Arturo Vidal, Kuda dan Kebanggaan

Kecelakaan maut nyaris mengubah segalanya dan mengubur semuanya. Peristiwa naas itu terjadi sehari setelah tampil gemilang dengan dua gol ke gawang Meksiko di babak penyisihan grup Copa America 2015. Di laga pertama, Arturo Vidal sukses membuat pendukung tuan rumah bersorak girang memastikan kemenangan dua gol tanpa balas atas Ekuador.

Ferrari miliaran rupiah ringsek bersama sang istri Maria Teresa lantaran Vidal tak mampu menguasai secara baik supercar mewah karena berada dalam pengaruh alkohol. Untung saja ia dan sang istri selamat dari maut. Denda dan pencabutan surat izin menyertai tragedi itu.

Peristiwa ini sempat membangkitkan pesimisme dan ketakutan para penggemarnya bahwa gelandang Juventus itu bakal kehilangan permainan terbaiknya. Namun yang terjadi tidak demikian. Meski masih dibayangi peristiwa buruk itu, Vidal masih mampu menjaga performa. Ia tetap tampil baik hingga sukses membawa Chile ke partai puncak. 

Karena Kuda 

Arturo Vidal Pardo Erasmo. Begitulah Jacqueline Pardo dan Erasmo Vidal memberi nama untuk putra sulung mereka yang lahir pada 1987. 

Bersama lima saudara dan keluarga besarnya, Vidal sungguh merasakan kesengsaraan. Sang ayah yang hidup dalam bayang-bayang minuman keras menghidupkan keluarganya dari berjualan sayuran di pasar La Vega. Sementara ibunya hanyalah seorang pembersih. 

Situasi sulit tak membuat Vidal patah arang. Justru keadaan itu membuat nalurinya sebagai anak sulung meletup. Dalam hati kecil ia bertekad untuk membantu sang ibu dan menjadikannya sebagai seorang ratu yang tak perlu bersusah payah sedikit pun. Tak hanya itu ia juga menanamkan tekad untuk membelikannya rumah dan menyelesaikan studinya.


Dan sejarah itu pun perlahan terwujud. Sejak berusia sembilan tahun Vidal sudah mulai berkenalan dengan pacuan kuda. Tinggalkan sekolah, ia lebih suka memacu sepeda tua sejauh enam mil menuju arena pacuan yang terletak di Santiago. 

Di tempat tersebut ia akan memberi makan kuda dan membersihkan kotorannya. Dengan uang yang dikumpulkan dari tetangganya, Vidal menaruhnya di bursa taruhan. Sementara keluarganya menunggu dengan harap keberuntungan sang bocah di sebuah kediaman sederhana di komunitas San Joaquin. 

Vidal sadar bahwa cara satu-satunya untuk mendapat uang adalah dengan berjudi atau dari jasa perawatan kuda. Menjadi joki tak mungkin karena kakinya terlalu panjang untuk tugas mengendalikan seekor kuda pacu. Meski demikian dari tempat pacuan itu, bakatnya terlihat oleh sang pemilik sekaligus bosnya.

 "Ini bukan untuk Anda, anak," tegas Enrique Carreno setelah melihat Vidal dalam sebuah permainan sepakbola. 

“Anda memiliki masa depan di sepak bola”, sambungnya mantap. 

Pemakan Debu 

Vidal sendiri telah memiliki cinta pada sepakbola sejak berusia enam tahun. Karena semangat bermain bola yang tinggi ini Vidal bahkan dikenal dengan sebutan Cometierra atau pemakan debu. 

Sapaan itu diberikan lantaran saban hari Vidal kecil selalu pulang dalam keadaan tubuh berlumuran debu. 

"Dia tidur dengan itu (bola), ia terbangun dengan itu, ia bermain dengan itu sebelum sekolah, ketika ia pulang untuk makan siang, ia akan keluar dan bermain di lapangan setelah sekolah,” tutur sang paman bernama Victor mengenang masa kecil Vidal. 

Perlahan tapi pasti, Vidal mulai menemukan ruang untuk menunjukkan diri. Saat berusia 12 tahun ia bergabung dengan klub Colo Colo salah satu dari klub besar di Santiago. Awalnya ia dianggap mendompleng nama pamannya sebagai mantan pemain klub tersebut untuk mendapat tempat di  akademi tersebut.

