Brasil Menggantung Harapan pada Memori 1959

Willian saat menghadapi Ekuador/Getty Images/Dailymail.co.uk

“Kami harus tetap menginjak bumi [saat melawan Haiti]. Kami harus menghormati lawan kami dan tahu bahwa tidak ada yang diberikan kepada kami hanya karena kami adalah Selecao”

Brasil belum juga move on. Asa menebus ‘dosa’ memalukan di rumah sendiri, di Piala Dunia 2014 lalu belum juga kesampaian di Copa America 2015. Harapan untuk menjaga muka di Copa America Centenario pun masih dalam tanda tanya.

Jumpa Ekuador di laga pertama Copa America Centenario beberapa waktu lalu, Selecao hanya mampu bermain imbang tanpa gol. Carlos Dunga belum juga menemukan formula yang pas untuk membangun sebuah orkestra Samba yang memikat.

Dengan hasil itu, Willian dan kolega pun dituntut hasil sempurna saat menghadapi Haiti, Kamis (9/6) pukul 06.30 WIB.  Tak ada kata imbang, apalagi kalah bila asa penebusan ‘dosa’ itu terpenuhi di Amerika Serikat kali ini.
Dengan satu poin, menempati urutan kedua di klasemen sementara Grup B, Tim Samba diharuskan mendulang tiga angka agar bisa menempel Peru yang sudah mendapat tiga poin. Laga beberapa jam setelah itu antara Peru dan Ekuador akan menentukan kontestasi Grup B, termasuk nasib Brasil sendiri.

Bila menang, Peru dipastikan mengantongi tiket perempatfinal. Sementara  Brasil akan melakoni pertandingan sulit, bahkan disebut ‘hidup-mati’ di laga terakhir menghadapi Peru.

Memori  1959
Saking pentingnya pertandingan ini membuat Brasil pantang lengah apalagi remeh. Selain dalam kondisi riskan, peluang Haiti membuat kejutan pun terbuka lebar. Dalam sepak bola segala hal bisa terjadi. Pertandingan pertama Selecao menghadapi Ekuador di Rose Bowl, Pasadena, Kamis (5/6) lalu, sudah membuktikan hal itu.
Menguasai jalannya laga, tak menjadi garansi kemenangan Brasil. Malah Brasil hampir saja tertunduk malu bila tak ‘diselamatkan’ Carlos Astroza. Betapa tidak, berkat acungan bendera asisten wasit itu “blunder” kiper Alisson-tak sempurna menangkap crossing Liller Bolanos- di menit ke-68 itu terselamatkan.

''Itu meragukan. Dia sudah merampok kemenangan kami,'' kecam pelatih Ekuador, Gustavo Quinteros pada Astroza seperti dikutip Associated Press.

Sementara Haiti di laga pertama sukses memberikan perlawanan sengit pada Peru. Selama 2 kali 45 menit Los Incas tak leluasa menguasai laga. Bahkan bila tak ada sang juru selamat yang mencetak gol semata wayang, Paulo Guerrero, bisa jadi Les Grenadiers bakal memaksa hasil imbang.

Dengan pengalaman mutakhir itu, Marcos Aoás Corrêa atau yang karib disapa Marquinhos, mewanti-wanti rekan setimnya yang akan bertemu Haiti. Status sebagai lima kali juara Piala Dunia tak bisa jadi jaminan. Demikianpun di pentas ini, pengalaman delapan kali menjuarai Copa America tak otomatis memudahkan langkah mereka. Pun tradisi besar sebagai pabrik pemain bintang, dan nama besar Selecao tidak akan begitu saja mendatangkan berkah.

Di pihak lain, Haiti yang tak punya sejarah dan tradisi kuat di dunia sepak bola, dengan modal sekali penampilan di Piala Dunia tahun 1974 serta sedikit nama di zona Karibia, tidak bisa diremehkan begitu saja.

