan  Februari  lalu menjadi bukti.

“Siapapun yang akan tampil di final, memang layak ke final. Jadi siapapun lawan, kami siap untuk menghadapi mereka, Denmark atau Malaysia,” ungkap Rexy Mainaky, Manajer Tim Thomas dan Uber Indonesia usai Indonesia menumbangkan Korea Selatan.


Manajer Tim Thomas dan Uber Denmark, Lars Uhre/badmintonindonesia.org

Sejarah pertemuan

Sebagai juara babak kualifikasi tingkat Asia, kini saatnya Indonesia membuktikan diri sebagai juara sejati. Bertemu raja Eropa ini menjadi duel ideal untuk membuktikan bahwa Indonesia pantas membawa pulang trofi tersebut yang sudah dinanti selama 14 tahun.

Seperti Indonesia, Denmark bukanlah muka baru di jagad bulutangkis dunia. Denmark memiliki akar bulu tangkis yang kuat, bahkan dalam hal tertentu profesionalisme pengelolaan bulu tangkis di negeri tersebut patut diacungi jempol.

Dalam sejarah pertemuan di Piala Thomas, kedua tim sudah empat kali bertemu. Artinya tahun ini menjadi pertemuan kelima.  Pertemuan terakhir terjadi di tahun 1996 yang berlangsung di Queen Elizabeth Stadium, Hong Kong.

Saat itu Indonesia yang diperkuat para tunggal terbaik yakni Joko Suprianto, Haryato Arbi, Alan Budikusuma dan Ardy B.Wiranata. Di sektor ganda ada Ricky Subagja, Rexy Mainaky, Denny Kantono, S.Antonius Budi Ariantho dan Bambang Suprianto. Sebagai yang terbaik pada masa itu, Indonesia menyapu bersih kemenangan dengan skor akhir 5-0.

Kemenangan tersebut tak hanya mengukuhkan Indonesia sebagai juara bertahan, juga menegaskan dominasi  atas Denmark dalam tiga pertemuan sebelumnya. Alias Indonesia tak sekalipun kalah dalam empat pertemuan.        

Rindu dendam

Pertanyaan penting kini, apakah rantai kemenangan Indonesia itu akan berlanjut? Mampukan Indonesia mempertahankan tren positif yang sudah dijaga selama bertahun-tahun lamanya?

Pada pertemuan kelima ini, segala hal sudah sangat berubah. Indonesia dan Denmark kala itu berbeda dengan saat ini. Kali ini Indonesia berkekuatan para pemain muda dengan hanya bertumpu pada tiga pemain senior yakni Tommy Sugiarto di sektor tunggal serta ganda kawakan Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan.

Sementara Denmark hadir dengan mayoritas pemain senior yang sudah sangat berpengalaman. Di sektor tunggal mereka memiliki Jan O Jorgensen. Pemain 28 tahun itu berada di rangking lima dunia. Di babak semifinal Denmark menepikan Jorgensen karena performa buruk, kalah di dua pertandingan sebelumnya.

Sebagai gantinya mereka memberi tempat pertama kepada pemain muda Viktor Axelsen, pemain 22 tahun yang kini bertengger di rangking empat dunia, di belakang Chen Long,  Lee Chong Wei dan      Lin  Dan.

Selain itu Denmark pun memiliki tunggal senior lainnya yang kini berada di rangking 13 dunia yakni Hans-Kristian Vittinghus.

Di sektor ganda mereka punya dua pasang ganda senior yakni  Mathias Boe yang berpasangan dengan Mads Conrad-Petersen, menggantikan Carsten Mogensen yang sedang dalam masa perawatan usai operasi otak. Serta Mads Pieler Kolding yang sejatinya berpasangan dengan Mads Conrad dan di semi final ditandemkan dengan Mathias Boe.  Bila tak dipongkar pasang kedua pasangan itu berada di rangking delapan dan sembilan dunia. Denmark punya satu pasang lagi yakni  Kim Astrup/Anders Skaarup Rasmussen yang kini berada di nomor 23 dunia.
Anthony Ginting/badmintonindonesia.org


Lantas, bagaimana peluang Indonesia?

Seperti disinggung sebelumnya Hendra/Ahsan yang sudah kembali ke performa terbaik menjadi kunci untuk mengimbangi tunggal pertama yang di atas kertas masih menjadi milik Denmark. Baik Axelsen maupun Jorgensen, peringkat mereka jauh lebih baik dari Tommy Sugiarto, apalagi dengan Jonatan Christie.

Demikianpun di ganda kedua kembali menjadi harapan untuk mengimbangi kekuatan tunggal kedua Denmark. Penampilan Angga/Ricky yang kian meningkat diharapkan menjadi modal untuk meladeni ganda Denmark yang sedang mencari bentuk setelah dibongkar-pasang karena absennya Carsten Mogensen.

Tunggal terakhir pun menentukan. Bisa saja Ihsan Maulana Mustafa akan bertemu tunggal nomor 13 dunia, Hans-Kristian Vittinghus bila Jorgensen dan Axelsen mengisi dua slot sebelumnya. Bila Jorgensen masih ditepikan, maka Ihsan akan bertemu Emil Holst. 

Bila bertemu pemain yang disebutkan terakhir itu, peluang Ihsan untuk menang terbuka lebar. Secara peringkat Ihsan lebih baik. Ihsan berada di rangking 31 dunia sementara Holst di  peringkat 47 dunia.

Namun formasi ini bisa saja berubah, mengingat kedua ofisial memiliki perhitungan dan 
pertimbangan sendiri. Tetapi satu yang pasti, tim yang diturunkan adalah yang terbaik.
Denmark  tentu tak ingin melepaskan momentum untuk mengakhiri catatan buruk dalam lima pertemuan dengan Indonesia, sekaligus membawa pulang trofi tersebut untuk pertama kalinya ke Denmark khususnya dan benua Eropa umumnya.

Setali tiga uang, Indonesia pun tak mau membuang kesempatan menang yang sudah berada di depan mata. Performa para pemain muda yang semakin meningkat, serta kerinduan juara yang diperam selama 14 tahun untuk trofi ke-14, niscaya menjadi bom waktu yang siap meledak besok.
            
"Kami siap melawan Denmark, kami tidak melihat atau berpikir Denmark mudah dikalahkan, tapi kami tetap fokus dan konsentrasi ke pertandingan," tutur Rexy Mainaky.

Selamat berjuang para Arjuna bangsa, kami menantikan Piala Thomas itu di Tanah Air.

Tulisan ini pertama kali dipublikasikan di Kompasiana, 21 Mei 2016.

http://www.kompasiana.com/charlesemanueldm/final-piala-thomas-2016-antara-sejarah-panjang-dan-rindu-yang-siap-meledak_573ff837a723bdc91cd130c5



Comments

Popular posts from this blog

Menjaga Rantai Juara Indonesia di Singapura Open SS 2016

Millennial Marzukiana, Strategi “Proxy War” Ananda Sukarlan untuk Bang Maing

Menulis Terus Sampai Jauh...