Anggapan ini nyaris mendekati kenyataan ketika ia tak bisa diterima untuk menetap di akademi tersebut karena tubuhnya dianggap terlalu kurus. Ia diwajibkan melatih tiap hari jika ingin tetap bersama klub tersebut. Tak memiliki ongkos bus, Vidal tak jemu berlari enam mil untuk berlatih dan membuktikan diri layak ditawari kontrak. 

Pada tahun kedua, bakatnya dilihat pelatih Hugo Gonzalez. Sosok yang dianggap sebagai pengganti sang ayah ini mengijinkan ia untuk tinggal di klub. Vidal pun membuktikan diri. 


Pembuktian 

Pada tahun 2007, direktur olahraga Bayer Leverkusen Rudi Voller datang secara pribadi dengan melakoni perjalanan ke ibukota Chili untuk meminta Vidal pindah ke Bundesliga. Penandatanganan itu mengubah nasib hidupnya bersama keluarganya. 

“Mama! Kita jutawan!" tangisnya. 

Vidal harus berjuang ekstra keras untuk beradaptasi dengan lingkungan baru. Bukan hal mudah bagi remaja 19 tahun bergaul dengan bahasa, iklim dan segala sesuatu yang amat berbeda dengan tempat tinggalnya. 

Perjuangan yang sulit di Jerman membuatnya tak bisa berpaling ketika raksasa Serie A, Juventus meminangnya pada tahun 2011. Seperti saat di Jerman ia selalu ditemani keluarga dan teman-temannya.

Vidal mengawali karirnya di timnas Chile sejak menjadi bagian dari timnas U-20. Laga kontra Venezuela beberapa tahun kemudian menjadi debut di timnas senior. Ia tampil reguler di babak kualifikasi Piala Dunia 2010 dan menjadi bagian dari skuad Chile di putaran final yang berakhir di babak 16 besar. 


Semangat juang tak kenal lelah menjadi prasyarat untuk menggapai mimpi. Pemain yang menggemari musik salsa dan mendandani diri dengan gaya rambut Mohawk yang diadopsi dari budaya punk suku-suku asli Amerika, telah menjadi bintang lapangan hijau.

Kini Vidal siap untuk memberikan kebanggaan kepada tanah airnya. Bersama skuad Jorge Sampaoli Vidal siap mengisi lini tengah untuk menjegal Lionel Messi dan kolega demi mengakhiri penantian selama 99 tahun untuk mengangkat trofi prestisius. Tackling, agresivitas, positioning dan tendangan bertenaga menjadi modal berharga untuk meladeni permainan Tim Tango. 

Namun perjuangan di partai puncak tak bakal mudah. Argentina bukan tim kacangan yang mudah ditaklukkan. Apalagi Albiceleste juga menyimpan hasrat yang sama untuk mengakhiri puasa gelar. 

Terlepas dari hasil akhir di partai pamungkas setidaknya Vidal telah memberikan inspirasi bagi banyak orang. Vidal adalan saksi hidup kegigihan dan perjuangan tak kenal lelah. 

Sebagai seorang bintang sekalipun tak menjamin pria 28 tahun ini bisa mengelak sifat turunan dari sang ayah. Kecelakaan Ferrari mengingatkan kita pada sang ayah sebagai pencandu alkohol.  Jika ayah dan keluarganya bergaul dengan alkohol sebagai bentuk pelarian dari kemiskinan, Vidal menikmatinya sebagai perayaan atas kemewahan, juga pada titik tertentu suka cita atas jerih payah.  


Sumber gambar: Daily Mail 
referensi tulisan: Daily Mail, English Wikipedia

Tulisan ini pertama kali dipublikasikan di Kompasiana, 4 Juli 2015

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/charlesemanueldm/arturo-vidal-kuda-dan-kebanggaan_55979c8a5393737c09b9a842

Comments

Popular posts from this blog

Menjaga Rantai Juara Indonesia di Singapura Open SS 2016

Menanti Intervensi Pemerintah untuk Anak dengan Penyakit Langka

Menulis Terus Sampai Jauh...