Rio Haryanto dalam Tiga Pertanyaan
Rio Haryanto (REUTERS/Brandon Malone)
Semringah. Percaya diri. Namun sedikit tegang. Demikian kesan sepintas lalu yang bisa kita tangkap dari berbagai potret Rio Haryanto dalam konferensi pers pertama sebagai pembalap F1 yang siap mengaspal di seri perdana musim ini di Sirkuit Melbourne, Australia, 18-20 Maret ini.
Terpilih sebagai
satu dari enam pebalap F1, Rio duduk di barisan kedua. Ia berada tepat di
belakang sang juara dunia Lewis Hamilton. Di samping Hamilton, duduk Sebastian
Vettel dari Tim Kuda Jingkrak Ferrari dan pebalap tuan rumah yang
mengusung bendera Red Bull Racing, Daniel Ricciardo. Sejajar dengan Rio ada
Esteban Gutierrez (Tim Haas) dan anak mantan pembalap F1 Jonathan Palmer yang
juga debutan, Joylon Palmer (Tim Renault Sport).
Mengenakan baju abu-abu
dengan banyak tulisan sponsor di sana-sini, Rio tampak tenang. Kedua tangannya
dikatupkan dan tatapan mata fokus ke depan, seakan tak sabar untuk menelan
pertanyaan demi pertanyaan. Bukan kepada juara bertahan dan unggulan yang lebih
dahulu ditanya. Tetapi kepada pebalap tuan rumah dan debutan. Satu dari tiga
pebalap yang mendapat kesempatan awal adalah Rio.
Kesempatan pertama
diberikan kepada pembalap tuan rumah Daniel Ricciardo. Setelah Esteban
Gutierrez menyelesaikan dua pertanyaan, kesempatan pun diberikan pada jagoan Merah
Putih berusia 23 tahun itu. Tentang kebanggaan Yang ditanya pertama kepada Rio
bukan tentang strategi, bukan pula taktik, apalagi persiapan teknis.
Tentu yang bertanya tahu bahwa Rio adalah pebalap debutan, pendatang baru
sehingga hal-hal teknis-strategis lebih pas ditanyakan pada urutan kesekian.
Maka yang disasar pertama adalah predikatnya sebagai pebalap F1 pertama dari
sebuah bangsa besar bernama Indonesia. Sebagai seorang pemuda yang baru berusia
23 tahun, identitas dan sejarah baru itu dikedepankan.
Rio, coming to you, 23
years old, from Indonesia, one of three rookies in the field. First Formula One
driver, more importantly, from Indonesia. Let’s start with that. What’s the
response been like and how does it feel to be a pioneer? (Rio, umur kamu 23
tahun, dari Indonesia, satu dari tiga rookie. Lebih penting lagi, pebalap
Formula 1 pertama dari Indonesia. Kita mulai dari situ. Seperti apa respons di
sana dan bagaimana rasanya menjadi seorang pionir?)
Nada dan arah pertanyaan di
atas jelas: perasaan sebagai pembalap pertama F1 dari Indonesia sekaligus
respon bangsa Indonesia terhadapnya. Rio pun menjawab sangat pisitif dan
hakulyakin bahwa ia tak sendirian. Ia maju dengan dan atas nama rakyat
Indonesia. Kehadirannya di ajang itu menorehkan catatan tersendiri dalam
sejarah bangsa yang telah merdeka sejak 1945 silm dan baru kali ini memiliki
wakil di F1. Karena itu akan menjadi kebanggaan tersendiri.
Yeah, there’s been
tremendous support back home. Obviously to be able to compete in Formula One is
a great thing. I’m very proud and I’m sure the whole nation are proud too to
have me in Formula One."
Namun bila mau jujur, atribut kebanggaan atas
kehadiran Rio di F1 itu masih bisa diakhiri dengan tanda tanya
besar. Apakah kita sebagai bangsa benar-benar bangga terhadapnya?
Jangan-jangan rasa itu hanya separuh, dan dialami oleh sebagian orang.
Mungkin saja masih ada yang memeram rasa sinis, bahkan apatis dalam
aneka rupa yang telah menyata sejak Rio dan timnya dihadapkan pada tuntutan
kebutuhan yang sangat tinggi dan menguras kantong.
Suasana konpers pertama F1 musim 2016.
Realistis
You won races in GP2 and GP3 during your apprenticeship for this
opportunity. What are your expectations for this season with Manor? (Kamu
pernah menang di GP2 dan GP3 selama "magang" untuk mendapatkan
kesempatan ini. Apa yang kamu harapkan dari musim ini bersama Manor?)
