BCA Indonesia Open SSP 2016, Sportainment dan Momen Pembuktian

Suasana peluncuran dan konferensi pers BIO SSP 2016/ foto dari djarumbadminton.com

Euforia BCA Indonesia Open Super Series Premier (BIO) 2016 sudah mengemuka sejak beberapa waktu lalu. Mulai hari ini, Senin (30/05) turnamen bergengsi tersebut resmi dimulai hingga sepekan ke depan di Istora Senayan, Jakarta.  

Sebagaimana turnamen level sejenis di Tiongkok, Malaysia, Inggris (All England) hingga Denmark, keistimewaaan ajang tersebut di antaranya terletak pada jumlah poin dan total hadiah yang melebihi turnamen level super series atau level di bawahnya. Sebagai contoh, sang pemenang di ajang ini mendapat 11.000 poin, atau hanya berselisih 1000 poin dari peraih medali emas Olimpiade dan Kejuaraan Dunia.

Hadiah yang bakal dibawa pulang para pemenang pun menggiurkan. Minimal total prize money yang disediakan penyelenggara adalah USD500.000. Namun, dari waktu ke waktu setiap negara berlomba-lomba untuk meningkatkan jumlah fulus.

Itulah sekelumit alasan ajang tersebut dinilai bergengsi. Dan mendorong para pebulutangkis terbaik dari seantero jagad, terutama yang berada di rangking 10 besar BWF, ambil bagian.

Namun, di balik segala kegemerlapannya, sejak berstatus super series premier pada 2011 dan disponsori BCA sejak tiga tiga tahun terakhir, Indonesia selalu tampil beda. Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF) mendaulat Indonesia Open sebagai turnamen terbaik di dunia pada 2012, atau setahun setelah naik level dari super series.

Hingga kini predikat tersebut belum juga memudar. Malah dari waktu ke waktu pesona Indonesia Open semakin bersinar. Lantas, apa lagi yang membuat BIO kali ini berbeda?

Pertama, sejak menggantikan Djarum sebagai sponsor utama pada 2014 lalu, BCA selalu berkomitmen untuk menghadirkan perhelatan yang berkesan. Fasilitas dan segala sesuatu disiapkan secara baik sebagai bentuk dukungan baik bagi para pemain maupun pencinta olahraga tepok bulu itu.

Direktur BCA Armand W.Hartono mengatakan, “Menjadi sponsor utama dalam turnamen ini merupakan bagian dari komitmen BCA untuk turut memajukan Indonesia dalam segala bidang, salah satunya melalui olahraga. Sebuah kebanggaan besar bagi kami untuk ketiga kalinya menjadi bagian dari pesta bulu tangkis terbesar di Tanah Air.”

Setia tiga tahun ambil bagian dalam pesta bulu tangkis terbesar di Tanah Air itu, BCA pun selalu menarik para peserta dengan total hadiah yang terus meningkat. Tahun ini prize money yang disediakan sebesar USD 900 ribu (lebih dari Rp12 miliar), naik USD1000 dari tahun sebelumnya.
Seperti diakui  Achmad Budiarto pada kesempatan bincang-bincang dengan para blogger di salah satu resto di wilayah Sarinah, Jakarta, beberapa waktu lalu, BIO kali ini menjanjikan hadiah terbesar kedua setelah Australia Open Super Series pada awal Juni nanti.

“Total prize money BIO adalah yang terbesar kedua setelah Australia Open yakni USD 1 juta,”tutur pria yang menjabat sebagai Wakil Sekretaris Jenderal PP PBSI itu.

Kedua, atmosfer. Seperti tahun-tahun sebelumnya perhelatan Indonesia Open selalu mendatangkan kesan tersendiri di hati para pebulutangkis mancanegara. Teror dari seisi Istora dalam aneka ekspresi bisa mengguncangkan mental dan semangat tanding peserta.

Namun, seiring berjalannya waktu, euforia yang menantang itu berganti menjadi rasa rindu. Tak sedikit pebulutangkis luar negeri yang selalu kangen dengan atmosfer fans Indonesia.
Menurut Achmad Budiarto, dahulu ‘serangan’ dari penonton menjadi momok menakutkan, namun saat ini berganti rindu.

“Suporter Indonesia itu sportif, mendukung yang bermain baik,”tegasnya.

Kesan yang sama keluar dari pebulutangkis senior Fran Kurniawan Teng. Spesial ganda kelahiran Palembang 31 tahun silam tak menepis atmosfer Istora yang menggelitik rasa rindu. Bisa jadi faktor non teknis itulah yang mendorongnya kembali ke Istora, mencoba peruntungan di BIO kali ini bersama Fernando Kurniawan sejak babak kualifikasi.

Selain penonton yang bikin kangen, atmosfer sekitar pun disulap sedemikian rupa untuk memanjakan para penonton. Di luar arena para penonton dimanjakan dengan kehadiran aneka booth yang menajakan varian makanan, minuman, permainan dan hiburan.

Hal itulah yang membuat Indonesia Open kali ini semakin berbeda. Ada perpaduan apik antara unsur sport dan enternainment. Sportainment. Indonesia Open pun hadir dengan terobosan baru, menjadi satu-satunya turnamen bulutangkis yang mengkombinasikan kedua unsur itu.

