Ia Datang, Ia Melihat, Ia Merusak Segalanya (Tentang Messi, Flamini dan Cech)
Sumber gambar: Daily Mail.co.uk
Anda mengenal kalimat masyur berikut: veni, vidi, vici?
Kalimat Latin itu pertama kali terucap dengan mantap dari mulut jenderal dan
konsul Romawi, Julius Caesar, melaporkan kepada senat atas kemenangannya dalam
perang saudara menghadapi Pharnaces II dari Pontus di kota Zela (sekarang Zile,
wilayah bagian Turki). Dengan keangkuhan dan kepercayaan diri berlebihan, sosok
yang kemudian menjadi doktator itu, ingin mengatakan bahwa pertempuran itu
bukan pekerjaan berat baginya.
Kini kata-kata itu telah menjadi sejarah dan
melegenda. Ia kerap dipakai dalam berbagai kesempatan dan untuk aneka kebutuhan
dengan bertitik tekan pada keyakinan diri, dengan nuansa superioritas dan
kesombongan diri yang tak bisa dihapus. Veni, vidi vici. Saya datang,
saya melihat dan saya menang (menaklukkan).
Namun bagaimana bila kedatangan
(baca: kehadiran) seseorang justru merusak segala rencana? Bisa saja terjadi.
Entahlah apa ungkapan yang tepat untuk hal itu, namun potret tersebut nyata
dalam pertandingan leg pertama babak 16 besar Liga Champions antara tuan rumah
Arsenal versus Barcelona, Rabu (24/02/16) dini hari WIB.
Baru merumput 47 detik
Mathieu Flamini membuat tuan rumah kian terpuruk. Maksud hati menggagalkan
peluang Lionel Messi menambah gol, gelandang kelahiran Marseille itu malah
melanggar pemain terbaik dunia itu di are terlarang. Wasit pun menunjuk titik
putih. Messi sukses menambah gol.
Masuk di menit ke-82 menggantikan Francis
Coquelin, pemain 31 tahun itu langsung membuat pelanggaran tak lama berselang.
Tak heran setelah laga, Flamini jadi buah bibir. Tak sedikit menjadikannya
bahan olok-olokkan.
Salah satu sindiran mencuat dari @SoccerMemes. Dengan gambar
Flamini yang dideformasi, akun twitter itu menulis demikian: ‘He came. He Saw.
He Destroyed everything. Mathieu Flamini”. Bila di-Indonesia-kan kurang lebih
begini: Ia datang, ia melihat, Ia merusak segalanya.
Sindiran itu
tampaknya tak berlebihan. Masuknya Flamini malah membuat Meriam London kian
tertimpa tangga kemalangan. Alih-alih dengan suntikan tenaga segar membantu
mengejar hasil imbang misalnya, Flamini malah membuat pendukungnya tak bisa
berkata-kata, melihat tim kesayangannya kian tertekan dan dengan tatapan nanar
melepaspergikan harapan kemenangan yang telah digantung.
Menghadapi tim sekelas Barcelona, yang tampil begitu digdaya
sepanjang laga, dengan penguasaan bola mencapai 66 persen, mengejar
ketertinggalan dua gol dengan sisa waktu tak lebih dari sepuluh menit bukan
perkara mudah. Boleh jadi menjadi misi mustahil, meski dalam sejarah sepak
bola, di ajang sekelas Liga Champions, tiga gol pernah tercipat dalam rentang
waktu tak kurang dari 15 menit yakni saat Liverpool menguburkan impian juara AC
Milan pada 25 Mei 2005. Namun Arsenal belum punya sejarah tentang hal itu di
Liga Champions, walau di level domestik pernah menjaringkan tiga gol ke gawang
Manchester United dalam waktu 15 menit pada 4 Oktober 2015. Dan mental armada
Meriam London di laga tadi, hemat saya, belum mampu untuk itu.
Tak hanya
Flamini yang jadi sasaran kritik. Nama Peter Cech pun ramai diberitakan.
Catatan superior mantan pemain Chelsea itu ketika berhadapan dengan Messi luluh
lantah. Sempat digdaya hingga separuh laga, membuat Luis Suarez dan Neymar Jr
pun mati kutu, berubah seketika di menit ke-71.
Sumber gambar: Daily Mail.co.uk
Berawal dari umpan kepala Pique
kepada Iniesta, dilanjutkan dengan passing kepada Neymar, lantas memberi bola
pada Suarez, dan kembali lagi ke Neymar. Masuk ke kotak penalti, Neymar memberi
umpan manis melewati dua pemain belakang Arsenal. Sempat menahan bola, Messi
pun melepaskan tendangan keras yang merobek gawang Cech. Proses itu terjadi
begitu cepat, tak kurang dari 14 detik.
Dalam waktu 20 menit, Messi dua kali
memaksa kiper jangkung itu memungut bola dari dalam gawangnya. Rekor negatif
Messi atas Cech berakhir. Bagi Cech, kehadiran Messi benar-benar merusak
segalanya.
Dampak kekalahan itu pun menjadi panjang. Tim Gudang Peluru harus
bekerja ekstra keras di leg kedua yang akan dihelat di markas sang juara
bertahan bulan depan. Bila tidak, maka catatan buruk di lima musim terakhir
akan berlanjut. Artinya, dalam enam musim terakhir prestasi terbaik Arsenal
hanya sampai di babak 16 besar.
Barcelona, AC Milan, Bayern Muenchen dan
Monaco berturut-turut mengakhiri perjalanan The Gunners ke babak delapan besar.
Menariknya, pola kekalahan Arsenal hampir sama di lima musim terakhir. Entah
mengapa, tim London Utara itu selalu kalah di delapan besar dengan dua gol atau
lebih. Mereka kalah 1-3 dari Barcelona di laga tandang (2010/2011), kalah 0-4
dari Milan di laga tandang (2011/2012), kalah 1-3 dari Muenchen di laga
kandang (2012/2013), kalah 0-2 di laga kandang dari Muenchen (2013/2014) dan
kalah 1-3 dari AS Monaco di leg pertama (2014/2015). Kini, 0-2 atas Barcelona.
Bila musim ini Arsenal belum bisa move one ke babak perempat final, maka
kutukan babak 16 besar benar-benar melekat padanya. Lantas siapa yang harus
disalahkan dari pertandingan kali ini? Fans Arsenal menilai Flamini salah
satunya. Bagi Flamini dan Cech, mungkin Messi-lah penyebabnya. La Pulga atau Si
Kutu itu membuat tidur malam Arsenal tak nyenyak. Messi datang, Messi melihat,
Messi merusak segala mimpi indah The Gunners.
Tulisan ini pertama kali dipublikasikan di Kompasiana, 24/02/2016
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/charlesemanueldm/ia-datang-ia-melihat-ia-merusak-segalanya-tentang-messi-flamini-dan-cech_56cda299d39273ae2c796e9e
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/charlesemanueldm/ia-datang-ia-melihat-ia-merusak-segalanya-tentang-messi-flamini-dan-cech_56cda299d39273ae2c796e9e
Comments
Post a Comment