Susy Susanti di Jantung Bulu Tangkis Indonesia


Herka Yanis Pangaribowo/Bola/Juara.net

“Prestasi dan regenerasi yang berkesinambungan.” Demikian jawaban singkat Susy Susanti atas ucapan selamat berikut pertanyaan saya beberapa saat setelah terpilih sebagai Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi (Kabid Binpres) PBSI periode 2016-2020. Seperti kita ketahui, pada Minggu, 4 Desember lalu, Ketua Umum PBSI yang baru terpilih pada akhir Oktober lalu, Wiranto mengumumkan komposisi Pengurus Pusat PBSI untuk masa bakti empat tahun ke depan.

Ada sejumlah nama baru yang masuk jajaran pengurus, termasuk dua posisi penting. Selain Kabid Binpres yang dijabat ratu bulu tangkis tanah air itu menggantikan Rexy Mainaky, posisi Sekretaris Jenderal yang sebelumnya ditempati Anton Subowo kini dipercayakan kepada Achmad Budiharto.
Selain karena nama besarnya, posisi yang kini ditempati Susy penting dibicarakan. Setidaknya ada beberapa alasan. Pertama, dengan tanpa mengabaikan peran penting bidang lain, bidang tersebut bersentuhan langsung dan bertanggung jawab terhadap program kepelatihan. Segala urusan mulai dari pelatih, pemain, dan hal-hal yang terkait dengan dua hal tersebut di Pelatnas berada di bawah tanggung jawabnya.

Karena itu, dalam tempo sesingkat-singkatnya Susy akan menentukan komposisi tim pelatih dan para pemain yang menghuni Pelatnas. Bisa dipastikan para pelatih yang ada belum bisa berbuat banyak, atau berbuat apa-apa dengan anak-anak binaannya karena masih menanti susunan tim pelatih PBSI yang baru.

Di jadwal kalender BWF tahun ini tingga menyisahkan satu turnamen yakni Dubai Super Series Finals yang akan dihelat pada pertengahan bulan ini. Meski di turnamen pamungkas itu hanya akan diikuti delapan pemain/pasangan terbaik dari setiap nomor, Indonesia akan diwakili oleh lima pasangan ganda yakni dua pasang dari nomor ganda putra dan ganda campuran serta satu pasang ganda putri. Waktu persiapan tidak panjang, karena itu kepastian terkait susunan tim pelatih tidak bisa ditunda-tunda.

Kedua, tidak hanya menentukan formasi, seperti namanya bidang tersebut bertanggung jawab terhadap jalannya pembinaan dan prestasi bulu tangkis tanah air. Susy berada di jantung bulu tangkis Indonesia dengan tugas vital.  Di satu sisi, ia harus memilah mana program yang sudah berhasil dijalankan karena itu perlu dipertahankan dan ditingkatkan, serta hal-hal mana saja yang perlu dievaluasi, untuk mengatakan diganti dengan program baru yang lebih baik.

Di sisi lain, ia perlu melakukan terobosan untuk melakukan perbaikan fundamental di sektor-sektor tertentu yang jelas tidak menunjukkan hasil yang menggembirakan.  Persoalan regenerasi di sektor putri khususnya, dan sektor tunggal umumnya, sudah menjadi rahasia umum.

Patut diakui kepengurusan sebelumnya sudah cukup banyak mencetak prestasi di berbagai event grand prix, super series/premier, All England hingga mengembalikan tradisi emas Olimpiade yang sempat hilang di edisi sebelumnya. Namun kita tidak bisa menutup mata bahwa mayoritas prestasi tersebut disumbangkan oleh para pemain senior dan terutama dari sektor ganda. Nama-nama seperti Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir, Greysia Polii/Nitya K.Maheswari, hingga pemain sekawakan Sony Dwi Kuncoro masih menjadi andalan.

Sementara di sektor putri, Indonesia sepertinya masih berada dalam masa penantian yang panjang untuk datangnya pemain seperti Susy, Mia Audina, Yuni Kartika dan pemain seangkatan mereka. Di sektor tunggal putra, setelah berakhirnya masa jaya Taufik Hidayat, Indonesia mulai tersenyum dengan munculnya trio Jonatan Christie, Ihsan Maulana Mustofa dan Anthony Sinisuka Ginting. Namun para pemain muda tersebut belum menunjukkan konsistensi untuk menjaga senyum bangga tetap tersungging di bibir para pencinta bulu tangkis tanah air.

