Plus Minus PON Jabar 2016

Suasana upacara penutupuan PON XIX/2016, Bandung di Stadion Bandung Lautan Api/Antara/PB PON.

Api Pekan Olahraga Nasional (PON) XIX yang menyala di Stadion Gelora Bandung Lautan sejak 17 September lalu Api, Bandung, baru saja padam, Kamis (29/09) petang. Tanda bahwa pesta olahraga antarprovinsi di Indonesia sudah berakhir.

Seperti upacara pembukaan yang dihadiri Presiden Joko Widodo, meski kali ini didelegasikan kepada Wakil Presiden Jusuf Kalla, upacara penutupan tetap berlangsung meriah. Ada pesta kembang api. Ada permainan grafis visual. Ada tarian dan nyanyian dari sejumlah daerah. Ada pula alunan suara merdu dari sejumlah band dan penyanyi lokal maupun nasional seperti Kikan, Andi /rif, Rossa, dan Doel Soembang. Tak kurang dari 1.200 orang terlibat dalam acara penutupan yang berlangsung maraton sejak petang hingga malam hari yang juga dihadiri Menteri Pemuda dan Olahraga, Imam Nahrawi serta Ketua KONI Pusat, Tono Suratman.

Dari 365 pertandingan untuk putra dan 302 pertandingan untuk putri di 44 cabang olahraga dan 10 cabang olahraga eksebisi, tuan rumah mengukuhkan diri sebagai juara umum. Jawa Barat mengemas total 531 medali dengan rincian 217 medali emas, 157 medali perak dan 157 medali perunggu.
Jumlah tersebut nyaris separuh perolehan medali juara bertahan DKI Jakarta yang kali ini terlempar ke urutan ketiga. Kontingen ibu kota hanya mendulang 132 emas, 125 perak dan 119 perunggu, selisih 13 medali perunggu dari Jawa Timur di urutan kedua (132 emas, 138 perak dan 135 perunggu).

Ketiga provinsi itu masih superior dibandingkan provinsi-provinsi lain, termasuk Jawa Tengah sekalipun yang menduduki peringkat keempat dengan raihan 32 medali emas. Di urutan kelima bertengger kontingen Kalimantan Timur yang membawa pulang 25 emas, 41 perak dan 72 perunggu.
Untuk terselenggaranya acara akbar ini kita patut memberikan apresiasi kepada tuan rumah. Meski persiapan tertatih-tatih hingga last minute Jabar telah berusaha menghadirkan sesuatu yang baru. Tak hanya seremoni yang memukau, juga gairah menjadi juara, meski untuk itu terkesan menghalalkan segala cara.

Sejak sebelum acara pembukaan, berbagai kabar miring sudah berhembus ke bumi Parahiyangan baik terkait persiapan sarana prasarana maupun ambisi tuan rumah untuk menggoyahkan dominasi DKI Jakarta. Pemandangan yang terjadi selama perhelatan itu memberikan banyak pelajaran berarti terutama bagi wilayah lain yang akan menyelenggarakan acara serupa.

Plus
PON kali ini mencatat sejumlah kemajuan berarti. Dari daftar tabel klasemen akhir terlihat sejumlah daerah mengalami lonjakan prestasi. Dengan tanpa meremehkan kontingen lain,  Papua dan NTT adalah beberapa dari antaranya.

Empat tahun lalu di Riau, Papua hanya menuai sembilan medali emas dan berada di peringkat 15 besar. Kali ini prosentase medali emas meningkat dua kali lipat menjadi 18 medali emas, 18 perak dan 32 perunggu. Papua mengakhiri PON Jabar di urutan delapan, di belakang Riau dan Bali masing-masing di urutan ketujuh dan keenam.

Lonjakan medali pun terjadi di kubu NTT. Pada edisi sebelumnya, NTT hanya mampu meraih tiga emas, maka kali ini mereka berhasil mengumpulkan 7 emas, 7 perak dan 9 perunggu.
Perolehan medali tak bisa menjadi tolak ukur tunggal kemajuan prestasi olahraga suatu daerah. Jual beli pemain, persaingan tidak sehat hingga tingkat partisipasi yang rendah masih marak terjadi. Belum lagi kehadiran para atlet nasional dan “muka-muka lama” yang belum tergoyahkan. Namun meningkatnya cumlah rekor yang berhasil dipecahkan mengisyaratkan bahwa ada hal positif dari PON kali ini.

Menurut Ketua Bidang Pertandingan Panitia Besar PON Jabar, Yudha M Saputra, seperti dikutip dari Antara, hingga 23 September tercatat 40 rekor baru PON tercipta.

"Hingga Jumat, tanggal 23 September 2016, sementara jumlah rekor pada pelaksanaan PON XIX Jawa Barat ialah cabang renang 31 rekor, cabang angkat besi empat rekor dan cabang selam lima rekor," tuturnya.

Jumlah rekor tersebut berpeluang meningkat karena tercatat kurang lebih enam hari sebelum PON usai. Masih menurut sumber yang sama, tak hanya rekor PON yang meningkat, kali ini ada sembilan rekor nasional dan satu rekor Asia yang berhasil dipecahkan.

