Perang Bintang ‘Final Dini’ Copa America Centenario

Silvia Izquierdo/Associated Press

Pertandingan pembuka penyisihan Grup D antara Argentina kontra Chile, Selasa (07/06) pagi WIB, merupakan partai ulangan final Copa America 2015. Laga keduanya tak ubah final dini di edisi Centenario, perayaan ke-100 Copa America.

Levi's Stadium akan menjadi panggung pembuktian kedigdayaan La Roja terhadap tim sarat bintang itu. Kemenangan adu penalti di kandang sendiri tahun lalu, setelah kedua tim bermain imbang di waktu normal, bakal diuji lagi kali ini.

Sebaliknya,Tim Tango menghadapi laga ini dengan rasa dendam yang membara. Sebagai salah satu lumbung pemain bintang,  puasa gelar internasional sejak 1993 silam bukanlah kenyataan yang mengenakkan. Pemilik 14 kali gelar Copa America itu belum juga ‘move on’ setelah terakhir kali merengkuh gelar akbar Amerika Selatan itu pada 1993, usai mengalahkan Meksiko.

Setelah itu, nasib baik Albiceleste hanya berakhir sebagai finalis. Kegagalan di final Piala Dunia 2014 melengkapi tiga kali kekalahan di final Copa America, sejak keikutsertaannya pada 1921. Apakah itu harga yang pantas diterima untuk tim sarat bintang seperti Argentina?

Tak pelak, pemanggilan semua sumber daya pemain Argentina di sejumlah liga top Eropa, bahkan beberapa dari antaranya terpaksa ditepikan (seperti Paulo Dybala yang bersinar bersama Juventus, Carlos Tevez yang masih bertaji di Boca Junior dan Mauro Icardi di Inter Milan), dalam rangka memutus rantai kegagalan tersebut. Sekaligus, sebagai bentuk demitologisasi atas kutukan sebagai spesialis runnerup, yang mana sudah berjumlah 13 kali.

Dengan para pemain terbaik di posisinya, armada Gerardo Tata Martino pun kembali difavoritkan kali ini. Sejumlah bursa taruhan tak segan-segan menempatkan Argentina sebagai kandidat juara, di samping Brasil, Uruguay dan sang juara bertahan.

Sebagai juara bertahan, Chile masih pantas diunggulkan. Dengan mempertahankan sebagian besar skuad juara, minus Jorge Sampaoli sebagai pelatih, di bawah asuhan Juan Antonio Pizzi kekuatan Alexis Sanchez masih layak diperhitungkan.

Namun, komposisi skuad Chile sedang dalam sorotan. Empat kekalahan dalam lima laga terakhir mendatangkan kecemasan tersendiri saat menghadapi Argentina yang sedang berada di jalur positif. Lionel Messi cs tak terkalahkan dalam lima pertandingan terakhir baik di pentas uji coba maupun kualifikasi Piala Dunia 2018 zona Amerika Selatan.

Perang bintang
Perbedaan statistik tersebut bisa dipastikan tak akan mengurangi tensi permainan kedua tim yang bakal meninggi. Sejarah masa lalu akan berpelukan dengan gengsi dan prestise para pemain dari kedua kubu yang malang melintang di kompetisi elit dunia.

Pertama, Ramiro Funes Mori vs Alexis Sanchez. Funes Mori dipanggil Tata Martino tak lepas dari penampilan cemerlang bersama River Plate. Taji bek 25 tahun bersama timnas sudah teruji pada Maret lalu, termasuk saat berhadapan dengan Sanchez di kualifikasi Piala Dunia 2018.

Saat itu, Albiceleste mampu meraih kemenangan 2-1. Hal ini tak lepas dari andil Funes Mori meredam agresivitas Sanchez yang musim ini melempem bersama Arsenal di Liga Primer Inggris.

Pengalaman pertemuan tersebut sedikit banyak akan berpengaruh pada pertandingan kali ini. Dengan tugas yang sama mengawal Sanchez, Funes Mori dituntut untuk mempertahankan performa tersebut. Kedisiplikan mutlak diperlukan demi mengimbangi penampilan Marcus Rojo yang cenderung labil.

Sementara Sanchez akan berupaya untuk bergerak lebih ke kanan, menarik konsentrasi Funes Mori dan Marcos Rojo untuk menyisahkan ruang di tengah. Apakah strategi Sanchez ini akan berhasil?

Kedua, Gonzalo Higuain vs Gary Medel. Posisi Gary Medel di jantung pertahanan Chile tak tergantikan dalam enam tahun terakhir. Performa gemilang pemain 28 tahun itu merupakan warisan taktis yang ditinggalkan Marcelo Bielsa dan muridnya Jorge Sampaoli untuk Chile saat ini.

Tingginya tak seberapa dan jauh dari ideal untuk mengisi pos bek tengah. Meski bermodal 1,71 m, pemain Inter Milan ini mengimbanginya dengan agresivitas dan kecakapan membaca pergerakan dan arah bola lawan.
Bertemu Argentina, keperkasaan Medel bakal diuji. Salah satunya saat berhadapan dengan Gonzalo Higuain. Martino tentu akan memilih pemain Napoli itu untuk mengisi lini depan Argentina, walau pengalaman buruk di Copa America tahun lalu tak bisa lepas begitu saja.

