Doping, Pemicu Baru Ketegangan AS-Rusia

Kantor Badan Anti Doping Dunia (WADA)/BBC.co.uk

Ketegangan karena konflik kepentingan antara Rusia dan Amerika Serikat ternyata tidak hanya tentang Timur Tengah. Belakangan mencuat topik baru yang memperjelas rivalitas kedua negara besar itu hampir di semua segi.  Tak terkecuali di dunia olahraga.

Belum lama ini sejumlah file rahasia Badan Anti Doping Dunia (WADA) bocor ke publik. Rusia diduga berada di balik bocornya data terkait empat atlet Amerika Serikat yang baru saja berjaya di Olimpiade Rio de Janeiro.  Mereka adalah pesenam putri yang merebut empat medali emas, Simone Biles; pebasket putri yang berkontribusi menyumbang emas Elena Delle Dome serta Williams bersaudara yang menjadi tulang punggung tenis AS.

Di Olimpiade Rio Serena gagal mempertahankan medali emas nomor tunggal putri setelah tersisih di babak ketiga di tangan petenis asal Ukraina, Elina Svitolina. Kekalahan tersebut dilengkapi hasil kurang meyakinkan di turnamen AS Terbuka beberapa pekan kemudian membuatnya tersisih dari puncak tangga Asosiasi Tenis Wanita (WTA) yang digenggamnya selama 186 pekan. Kini posisi Serena diambil alih petenis Jerman sekaligus juara AS Terbuka, Angelique Kerber.

Sementara itu saudara tuanya, Venus, tampil lebih baik di Olimpiade Rio dengan merebut medali perak ganda campuran, berpasangan dengan Rajeev Ram. Williams bersaudara juga diandalkan di nomor ganda putri, namun keduanya langsung keok di babak pertama dari pasangan dari Republik Ceko, Lucie Safarova dan Barbora Strycova.

Meski demikian hasil buruk ini tak memudarkan nama besar keduanya di jagad tenis dunia. Williams bersaudara menjadi pusat perhatian mengingat di usia yang tak muda lagi masih tetap bertaji.
Tak pelak, Serena masuk dalam daftar incaran peretas bersama tiga atlet AS lainnya di atas. Seperti dilansir BBC.co.uk, peretas tersebut mengaku diri sebagai “Fancy Bears” dan pemerintah AS mencurigai Rusia berada di baliknya.

Hacker tersebut mengunggah hasil tes doping para atlet tersebut sebelum dan selama berlangsungnya Olimpiade Rio. Beberapa zat yang masuk kategori doping seperti methylphenidate, prednisone dan oxyxodone diberi penekanan. 

Kecurigaan terhadap keterlibatan pemerintah Rusia semakin besar mengingat negara tersebut sedang diterpa persoalan doping. Belum lama ini terkuak praktik sistematis penggunaan doping para atlet Rusia yang telah berlangsung selama bertahun-tahun dengan melibatkan pihak pemerintah. Buntutnya di Olimpiade Rio beberapa atlet dari cabang atletik tak bisa tampil karena mendapat sanksi dari badan atletik dunia yakni IAAF. Lebih parah lagi tim Rusia dilarang ambil bagian di ajang Paralimpiade atau olimpiade untuk kaum difabel yang juga dihelat di Rio sejak 7 hingga 18 September.
Simone Biles/BBC.co.uk.

Kecurigaan tersebut sedang diperjelas. Pemerintah AS sedang melakukan investigasi serius terkait para peretas. Namun WADA dengan yakin memastikan bahwa Rusi bertangung jawab terhadap peretasan itu. WADA menilai aksi tersebut sebagai upaya balas dendam atas terkuaknya borok olahraga Rusia.

Seperti diketahui pada Juli lalu badan independen bernama McLaren menguak praktik curang Rusia pada Olimpiade Sochi 2014. Rusia dituduh menukar sampel doping atlet Rusia yang menggunakan zat doping dengan sampel atlet yang bersih dengan sokongan dinas rahasia Rusia.

Empat bulan berselang, November tepatnya, Rusia mendapat hantaman lebih keras menyusul laporan terpisah dari komisi anti doping yang diketuai mantan presiden WADA Dick Pound. Muncul dugaan pemerintah Rusia dengan tahu dan mau terlibat dalam praktik yang mencederai sportivitas itu. Negara diduga mensponsori penambahan zat doping ke dalam obat-obatan yang dikonsumsi para atlet.