Kami harus tetap berpijak di bumi, menghormati lawan kami, serta tidak memandang sebelah mata hanya karena kami adalah Seleccao. Kami harus menunjukkan diri dan butuh semua poin yang perlu kami dapat,”ungkap pemain 22 tahun yang kini berseragam Paris Saint-Germain itu dikutip dari mlssoccer.com.

Yang dikatakan bek kanan itu merupakan lecutan bagi  para pemain Brasil untuk tak menggantungkan diri pada nama besar. Menghadapi tim dengan level jauh di bawah seperti Haiti, Brasil tidak bisa serta-merta bergantung pada kebesaran tersebut. Juga pada memori pertemuan perdana dan satu-satunya pada 30 Agustus 1959.
Saat itu di ajang PAN America Games, Brasil menggusur Haiti 9-1. Peristiwa itu sudah terjadi 59 tahun silam, dan tidak bisa dijadikan jaminan untuk mengulanginya bila Brasil enggan belajar dari pengalaman.

Salah satu pekerjaan yang harus dibenahi Carlos Dunga adalah penyelesaian akhir. Hal tersebut bisa berkaca pada data yang dicatat Soccerway saat menghadapi Ekuador. Saat itu, Brasil mendominasi laga dengan penguasaan bola 56 persen. Namun akurasi tembakan rendah, 44,4 persen.

“Kami memiliki penguasaan bola yang bagus menghadapi Ekuador. Pertahanan Ekuador yang terkontrol memberikan masalah pada serangan balik kami. Kami memiliki peluang gol yang sangat sedikit tetapi disia-siakan,”aku Marquinhos.

Absennya sang kapten Neymar Jr yang ditangguhkan untuk tampil di Olimpiade Rio de Janeiro, Agustus nanti, mendatangkan kesulitan tersendiri. Brasil tak hanya labir, tetapi juga kehilangan taji. Willian yang beroperasi di lini tengah kurang menggigit. Performa Philippe Couthino tak secemerlang saat bersama Liverpool.

Kekurangan di sejumlah lini, termasuk kiper muda Alisson  Ramses Becker yang masih minim jam terbang, sejatinya bisa ditambal bila saja lini depan mampu memaksimalkan peluang. Karena itu kesempatan untuk menurunkan pemain senior di lini serangan adalah pilihan yang mungkin.

Saat menghadapi Ekuador, Dunga memberi tempat kepada Jonas Goncalves sebagai penyerang tunggal. Namun formasi tersebut sedikit berubah dengan menariknya keluar dan digantikan oleh Gabriel Barbosa, pemain muda yang disebut-sebut sebagai The Next Neymar.

Dengan tanpa mengecilkan kualitas mereka, hemat saya, di laga krusial menghadapi Haiti, pilihan untuk menurunkan Hulk atau Paulo Henrique Ganso lebih membantu untuk membangkitkan moral dan kepercayaan diri tim. Hulk sudah memiliki jam terbang dan pengalaman berseragam timnas yang cukup. Sementara Ganso, walau minim di kancah internasional, senioritas dan mental yang telah terasah di level klub bisa memikul beban di laga krusial ini.

Lebih dari itu, apa yang dikatakan Marquinhos benar adanya. “Tidak ada pertandingan mudah di Copa America. Kami harus fokus untuk mendapatkan hasil positif versus Haiti, tim yang bermain sangat baik saat menghadapi Peru.”

Di kubu Haiti, dengan rasa senang bertemu lagi dengan Brasil,  pelatih Patrice Neveu pun bertekad membuat kejutan.

”Ini adalah impian yang menjadi kenyataan karena kami melawan Brasil. Saya akan menyiapkan formasi yang membuat Haiti bisa memberikan hal positif saat di lapangan nanti.” 

Tulisan ini pertama kali dipublikasikan di Kompasiana, 8 Juni 2016.


Comments

Popular posts from this blog

Menjaga Rantai Juara Indonesia di Singapura Open SS 2016

Millennial Marzukiana, Strategi “Proxy War” Ananda Sukarlan untuk Bang Maing

Menulis Terus Sampai Jauh...