Seperti Apa Nasib Olahraga Dunia di Tangan Donald Trump?
Donald Trump sedang bermain golf/BBC.com
Amerika Serikat (AS) khususnya dan dunia umumnya belum juga “tenang”
pasca kemenangan Donald Trump atas Hillary Clinton untuk menjadi orang nomor
satu di negeri itu. Berbagai rencana aksi dan kebijakan kontroversial seperti
dihembuskan pria bernama lengkap Donald John Trump selama masa-masa kampanye
menuju Gedung Putih masih berada dalam bayang-bayang tanda tanya.
Kemenangan jutawan 70 tahun itu lantas menimbulkan kecemesan
dan ketakutan di sejumlah kalangan terkait kebijakan yang akan diambil. Tak
hanya di bidang politik, sosial, dan ekonomi, dunia olahraga pun sedang berada
dalam ketidakpastian, menanti arah biduk kebijakan yang bakal dimainkan putra Fred Trump, ahli pembangunan dan
pemasaran Real Estate di New York itu.
Richard Conway, koresponden BBC Radio 5 menulis sebuah
artikel menarik berjudul “Donald Trump: How will the new US presiden impact on
sport?” Seperti judul artikel yang ditayangkan di BBC.com itu, Richard mempertanyakan sejauh mana pengaruh Trump
terhadap dunia olahraga domestik maupun dunia.
Trump akan menjadi orang yang paling berpengaruh tidak hanya
di AS juga kawasan dan dunia. Sebagai negara adidaya, pengaruh AS tak
terbantahkan. Suara dan sikap yang akan diambil Trump jelas akan berpengaruh
luas. Tak terkecuali dalam dunia olahraga.
Melenggangnya Trump ke Gedung Putih melahirkan tanda tanya terhadap
sejumlah agenda olahraga besar yang berpeluang dihelat di AS. Los Angeles
sedang bersaing dengan Paris, Prancis dan Budapest, Hungaria untuk menjadi tuan
rumah Olimpiade dan Paralimpiade 2024.
Komite Olimpiade Internasional (IOC) akan mengadakan
pemungutan suara untuk menentukan tuan rumah Olimpiade pada September tahun
depan. Walikota LA Eric Garcetti,
seorang Demokrat yang mendukung Hillary Clinton, mengaku anggota IOC khawatir terhadap
Trump.
"Bagi kami, saya pikir anggota IOC mungkin telah mengatakan
hal-hal tertentu. Sebuah Amerika yang bergulir ke dalam, seperti negara yang
bergulir ke dalam, tidak baik untuk perdamaian dunia, tidak baik untuk kemajuan,
tidak baik untuk kita semua,"tandasnya.
Rencana Trump untuk meningkatkan proteksionisme baik dalam
konteks ekonomi maupun sosial-budaya jelas bertentangan dengan semangat IOC
yang berdiri di atas keberagamanan budaya dan negara.
Presiden IOC Thomas Bach pun sempat mengkritik sikap Trump
untuk melakukan deportasi jutaan imigran ilegal dan membatasi arus imigrasi Muslim.
Bach menilai sikap Trump tersebut adalah cerminan egoisme yang mengaku superior
dan unggul atas yang lain.
Selain Olimpiade, AS juga sedang berusaha menjadi tuan rumah
Piala Dunia 2026. Meski belum dipastikan masuk daftar unggulan, AS
disebut-sebut berpeluang besar setelah tahun ini sukses menghelat Copa America
Centenario.
Keputusan terkait tuan rumah pesta sepak bola terakbar di
dunia itu berada di tangan Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA). Selain sedang
berpikir tentang tuan rumah, di bawah kepemimpinan Gianni Infantino FIFA sedang
ditata ulang setelah selama sekian tahun berada dalam jerat kekuasaan Sepp
Blatter yang sarat skandal dan korupsi.
Dalam situasi seperti itu jelas FIFA ingin agar
penyelenggaraan Piala Dunia bebas dari kesalahan masa lalu. Keterpilihan sebuah
negara tidak lagi di dasarkan atas permainan di bawah tangan, karena suap dan
korupsi. Tetapi murni karena diplomasi, jaminan finansial, iklim politik dan
keamanan yang benar-benar mendukung.