“Para penonton tidak hanya menikmati olahraga tetapi juga hiburan. Hal itu bisa dinikmati keluarga baik pertandingan yang berlangsung di dalam, maupun di luar ruangan dengan adanya games, pertunjukan, makanan serta minuman,”ungkap Achmad Budiarto berapi-api.

Mantan pebulutangkis yang kini menjadi Humas PBSI, Yuni Kartika membenarkan hal itu. Berpengalaman malang melintang ke segenap penjuru dunia, menurut Yuni, Indonesia Open tiada duanya. Daya tarik Istora begitu luar biasa sehingga membuat para tamu terhibur.

“Tidak hanya pemain, pelatih dan manajer juga senang karena mereka mendapatkan hiburan di Indonesia Open,”tutur Yuni.

Ketiga, BIO menjadi satu dari tiga turnamen terakhir sebelum perhelatan Olimpiade Rio de Janeiro pada Agustus mendatang. Kejuaraan beregu Piala Thomas dan Uber beberapa waktu lalu, BIO dan turnamen Australia Open pada awal Juni nanti, memainkan peran penting bagi para pebulutangkis yang telah lolos ke ajang multievent itu.

Prestasi yang diukir di dua ajang terakhir ini akan menentukan posisi mereka di daftar rangking BWF. Nantinya posisi terbaik yang dikejar akan berperan penting saat pengundian atau seeding. Semakin baik rangking maka peluang untuk bertemu lawan kuat dapat dihindari sedini mungkin.

Pada ajang Olimpiade kali ini Indonesia mengirim 10 wakil, masing-masing satu utusan dari tunggal putra dan tunggal putri, satu pasang ganda putra, dan dua pasang ganda campuran.

Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan misalnya, yang kini berada di rangking dua dunia berharap bisa mempertahankan posisi tersebut hingga sebelum Olimpiade. Tujuannya, saat pengundian nanti, peluang untuk bertemu unggulan teratas, Lee Yong Dae/Yoo Yeon Seong asal Korea Selatan bisa dihindari hingga sebelum bertemu di partai pamungkas.

Namun, di sektor ganda campuran, sebagaimana diungkapkan Achmad Budiarto, peluang pasangan unggulan untuk bertemu lebih awal terbuka lebar. Karena itu, ajang BIO dan turnamen terakhir menjadi kesempatan untuk mengukir peringkat sebaik mungkin sambil menempa fisik dan teknik.
“Seeding Olimpiade, rangking lima dan delapan bisa bertemu lebih awal,”aku Budiarto.

Keempat, bagi pebulutangkis Indonesia lainnya, BIO kali ini menjadi momentum untuk mengasah diri dan menambah jam terbang. Hadirnya para pemain terbaik sedunia adalah kesempatan untuk uji tanding sambil menimba ilmu dan menempa mental. Tak heran kesempatan berlaga di kandang sendiri dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh para pemain Tanah Air yang kali ini total berjumlah 44 orang.

Selain itu, bagi para pemain muda, terutama pasca berlaga di Piala Thomas dan Piala Uber, BIO menjadi ajang pembuktian bakat besar yang telah menyingsing di Kunshan, Tiongkok beberapa waktu lalu.

Di balik itu ada semangat ‘balas dendam’ positif yang bisa ditunjukkan Ihsan Maulana Mustofa, Anthony Sinisuka Ginting serta Jonathan Christie saat bertemu kembali dengan para pemain Denmark yang mengalahkan mereka di partai final Piala Thomas.

Seakan merestui hasrat tersebut, bila tak ada aral Anthony berpeluang revans atas Jan O Jorgensen, pemain senior tim Dinamit yang membuatnya mati kutu.

Selain itu, para pemain muda bisa menyerap ilmu saat bertemu para pemain kawakan sekaliber Lin Dan, Chen Long, serta Lee Chong Wei yang berada di tubir masa pensiun.

Di sektor putri, para pemain muda seperti Hanna Ramadhini, Fitriani, Gregoria Mariska (tunggal) serta Rosyita Eka Putri Sari dan Ni Ketut Mahadewi Istirani (ganda) mendapat kesempatan untuk membuktikan potensi yang telah ditunjukkan di Piala Uber lalu. Gregoria dan Fitriani misalnya telah mampu bersaing dan mengalahkan tunggal ketiga Thailand.

Berhasil memenuhi target mencapai babak perempatfinal dengan modal para srikandi muda itu, gelaran BIO kali ini adalah momentum untuk menegaskan kepada publik bahwa era baru telah tiba. Masa kegelapan sektor putri sudah berakhir. Kini fajar baru yang telah terbit di Kunshan akan semakin menyingsing di Istora.

Dari penuturan Yuni Kartika, para pemain putri kerap merasa tertekan akibat serangan yang dilancarkan kepada mereka.

“Mereka tertekan karena dibully, padahalah selama latihan hingga tampil di lapangan mereka telah berjuang mati-matian.”

Kini saatnya mereka membuktikan dan membalikkan semua kesan miring itu.





Comments

Popular posts from this blog

Menjaga Rantai Juara Indonesia di Singapura Open SS 2016

Menulis Terus Sampai Jauh...

Millennial Marzukiana, Strategi “Proxy War” Ananda Sukarlan untuk Bang Maing