Akhirnya dari laporan pertanggungjawaban Gubernur Jawa Barat sekaligus Ketua Panitia, Ahmad Heryawan, PON kali ini berhasil mengukir 89 rekor PON, 33 rekor nasional, satu rekor SEA Games, 22 rekor Asia dan lima rekor dunia.

Minus
Seperti sudah disinggung sebelumnya, PON kali ini menyisahkan sejumlah persoalan serius. Selain soal kesiapan, ikhwal sportivitas medapat garis tebal. Keberpihakan wasit dan juri pada atlet tuan rumah mengemuka di cabang-cabang olahraga tak terukur.

Muhammad Adil, Ketua Kontingen Sumatera Selatan kepada Kompas (Kamis, 29/9, hal.1) mengaku penilaian sepihak dan sangat subjektif terlihat jelas di partai final yang mempertandingkan para atlet tuan rumah. Judo, gulat dan karate adalah cabang dengan tingkat protes tertinggi.

Merasa penilaian wasit dan juri tak adil kontingen Jawa Timur menolak dua medali perak dari cabang judo. Contoh lain, petinju NTT Atris Neolaka secara satir mengalungkan medali perak yang diraih kepada Dadan Amanda, peraih medali emas. Atris dan pelatih tinju NTT, Hermansen Ballo protes keras dengan keputusan wasit. Laga tersebut berakhir prematur lantaran kulit dahi kanan atas Dadan pecah akibat pukulan Atris. Anehnya, juru sepakat memenangkan Dadan.

“Kalau memang Jabar mau medali, ambil saja semuanya. Saya tidak perlu medali kalau memang menang dengan cara yang tidah terhormat,”ungkap Atris dikutip dari Kompas, (Rabu, 28/9, hal.28).

Tindakan tidak terpuji tak hanya dilakukan oleh wasit dan juri, di tingkat pemain dan penonton pun setali tiga uang. Para pemain polo air Jabar dan Sumatera Selatan terlibat saling pukul di kolam pertandingan yang juga memantik aksi anarkis di kalangan pendukung kedua tim. Laga DKI Jakarta dan Jabar di cabang sepak bola pun diwarnai kerusuhan yang melibatkan para pendukung. Bila mau diurut masih banyak kasus lainnya.
Potret kericuhan di arena polo air PON Jabar 2016/Detik.com

Tak hanya jiwa sportif yang kerdil, penyelenggaraan kali ini juga mengancam proses regenerasi. Para atlet seperti duo pelari senior Agus Prayogo dan Triyaningsih serta para pemain pelatnas bulu tangkis ramai-ramai turun gunung. Mereka diikat dan dibayar oleh sejumlah daerah demi mengamankan medali.

Semestinya PON menjadi arena untuk memanggungkan para pemain muda, terutama di cabang-cabang prestasi yang telah mengharumkan nama Indonesia. Di sektor bulu tangkis misalnya, kita berharap PON menjadi arena pertarungan para pemain belia. Dengan batasan umur yang lebih muda, para pemain dari daerah-daerah lain yang selama ini tak terpantau radar PBSI bisa mengambil panggung. Namun lapangan bulu tangkis malah dikuasai para pemain pelatnas. Beberapa pemain pelatnas bahkan diturunkan di sejumlah nomor berbeda.

Selain di cabang bulu tangkis pembaharuan usia pemain patut dipertimbangkan di cabang-cabang lainnya. Selain terkait aspek regenerasi, PON juga harus berorientasi pada prestasi. Jangan sampai PON lebih sebagai ajang adu gengsi ketimbang mengasah para atlet untuk diorbitkan di kancah internasional.

Empat tahun mendatang PON akan berpindah ke ujung timur nusantara. Gubernur Papua Lukas Enembe telah menerima bendera PON dari tangan Aher, sapaan Ahmad Heryawan, simbol kesiapan dan kesediaan menyelenggarakan ajang multievent itu.

Tak hanya Papua yang dituntut untuk bersiap lebih dini mengantisipasi hal-hal tak berkenan sepert kali ini. Jabar pun mendapat tugas berat baik membuktikan diri layak sebagai juara umum, juga mempertanggungjawabkan dana besar yang telah digelontorkan untuk sejumlah fasilitas olahraga. Kita berharap jangan sampai penyakit lama, yakni fasilitas yang terbengkalai selepas perhelatan olahraga juga menjangkiti Jawa Barat.

Provinsi-provinsi lain perlu lebih serius memperhatikan olahraga di daerah agar bisa bersaing secara sehat di level nasional. Sehingga fenomena jual beli pemain hingga aksi yang mencederai sportivitas tak lagi terulang.


Terima kasih Jabar, selamat datang Papua.

Tulisan ini pertama kali dipublikasikan di Kompasiana, 30/9/2016.

Comments

Popular posts from this blog

Menjaga Rantai Juara Indonesia di Singapura Open SS 2016

Menulis Terus Sampai Jauh...

Millennial Marzukiana, Strategi “Proxy War” Ananda Sukarlan untuk Bang Maing