Indonesia, Lebih Serius Berkaca pada Tiongkok

Chico Aura Dwi Wardoyo (paling kanan) dan para peraih medali tunggal putra WJC 2016/badmintonindonesia.org

Kejuaraan Dunia Junior (WJC) 2016 baru saja usai di Bilbao Arena, Bilbao, Spanyol, Minggu (13/11) kemarin. Posisi Tiongkok sebagai gudang pebulutangkis handal belum juga tergoyahkan. Kontingen Negeri Tirai Bambu berhasil membawa pulang lima medali emas, dua medali perak dan 1 medali perunggu.

Hasil fantastis tersebut berasal dari kategori beregu dimana Piala Suhadinata kembali diboyong ke Asia Timur. Selain itu dari nomor individual, empat dari lima Piala Eye Level berhasil direbut para pemain muda Tiongkok. Hasil ini melebihi pencapaian tahun sebelumnya di Lima, Peru yakni tiga medali emas, semuanya dari nomor ganda.

Tiongkok nyaris menyapu bersih Piala Eye Level andai saja ganda putri unggulan teratas Du Yue/Xu Ya tak terpeleset saat menghadapi wakil Jepang unggulan dua Sayaka Hobara/Nami Matsuyama melalui pertarungan tiga game selama 1 jam dan 24 menit dengan skor akhir 25-23 19-21 21-14.

Empat medali emas lainnya disumbangkan tunggal putri Chen Yufei yang mengalahkan wakil Thailand Pornpawee Chochuwong, 21-14 21-17; ganda putra unggulan satu Han Chengkai/Zhou Haodong yang menyingkirkan wakil Korea Selatan Lee Hong-sub/Lim Su-min 21-17 21-14; ganda campuran unggulan teratas He Jiting/Du Yue yang menyudahi perlawanan rekan senegara Zhou Haodong/Hu Yuxiang 21-13 21-15; serta tunggal putra Sun Feixiang (unggulan lima) yang membuyarkan satu-satunya wakil Indonesia di partai final, Chico Aura Dwi Wardoyo, 21-19 21-12.

Sementara kekalahan Chico membuat Indonesia harus puas dengan satu medali perak, plus satu medali perunggu yang disumbangkan ganda putri Yulfira Barkah/Jauza Fadhila Sugiarto. Seperti diberitakan sebelumnya langkah Yulfira/Jauza terhenti di semi final di tangan Sayaka Hobara/Nami Matsuyama yang kemudian menjadi jawara.

Secara keseluruhan hasil ini menempatkan Indonesia berada di urutan terakhir dari daftar negara peserta yang berhasil membawa pulang medali. Kontingen Merah putih berada di belakang Malaysia (satu perak dan dua perunggu), Thailand (satu perak dan tiga perunggu), Jepang (satu emas dan dua perunggu) serta Tiongkok di urutan teratas dengan total delapan medali.
Jawara WJC 2016 nomor ganda campuran dari Tiongkok He Jiting and Du Yue/sport360.com

Berkaca dari Tiongkok
Patut diakui hasil WJC kali meleset dari target terutama di kategori beregu campuran. Seperti tiga edisi terakhir Merah Putih selalu menjadi finalis sebelum ditumbangkan Tiongkok, kali ini langkah Gregoria Mariska Tunjung dan kolega hanya sampai babak perempatfinal,takluk dari Malaysia. Indonesia pun mengakhiri kiprah di WJC ini berada di peringkat lima setelah Thailand, Jepang, Malaysia dan Tiongkok.

Berbanding terbalik dengan sektor beregu campuran, di nomor perorangan hasil ini melebihi ekpektasi. Indonesia terakhir kali membawa medali empat tahun lalu melalui pasangan ganda campuran Edi Subaktiar/Melati Daea Oktaviani. Sejak 2012 itu, Indonesia berpuasa medali nomor perorangan dan baru terpenuhi kembali kali ini.

Tentu hasil di nomor perorangan itu merupakan buah penampilan dari Chico, Yulfira Barkah serta Jauza Fadhila Sugiarto. Chico sebelumnya hanya ditargetkan tembus babak delapan besar. Sedangkan Yulfira/Jauza tidak memiliki target tinggi karena baru dipasangkan. Hasil ini menunjukkan bahwa ketiganya memiliki potensi untuk terus berkembang.