Dari dua hal di atas jelas terlihat betapa penting dan beratnya tugas Susy Susanti. Berawal dengan penentuan komposisi tim pelatih saja Susy sudah harus bergulat dengan banyak pertimbangan mulai dari rekam jejak prestasi sang pelatih dan kondisi riil sektor yang ditangani.

Formasi pelatih tersebut menjadi penting karena bertalian langsung dengan program-program yang dicanangkannya.  Keberanian untuk mengambil langkah reformasi memang diperlukan bila benar-benar bertujuan memperpendek jurang regenerasi dan prestasi di sektor putri.

Dalam banyak kesempatan Susy kerap mengeluhkan keterpurukan sektor putri. Banyak alasan pula yang membuat Susy tak bisa terlibat intensif di PBSI. Masuknya Susy di PBSI dan menduduki pos penting, dan juga dinanti-nanti, diharapkan membawa perubahan berarti.

Pelatnas Pratama
Sekalipun menyandang nama besar dengan segudang prestasi, masuknya Susy di jajaran pengurus tidak otomatis mengakhiri segala prahara. Susy bukanlah dewi penolong yang diturunkan dari langit untuk menyulap bulu tangkis Indonesia menjadi sarat prestasi.

Patut diakui mencetak atlet tidak hanya soal sumber daya semata. Waktu dan proses adalah unsur penting yang tidak bisa diabaikan. Thailand dan Spanyol, dua negara yang kini turut meramaikan jagad bulu tangkis putri dunia, tidak serta merta merangsek ke permukaan begitu saja. Untuk melahirkan pemain putri sekaliber Ratchanok Intanon dan Carolina Marin, dua negara itu telah menginvestasikan banyak hal yang dibingkai oleh waktu dan proses yang tidak instan.

Demikianpun Indonesia. Di sektor putri, usaha yang bisa dilakukan adalah memperpendek jarak prestasi sambil terus memperhatikan jenjang regenerasi. Di sektor lain, menjaga rantai regenerasi agar tidak putus amat penting agar prestasi tetap dipertahankan dan malah ditingkatkan.

Program pertama yang keluar dari mulut Susy setelah terpilih adalah menghidupkan kembali pelatnas pratama bagi pemain berusia 14-16 tahun. Hemat saya program ini fundamental untuk mempersiapkan bibit-bibit muda secara profesional lebih dini, namun tidak tanpa konsekuensi. Selain jumlah pelatih dan fasilitas pelatnas yang harus disesuaikan, kerja para pelatih akan lebih berat karena kemampuan dasar atlet belum merata di setiap klub.

Bila situasi ini bisa diatasi, pelatnas pratama akan membuka gerbang seluas-luasnya bagi banyak atlet muda potensial untuk masuk pelatnas. Dengan sendirinya akan memacu klub-klub untuk giat mempersiapkan bibit-bibit muda, dan bukan tidak mungkin akan membuka kans bagi para pemain muda dari daerah-daerah lain yang selama ini jauh dari fasilitas bulu tangkis yang layak.

Pelatnas Pratama adalah satu dari banyak program yang dinanti pelaksanannya. Menjaga rantai prestasi, dan mengejar ketertinggalan kita dari Tiongkok, Jepang dan Thailand, dibutuhkan banyak terobosan yang juga mensyaratkan kerja sama banyak pihak. Susy tidak bisa bekerja sendiri. Diharapkan Susy bisa mengajak pihak-pihak terkait ikut ambil bagian untuk mengembalikan semerbak kejayaan bulu tangkis Indonesia seperti yang pernah ia rasakan.

Selamat bertugas Susy.

Tulisan ini pertama kali dipublikasikan di Kompasiana, 7/12/2016.

Comments

Popular posts from this blog

Menjaga Rantai Juara Indonesia di Singapura Open SS 2016

Menulis Terus Sampai Jauh...

Millennial Marzukiana, Strategi “Proxy War” Ananda Sukarlan untuk Bang Maing