Penampilan cemerlang di Serie A musim ini meyakinkan Martino untuk kembali mengandalkannya. Torehan 36 gol di Serie A mendapuk Pipita sebagai Capocannoniere atau pencetak gol terbanyak.
Dengan fisik yang kekar membuat Higuain cukup percaya diri berduel dengan para pemain belakang Chile, termasuk Medel. Di sini ketangguhan Medel diuji.

Ketiga, Angel Di Maria vs Eugenio Mena.
Saat ini Angel Di Maria merupakan salah satu pemain paling berbahaya yang dimiliki Argentina. Performanya yang gemilang berbanding lurus dengan deretan prestasi yang diukir bersama Paris Saint-Germain di kompetisi sepak bola Prancis.

Menarik melihat mantan pemain Manchester United ini berduel dengan gelandang yang beroperasi sebagai full back, Eugenio Mena.

Perubahan Mena dari posisi sebagai gelandang tak lepas dari andil pelatih Chile sebelumnya, Marcelo Bielsa. Bahkan kini Mena telah menjelma menjadi bek handal. Pemain ini tahu bagaimana mematikan pemain yang cakap dengan kaki kiri seperti Angel Di Maria.

Selain itu pemain yang kini merumput di Brasil bersama Sao Paulo juga pandai membantu penyerangan. Seperti Marcos Rojo di timnas Argentina, Mena pun mampu menjalin kerja sama yang baik dengan Sanchez.
Bila skema ini berjalan baik, maka Di Maria mau tidak mau harus bersiap untuk meredam agresivitas Mena yang gemar beroperasi dari sisi sayap, selain memikirkan bagaimana meladeni sang bek untuk mencetak gol.

Keempat, Arturo Vidal dan Javier Mascherano. Pertemuan kedua tim akan menyajikan pertarungan apik di lini tengah antara kedua gelandang terbaik. Vidal yang dikenal sebagai pejuang tak kenal lelah akan beradu dengan Mascherano yang terkenal veteran di ruang mesin Albiceleste.

Sebelumnya, kedua pemain sudah pernah beradu di final Liga Champions Eropa tahun lalu. Saat itu, Mascherano berposisi sebagai bek tengah Barcelona sehingga kurang intensif bertemu Vidal. Namun kali ini pertemuan kedua pemain tersebut bakal lebih intens.

Dengan pengalaman terkini mengawal lini tengah raksasa Bundesliga, Bayern Muenchen, Vidal yang terkenal aktif membantu lini serang akan bertemu tembok kokoh di lini tengah Argentina.
Bila Mascherano mampu meredam Vidal, dan membatasi ruang geraknya membantu lini serang, maka Argentina berpeluang meraih hasil baik. Sebaliknya, bila Vidal mampu melepaskan diri dari cengkeraman lini tengah Argentina, maka hasil akhir bakal berbeda. Maka pertarungan antara keduanya, tak hanya menarik untuk ditonton, sekaligus menentukan nasib timnya.

Kelima, Lionel Messi vs Claudio Bravo.  Kedua pemain ini sudah bertemu berkali-kali. Tak hanya ‘berkawan’ di Barcelona, keduanya pun menjadi ‘musuh’ dalam sejumlah pertemuan di tingkat timnas.

Sama-sama menyandang ban kapten, kedua pemain pun sudah saling mengenal kelebihan dan kekurangan lawannya. Selain prima bersama Barcelona sejak bergabung pada 2014, di level timnas kontribusinya pun signifikan.

Kiper 33 tahun itu hanya kebobolan empat gol dalam enam pertandingan Chile menuju podium utama Copa America 2015.

Situasi berbeda justru terjadi dengan Messi. Selain melempem di timnas, hasrat memutus kutukan tersebut, berbenturan dengan kendala non teknis terkait skandal pajak yang membuat La Pulga dan sang ayah, Jorge Messi harus berhadapan ke meja hijau.

Sayang, cedera bahu yang diderita dalam laga persahatan kontra Honduras memaksanya harus menepi. Seperti dilansir Daily Mail, pengakuan itu secara tersirat dikeluarkan oleh Tata Martino yang telah menunjuk Nicolas Gaitan sebagai pengganti.

“Saya tak berharap ia melakukan hal seperti Messi. Saya ingin ia menjadi Nico, menjadi dirinya sendiri. Ia cepat, ia membagi bola dengan sangat baik, ia menggiring bola dengan baik. Ia merupakan pemain yang lengkap, pengganti yang ideal.”

Tentu kita akan melihat seperti apa penampilan pemain 28 tahun yang kini berseragam klub Portugal, Benfica itu. Apakah ia mampu merubuhkan tembok kokoh bernama Claudio Andres Bravo Munoz?

Tulisan ini pertama kali dipublikasikan di Kompasiana 6 Juni 2016.

Comments

Popular posts from this blog

Menjaga Rantai Juara Indonesia di Singapura Open SS 2016

Millennial Marzukiana, Strategi “Proxy War” Ananda Sukarlan untuk Bang Maing

Menulis Terus Sampai Jauh...