Saatnya Rooney Dapat “Pelajaran” dari Mourinho

gambar dari Mirror.co.uk.


Tahukah Anda apa yang keluar dari mulut Jose Mourinho ketika ditanya apa yang ia inginkan dari Wayne Rooney saat menghadapi Northampton di Piala Liga, Kamis (22/09/16) dini hari WIB lalu? “Gol,” jawabnya mantap.

Tak hanya sekali. Seakan memastikan harapannya, pelatih Manchester United itu sekali lagi berujar, “Gol. Saya berharap dia mencetak gol.”

Namun apa yang terjadi setelah 2 X 45 menit pertandingan itu? Alih-alih mencetak gol, Rooney tampil buruk. Mengecewakan. Bukan dia yang menjaringkan tiga gol kemenangan ke gawang tim promosi itu, melainkan dua pemain yang sebelumnya kurang diperhitungkan Mourinho yakni Michael Carrick dan Ander Herrera, serta pemain muda berbakat Marcus Rashford.

Mourinho perlu berterima kasih kepada ketiga pemain itu. Gol mereka mengakhiri tiga kekalahan beruntun Setan Merah. Ketiga gol itu pun memastikan kemenangan 3-1 atas tim promosi itu dan mengantar Iblis Merah ke babak selanjutnya. Menariknya, di babak berikut Mourinho mendapat kans untuk melakukan balas dendam terhadap rival sekota, Manchester City. Itulah salah satu momen yang ditungguh Mourinho untuk memulihkan nama baiknya. Sekaligus ajang pertarungan gengsi dengan sang rival, pelatih The Citizen, Pep Guardiola.

Tentu derby Manchester di ajang Piala Liga itu layak ditunggu. Sejumlah pertimbangan di atas adalah jawabannya. Selain itu melihat sejauh mana komposisi yang diracik The Special One untuk memenangkan pertarungan tersebut. Dalam hal ini, apakah Mou masih tetap memberi tempat kepada Rooney?

Tak perlu menunggu sampai pertarungan tersebut. Akhir pekan ini United akan kedatangan juara Liga Inggris musim lalu, Leicester City. Atmosfer dan tensi pertandingan dipastikan meninggi. Saat ini United tercecer di urutan ketujuh klasemen sementara dengan selisih enam poin dari City. Poin di pertandingan tersebut penting untuk menjaga asa persaingan memperebutkan mahkota gelar musim ini.

Sekali lagi, apakah poin tersebut bakal direbut dengan mudah? Tentu saja tidak. Leicester, walau dengan mayoritas bukan pemain bintang, telah menunjukkan soliditas dan daya juang tinggi yang membuat para raksasa mati kutu. Musim lalu United sudah merasakannya. Rasa sakit yang sama berpeluang terulang lagi, meski kini United telah diperkuat sejumlah pemain bintang seperti Paul Pogba dan Zlatan Ibrahimovic.

Selain mutu tim Leicester yang masih terjaga, United tengah dihadapkan pada krisis internal. Salah satunya kegalauan Mourinho terkait komposisi timnya saat ini. Tambahan sejumlah amunisi baru belum juga berhasil baik. Komposisi yang pas belum juga berbuah manis. Ditambah lagi sosok Rooney yang seakan bergerak menjauh dari ekspektasi yang ia harapkan.

Tengok saja bukti statistik ini. Dalam tujuh pertandingan, Wazza-sapaan manisnya, baru mencetak sebiji gol dan memberikan dua assist. Jumlah tersebut sebanding dengan Rashford dan separuh dari jumlah gol Ibrahimovic.
Ekspresi Rooney saat timnya kalah dari Watford/Mirror.co.uk

Bukan terutama soal gol. Dengan peran barunya bermain lebih ke dalam, tentu gol bukan menjadi ukuran performanya karena tolak ukur tersebut lebih tepat dipakai untuk para pemain depan seperti Mata, Rashford atau Ibrahimovic-tiga pemain reguler pilihan Mourinho.

Namun kehadiran Rooney di lapangan terasa tak lebih dari pemegang ban kapten semata. Kontribusi bagi tim sangat minim. Pergerakannya lamban seperti kehilangan gairah, akurasi tendangan tak lagi terlihat, adalah beberapa kenyataan yang mengemuka. Situasi ini berbanding terbalik dengan penampilan Rashford.

Padahal dari segi usia, Rooney masih terlalu mampu untuk berbuat yang sama seperti yang dilakukan para pemain muda. Pun mendekati performa memukau saat masih berseragam Everton atau menjadi buldozer saat membela Inggris di Euro 2004. Skill dan fisik yang dimiliki rasa-rasanya tak terlalu menjadi masalah bagi pemain 30 tahun itu untuk berkreasi di dan menusuk dari lini kedua. Namun sekali lagi, semua itu masih jauh panggang dari api.

Entah mengapa kapten timnas Inggris bisa seperti itu. Apakah posisi bermain menjadi persoalan? Saat dikembalikan ke posisi semula kala menghadapi Waford pekan lalu, hasilnya setali tiga uang.
Dalam kondisi seperti ini tekanan publik Old Trafford kepada Mourinho semakin menguat. Mayoritas fans tak segan meminta Rooney ditepikan. Mantan pemain United dan para pengamat pun satu suara.
Saat ini keputusan ada di tangan Mourinho. Sepertinya kepercayaan eks pelatih Chelsea, Inter Milan, Real Madrid dan FC Porto pada Rooney masih cukup besar. Bisa saja Mou masih tersandera nama besar dan reputasi Rooney, persis seperti yang terjadi di era David Moyes dan Louis van Gaal.

Namun kondisi tim mendesak direstorasi. Ketidakseimbangan di sejumlah lini, terutama di lini kedua terlihat jelas. Jangan sampai pemilik 604 caps bersama United itu terus menjadi masalah bagi tim. Kelambanan Rooney jelas bertentangan dengan kecepatan eksplosif Rashford dan Anthony Martial serta kecerdasan pergerakan Ibrahimovic.

Sejujurnya, ia perlu belajar dari Sir Alex Ferguson yang berani mencadangkan Rooney saat sang pemain tak bisa mempertanggungjawabkan kepercayaan yang diberikan. Selain sebagai ganjaran, cara seperti itu adalah bentuk pelajaran bagi setiap pemain agar selalu menjaga konsistensi dan performa dan tidak lagi bergantung pada popularitas dan nama besar semata.

Selain itu, sikap tegas itu akan mendatangkan umpan balik penting. Spirit dan daya juang para pemain akan menyala untuk berkompetisi mengeluarkan kemampuan terbaik demi mendapat tempat utama. Dalam semangat persaingan sehat itu, Mourinho tak akan kesulitan mendapatkan formasi yang pas untuk mengembalikan United di jalur perburuan gelar, sekaligus merebut kembali hati mereka yang kecewa karena sang kapten menepi.

Dalam kondisi ini keberanian Mourinho benar-benar diuji dan posisinya pun dipertaruhkan. Kita lihat saja apa yang terjadi dengan Mourinho dan Rooney akhir pekan ini. Apakah ia masih tersandera nama besar Rooney? Atau sudah “move one” dari pertimbangan sekunder untuk menempatkan kepentingan tim di atas segalanya?

Tulisan ini pertama kali dipublikasikan di Kompasiana, 23 September 2016.



Comments

Popular posts from this blog

Menjaga Rantai Juara Indonesia di Singapura Open SS 2016

Millennial Marzukiana, Strategi “Proxy War” Ananda Sukarlan untuk Bang Maing

Menulis Terus Sampai Jauh...