Penting bagi Indonesia untuk terus berkaca, bahkan lebih serius lagi pada Tiongkok. Kesuksesan Tiongkok menunjukkan secara gamblang proses regenerasi yang berlangsung baik. Tiongkok seakan tak pernah kehabisan bibit pemain berbakat di semua sektor.

Kondisi ini berbanding terbalik dengan Indonesia yang mengalami kelangkaan di sejumlah titik terutama bagian putri. Belum juga muncul talenta-talenta muda yang bisa mengikuti jejak Susi Susanti, Mia Audina dan beberapa mantan pemain lainnya.

Saat ini di sektor putri Indonesia sudah mendapatkan sejumlah bibit, salah satunya Gregoria Mariska Tunjung. Pebulutangkis 17 tahun itu diharapkan mampu berkembang menjadi pemain yang bisa diandalkan. Namun di WJC kali ini performa dara kelahiran Wonogiri itu kurang konsisten.

Artinya masih banyak pekerjaan rumah yang harus dibenahi terhadap para pemain belia yang masa depannya masih sangat panjang. Tidak hanya untuk Gregoria, juga pemain-pemain muda lainnya. Hal ini penting mengingat para pemain Tiongkok seusai Gregoria dan Chico saja sudah tampil jauh lebih baik, dengan kualitas terdepan.

Pengakuan tersebut keluar dari mulut manajer tim Indonesia Fung Permadi pasca kekalahan Chico di partai final. Menurutnya Chico sudah tampil maksimal, namun patut diakui lawan tampil lebih siap baik secara mental maupun skill.

Bila prospek para pemain muda itu tetap terjaga maka tidak ada pilihan lain selain mengejar tingkat kemajuan para pemain muda Tiongkok saat ini yang sudah berada di depan. Jika tidak maka ketertinggalan Indonesia akan semakin jauh.

Saat ini, dengan tingkat persaingan yang kian merata karena negara-negara yang semula tidak diperhitungkan sudah mulai serius berbenah dan menata diri, maka Indonesia pun harus mengambil sikap yang sama. Mempertahankan pola yang sama berarti hasil yang bakal dituai akan serupa pula, bahkan bisa lebih tertinggal.

WJC ini bukan sekadar turnamen untuk memenuhi agenda formal tahunan. Lebih dari itu inilah panggung pertunjukkan talenta-talenta muda yang akan mengisi arena pertandingan di masa mendatang. Hasil yang terjadi saat ini sedikit banyak menjadi tolak ukur pencapaian di masa depan walau masih ada proses yang harus dilewati dengan seribu satu kemungkinan dan kejutan.

Setidaknya pengalaman Tiongkok dan sebagian besar mantan para jawara dunia junior menunjukkan betapa masa depan bisa dilihat sejak dini. Deretan pemain hebat seperti Chen Long (tunggal putra senior Tiongkok), Viktor Axelsen (tunggal putra masa depan Denmark), tunggal putri Rachanok Intanon (juara dunia dan peringkat satu dunia termuda dari Thailand) dan Nozomi Okuhara (tunggal putri Jepang) adalah jebolan WJC.

Demikianpun setelah menjuarai WJC tahun lalu, pasangan muda Tiongkok Zheng Siwei dan Chen Qingchen yang turun di nomor ganda campuran dan ganda putra sudah langsung melejit dan kini mulai meramaikan persaingan di papan atas dunia.

Tahun depan giliran Indonesia (Yogyakarta) menjadi tuan rumah WJC. Saat itu kita melihat apakah WJC 2016 ini memberikan jejak yang positif untuk mencetak semakin banyak bibit muda, atau Indonesia masih harus melewati masa penantian yang entah kapan akhirnya.

Tulisan ini pertama kali dipublikasikan di Kompasiana, 15/11/2016.

Comments

Popular posts from this blog

Menjaga Rantai Juara Indonesia di Singapura Open SS 2016

Menulis Terus Sampai Jauh...

Millennial Marzukiana, Strategi “Proxy War” Ananda Sukarlan untuk Bang Maing