Southgate, Gembala Penyelamat The Three Lions?

Gareth Southgate/BBC.com


Gareth Southgate belum lama menikmati tantangan baru sebagai pelatih timnas Inggris. Mantan bek timnas Inggris itu “naik kelas” dari pelatih timnas Inggris U-21 menyusul kepergian Sam Allardyce yang begitu cepat. Big Sam terpaksa meninggalkan pekerjaan yang baru ditangani selama 67 hari dengan hanya satu pertandingan internasional.

Terlepas dari persoalan Big Sam, kini perhatian publik sepak bola Inggris sedang tertuju pada Southgate. Dalam posisi sebagai pelatih interim, pria 46 tahun itu seperti berada dalam masa uji coba apakah pantas mendapat restu FA untuk menyandang status pelatih permanen.

Ketika pertanyaan tersebut diajukan kepada Southgate, jawabannya positif. Tak terkalahkan dalam empat pertandingan internasional membuat mantan pelatih Middlesbrough itu hakul yakin untuk segera ditetapkan sebagai pelatih tetap.

Ia membuka hasil positif dengan kemenangan atas tim gurem Malta di kualifikasi Piala Dunia, sebelum bekerja keras dalam laga yang berakhir kaca mata dengan Slovenia. Lantas  membungkan “saudara” Skotlandia tiga gol tanpa balas, dan terkini bermain seri 2-2 menghadapi Spanyol dalam laga persahabatan, Rabu (16/11/2016).

Kemenangan atas tim lemah tentu kurang meyakinkan masuk daftar evaluasi. Hasil seri atas Slovenia, dan laga imbang kontra salah satu tim terbaik dunia, Spanyol lebih dijadikan bahan pertimbangan.

Menghadapi Spanyol di hadapan publik sendiri di Stadion Webley itu, The Three Lions tampil baik. Memaksa Spanyol bekerja keras hingga menit-menit akhir pertandingan untuk mengejar ketertinggalan usai Adam Lallana mencetak gol penalti di menit sembilan dan Jamie Vardy sukses meneruskan umpan silang Jordan Henderson ke gawan Pepe Reina di awal babak kedua.

Namun kemenangan di depan mata itu berubah hanya dalam beberapa menit saja. Gol Iago Aspas satu menit sebelum waktu normal usai dan lesatan Isco di menit ke-95 akhirnya menghindarkan armada Julen Lopetegui dari kekalahan.

Bagi skuad Tiga Singa hasil tersebut kurang adil untuk performa tim yang lebih efektif dan bertaji. Dan hasil itu cukuup menggoreskan sesal di hati fans melihat betapa anergik, dan penuh percaya diri para pemain Inggris meladeni gaya tiki-taka dan penguasaan bola Tim Matador.

Bagi Southgate hasil tersebut lebih dari cukup. Pria yang hanya kehilangan tiga laga dari 34 pertandingan bersama timnas junior Inggris itu, cukup percaya diri menarik konklusi sebagai puncak dari batu ujian yang sukses dilewati.

“Hingga saat ini, di bawah sorotan, dan dalam aneka pertandingan di bawah tekanan intensif, Anda tidak pernah yakin bagaimana hal itu akan menjadi. Saya telah membuktikan bahwa saya bisa menangani kesempatan-kesempatan besar,”ucapnya mantap dikutip dari BBC.com.

Meski demikian ia sadar keputusan sepenuhnya berada di pihak FA. Bila tak dipercaya menangani tim senior, tempatnya di timnas U-21 menuju Kejuaraan Eropa musim panas mendatang di Polandia belum tergantikan.

Dari desas-desus yang berkembang belakangan, langkah Southgate menuju kursi utama tim senior semakin dekat. Pengumuman resmi dari pihak FA dalam 24 jam ke depan, tak akan melenceng.

Mantan senior eksekutif FA yang memberi jalan bagi Southgate menjadi manajer timnas U-21, Adrian Bevington menyebutnya layak. Lebih dari itu, sosok yang masuk tim panel seleksi pelatih timnas itu, mengaku sekarang pun waktu yang tepat bagi Southgate untuk bertugas di timnas senior.

"Saya pikir dia cocok dengan pasang dan surut, irama sepak bola internasional," tandasnya dalam salah satu program BBC Radio 4.

Lebih dari itu sentuhan Southgate dinilai sudah memberi perubahan. Ada perubahan taktik dalam tim, meski tidak kurang suara monor mengiringi kiprah Southgate selama ini terutama kecolongan saat menghadapi La Furia Roja.

Perubahan tersebut tak lepas dari keputusan berani untuk menepikan Wayne Rooney, salah satu pemain senior yang hampir tak pernah menyentuh bangku cadangan di masa-masa kepelatihan sebelumnya.

Sebaliknya dengan pengamatan yang jeli pula, ia mulai memberi ruang bagi para pemain berbakat seperti John Stones, Eric Dier, Dele Alli, Raheem Sterling dan Marcus Rashford.Tak lupa memberikan suntikan pengembali kesadaran kepada para pemain seperti  Adam Lallana dan Jordan Henderson yang kini berperan penting di lini tengah tim, pun Jamie Vardy dan Theo Walcott di lini depan.

Namun bila saja nanti ditunjuk sebagai pelatih pekerjaan rumah Southgate yang sesungguhnya baru dimulai. Hasil imbang atas Spanyol yang melengkapi rekor positif tak terkalahkan, tidak bisa dijadikan patokan untuk kesuksesan di masa depan. Toh Inggris pernah membungkam Jerman 3-2 di Berlin pada Maret lalu yang membuat publik menjadikan armada Hodgson sebagai favorit di Euro 2016. Namun saat momen pembuktian itu tiba, ekpektasi itu bertolak belakang. Alih-alih juara, Tim Tiga Singa justru dibungkam tim kejutan Islandia di babak 16 besar dan Hodgson pun harus menebusnya dengan pengunduran diri.

Bila nantinya mendapat kepercayaan penuh, beban mengembalikan kejayaan yang telah lama hilang akan semakin besar. Bila tidak mampu menjadi seperti tim Terry Venables di Euro 1996, setidaknya bisa lebih baik dari Sven-Goran Eriksson, Fabio Capello dan Roy Hodgson yang terbukti tidak bisa berbuat apa-apa.


"Ada banyak potensi (di tim). Tapi ada jalan panjang yang harus dilalui sebelum kami dapat mencapai posisi sebagai tim top,"aku Southgate.

Tulisan ini pertama kali dipublikasikan di Kompasiana, 17/11/2016.

Comments

Popular posts from this blog

Menjaga Rantai Juara Indonesia di Singapura Open SS 2016

Menulis Terus Sampai Jauh...

Millennial Marzukiana, Strategi “Proxy War” Ananda Sukarlan untuk Bang Maing