Pertanyaan kedua mengarah pada targetnya di musim ini. Sebagai debutan dengan
tingkat persaingan super ketat di ajang jet darat itu, Rio mafhum tak mudah
mematok target tinggi. Namun kehadirannya di ajang tersebut, sebagaimana tanda
tanya banyak orang, tidak bisa tidak sekadar pelengkap dan penggembira semata.
Polemik tentang mahar wah, tak kurang dari Rp225 miliar untuk mendapat satu
kursi di Manor Racing sedikit banyak menuntut pembuktian. Maka Rio tak bisa
tidak, harus memiliki target. Dan memang sebagai seorang profesional, dengan
darah adu balap yang mengalir dalam tubuh, pantang untuk sekadar menjadi
penggembira walau tentang ini sudah banyak bukti. Target realistis pun dipatok.
I’m new to Formula One so there are a lot of things to learn. My expectation is
to try to learn as quick as possible and to try to build a good relationship
with the team and we’ll see how it goes in the races? (Saya baru di Formula 1.
Ada banyak hal yang harus dipelajari. Harapan saya adalah berusaha belajar
secepat mungkin dan mencoba membangun hubungan yang baik dengan tim. Kita lihat
saja nanti bagaimana hasilnya saat balapan.)
Target tim
Rio, it looks like
Manor have made quite a big step forward in performance from last year to this
year. Is that giving the team confidence that they will be in the points
regularly? (Rio, sepertinya Manor telah membuat sebuah kemajuan cukup besar
dari tahun lalu ke tahun ini. Apakah itu memberikan kepercayaan diri kepada tim
untuk memperoleh poin secara reguler?)
F1 bukan olahraga perorangan walau yang
kerap jadi sorotan adalah individu. Cabang olahraga tersebut menuntut kerja
sama, kerja tim sehingga skill dan kelihaian pebalap tak bisa jadi andalan.
Dana besar yang bergulir menyatukan organisasi tim antara pebalap, tim teknis,
dan berbagai unsur penting lainnya. Setiap bagian memainkan peran dan porsi
tersendiri namun menjadi satu kesatuan tak terpisahkan. 'Cedera' atau 'cacat'
pada satu bagian akan mempengaruhi bagian lain. Demikianpun kualitas salah satu
unsur akan berperan penting untuk menentukan roda organisasi tim. Sehingga
kesuksesan seorang pebalap adalah kesuksesan sebuah tim.
Demikianpun
sebaliknya, kurang maksimalnya salah satu unsur akan menjadikan tanggungan
bersama walau tentang ini terkadang nasib sang pebalap lebih dipertaruhkan.
Karena itu pertanyaan ketiga yang diajukan di penghujung sesi menyasar pada target
sebagai sebuah tim, bukan target Rio sebagai driver semata.
Yeah, definitely.
It’s a much better package that we have in comparison to last year and that’s
the goal, to score points. We don’t know when but we’ll try our best every race
as the races will be long and let’s see what we can do. ("Ya, tentu
saja. Dibandingkan dengan tahun lalu, ini adalah paket yang jauh lebih baik.
Dan itulah tujuan kami, meraih banyak poin. Kami belum tahu, tapi kami akan
mengusahakan yang terbaik di setiap balapan yang akan berlangsung panjang ini.
Kita lihat saja apa yang bisa kami lakukan). Demikian jawaban pamungkas Rio.
Walau masih tertinggal jauh dari para jagoan dan tim mapan lainnya, Manor
mencatat perkembangan luar biasa. Di musim ini tunggangan Rio, MRT05 mendapat
sentuhan mesin kompetitif dari Mercedes dan campur tangan mantan Kepala
Tim Desain Ferrari, Nicholas Tombazis. Mesin Mercedes-Benz PU106C Hybrid Power
Unit itu dan campur tangan Tombazis dalam urusan aerodinamis mobil sedikit
banyak akan membantu Rio dan tandemnya Pascal Wehrlein.
Diharapkan berbagai
perubahan itu akan berpelukan dengan kinerja dan performa Rio di
lintasan balap. Target terdekat tentu saja beradaptasi segera dengan tim dan
tunggangan bernomor 88 itu agar musim kompetisi yang panjang sebanyak 21 seri
ini bisa berakhir dengan poin dan pada akhir musim tetap bertahan di ajang
prestisius itu sebagai prestasi pribadi dan kebanggan bangsa.
Selamat berjuang Rio!!
Tulisan ini pertama kali dipublikasikan di Kompasiana, 17 Maret 2016
Comments
Post a Comment