"WADA tidak memiliki keraguan bahwa serangan-serangan yang tengah dilakukan sebagai pembalasan terhadap badan, dan sistem anti-doping global, karena investigasi independen Pound dan  McLaren yang mengekspos doping yang disponsori pemerintah Rusia," ungkap Direktur Jenderal WADA Olivier Niggli  seperti dilansir kantor berita Reuters.

Sebagaimana tersirat dalam pernyataan Niggli, peretasan belum dipastikan bakal berhenti. Apalagi sejumlah data rahasia WADA kembali diretas. Berdasarkan peneliti keamanan cyber AS, tak hanya melibatkan Fancy Bear tetapi juga satu kelompok lain bernama PT28.

Tak hanya data keempat atlet AS itu, seperti dimaklumkan Fancy Bear sebelumnya, data-data susulan pun bermunculan ke publik. Terhitung sudah 25 atlet yang datanya diretas. Atlet-atlet tersebut berasal dari sejumlah negara yakni AS, Jerman, Inggris, Republik Ceko, Denmark, Polandia, Rumania dan Rusia.
Serena Williams, peraih empat medali emas Olimpiade/BBC.co.uk

Menyusul bocornya data-data tersebut, setidaknya empat atlet AS sudah memberi keterangan. Biles mengaku telah mengonsumsi obat-obatan seperti tertera dalam daftar WADA sejak kecil sebab dirinya mengidap attention deficit hyperactivity disorder (ADHD).

Venus pernah didiagnosis terserang penyakit yang menyerang kekebalan tubuh. Serena pernah mengalami cedera otot dan Dome pernah dioperasi di ibu jari, sehingga tidak ada yang keliru dengan obat-obatan yang mereka gunakan. Hal tersebut dipertegas oleh WADA.

Terhadap kecurigaan AS dan WADA, Rusia mengelak. Menteri Olahraga Rusia Vitaly Mutko mengaku tak tahu dengan keberadaan kelompok peretas tersebut. Bahkan ia merasa pihaknya sengaja dijadikan kambing hitam.

"Tapi kami juga prihatin karena mereka memiliki data yang sama untuk atlet Rusia dan kami juga bisa menjadi korban. Tidak, tidak ada keterlibatan negara. Bagaimana hal itu bisa terjadi?,"ungkapnya.

Editor olahraga BBC Dan Roan sependapat dengan WADA. Aksi ini merupakan bentuk upaya balas dendam Rusia yang sedang menjadi sorotan terkait skandal doping yang disebut-sebut sebagai yang terbesar dalam sejarah.

Eksesnya pun patut digarisbawahi. Para atlet lainnya tentu merasa tidak nyaman. Muncul ketakutan jangan-jangan data-data pribadi mereka juga bocor. Selain itu peretasan ini benar-benar menimbulkan tanda tanya terhadap sistem keamanan WADA, yang dalam pernyataannya mendaku memiliki tingkat keamanan data yang tinggi. Jangan sampai aksi tersebut menggangu stabilitas WADA yang tengah berada di posisi bagus sebagai lembaga dengan tingkat kepercayaan dan integritas yang tinggi. Di atas semuanya, persoalan ini meningkatkan tensi hubungan AS dan Rusia.

Terlepas seperti apa kelanjutannya, kita perlu belajar dari persoalan ini. Para atlet sepatutnya menjauhkan diri dari zat-zat doping apapun dan negara tidak pernah boleh memberikan toleransi, apalagi terlibat, dalam praktik tak terpuji itu. Alih-alih membela diri dengan dalih ketidaktahuan. lebih elok melengkapi diri dengan data informasi dan wawasan tentang doping. Tak kalah penting adalah  membangun sistem perlindungan terhadap basis data penting yang sepatutnya dijaga kerahasiaan. Zaman sekarang hampir tak ada yang tak bisa disingkap di atas muka bumi ini.

Tulisan ini pertama kali dipublish di Kompasiana, 16 September 2016.


Comments

Popular posts from this blog

Menjaga Rantai Juara Indonesia di Singapura Open SS 2016

Millennial Marzukiana, Strategi “Proxy War” Ananda Sukarlan untuk Bang Maing

Menulis Terus Sampai Jauh...