Dalam aspek tertentu jelas AS mampu untuk itu. Namun untuk
bisa mengambil hati dan meyakinkan FIFA sikap dan arah kebijakan domestik juga
masuk hitungan utama. Trump pernah mewacanakan untuk membangun tembok pembatas
di sepanjang perbatasan AS dan Meksiko untuk membendung masuknya imigran ilegal.
Kebijakan ini jelas mendapat pertentangan, termasuk akan
mempengaruhi suara dukungan dari negara-negara sekitar. Bagaimana AS bisa
mengambil hati Meksiko dan negara-negara di kawasan bila kebijakan yang diambil
“melukai” para tetangga?
Selain itu, sikap tersebut membuat negara-negara lain,
terutama negara-negara muslim was-was untuk datang ke AS. Bisa saja kecemasan
dan ketakutan itu akan mempengaruhi sikap FIFA. Dalam bahasa lain, seakan
mewakili ketakutan publik Garcetti melontarkan pertanyaan, “Apakah Amerika akan
mengambil giliran aneh ini?”
Masih terkait sepak bola. Satu hal penting yang sedang dinanti
adalah kelanjutan sikap AS terkait skandal mantan sejumlah pejabat tinggi FIFA
yang tertangkap pada Juni 2015 di sebuah
hotel mewah di Zurich, Swiss . Saat ini
publik masih menanti nasib mantan presiden FIFA Jack Warner dari Trinidad dan
Tobagol yang sedang dalam proses ekstradisi. Di samping itu, eks wapres FIFA
lainnya Jeffrey Web sedang menanti putusan pengadilan AS.
Tanda tanya mengemuka, apakah Trump akan memberikan
perhatian pada persoalan yang telah mencederai semangat sportifitas dan
keadilan sepak bola dunia? Sikap Trump akan tercermin dalam sosok Jaksa Agung
yang akan diangkat. Mantan Walikota New York, Rudy Giuliani, disebut-sebut akan
menggangikan posisi Loretta Lynch sebagai Jaksa Agung. Apakah Trump dan
Giuliani akan berpihak pada keadilan dan menegakan semangat anti korupsi atau
tidak.
Masih banyak hal lain yang bisa diangkat. Salah satunya
adalah rencana kebijakan proteksionisme AS dalam kaitan dengan geliat AS untuk
semakin menduniakan sejumlah kompetisi di beberapa cabang olahraga seperti NBA,
NFL dan sebagainya. Apakah rencana Trump untu memberlakukan tarif tinggi pada
barang impor berdampak positif atau negatif terhadap ekspansi sejumlah proyek
olahraga yang sudah mulai kelihatan hasilnya itu? Apakah masukya NBA dan NFL di
sejumlah kota besar seperti London, Barcelona, Rio de Janeiro, Mexico City,
Shanghai dan Berlin, sejak beberapa tahun terakhir akan semakin berkembang atau
sebaliknya?
Publik tentu benar-benar menanti sikap yang akan diambil
Trump. Patut diingat Trump bukanlah sosok yang anti terhadap dunia olahraga. Ia
merupakan salah seorang penggemar berat golf dan pernah terlibat dalam sejumlah
event olahraga seperti pembawa obor Olimpiade.
Dalam pidato kemenangannya, Trump sempat melontarkan pernyataan
yang meneduhkan, seakan memberikan ketenangan hati kepada masyarakat AS dan
dunia yang terlanjur cemas dan khawatir dengan sejumlah rencana kebijakan.
Ia mengaku siap bergaul dengan semua bangsa, dan membuka
hati kepada bangsa-bangsa lain untuk bergaul dengan AS. Apakah suara Trump itu
akan menetralisir keadaan, semakin memperkuat posisi dan daya tawar AS untuk
menjadi tuan rumah sejumlah event akbar dan membangkitkan optimisme terhadap
penyelesaian sejumlah persoalan krusial di dunia olahraga?
Sepertinya tak ada yang bisa memastikan, selain sang waktu.
Tulisan ini pertama kali dipublikasikan di Kompasiana, 12/11/2016.
Comments
Post a Comment