Anthony Ginting, Harapan Baru Tunggal Putra Indonesia

Anthony Ginting juara #IndonesiaMasters 2018/@INABadminton
Setelah menanti cukup lama, bulu tangkis Indonesia akhirnya mulai mendapat harapan baru dari nomor tunggal putra. Anthony Sinisuka Ginting, pemain berusia 21 tahun mulai matang dan membuktikan sebagai tumpuan baru di sektor ini. Pemain kelahiran Cimahi ini baru saja meraih gelar pertama di tahun ini dengan menjuarai Indonesia Masters Super 500.

Kemenangan di turnamen selevel super series ini diperoleh dengan melewati rintangan para pemain senior dan berpengalaman. Menyingkirkan juara Olimpiade 2016 asal China di babak perempat final, berlanjut dengan menghentikan pemain nomor tujuh dunia dari Taiwan, Chou Tien Chen. Anthony akhirnya mencapai klimaks di hadapan para pendukung Indonesia yang memadati Istora, Senayan, Jakarta dengan kemenangan atas Kazumasa Sakai.

Berpostur lebih pendek, Anthony mampu mengeluarkan senjata mematikan yakni netting yang akurat dan smash tajam. Pemain yang berulangtahun saban 20 Oktober itu membuat wakil Jepang itu cukup kesulitan. Ditambah lagi “return service” yang baik, membuat Anthony mampu mengunci kemenangan straight set dengan skor 21-13 dan 21-12 dalam tempo 34 menit.

Kiprah Anthony dalam dua tahun terakhir cukup mengalami perkembangan. Tahun lalu ia mengunci satu gelar, sekaligus satu-satunya gelar dari sektor ini, di turnamen super series Korea Open. Gelar super series pertama itu diraih dengan melewati hadangan sederet pemain unggulan seperti Lee Dong Keun di ronde pertama, Ng Ka Long dan Kenta Nishimoto di babak kedua dan perempatfinal. Selanjutnya menumbangkan unggulan pertama Son Wan Ho di semi final sebelum memenangkan “perang saudara” menghadapi Jonatan Christie di laga pamungkas.

Gelar ini membuat statistik penampilan Anthony di partai final cukup baik. Dua kali mencapai final selalu berakhir dengan gelar juara. Anthony pun akan masuk dalam lingkaran 10 besar dunia pekan depan. Ia akan berada dalam jajaran elite bersama para jagoan dari negara lain. Perlahan tetapi pasti, Anthony mulai membuktikan diri sebagai pemain masa depan Indonesia yang telah diprediksi sejak bersama Ihsan Maulana Mustofa dan Jonathan Christie muncul ke panggung bulu tangkis dunia.

Selanjutnya Anthony ditantang untuk menjaga konsistensi dan terus meningkatkan performa. Salah satu kendala yang kerap mengganjal para pemain Indonesia adalah bagaimana terus menjaga puncak permainan. Sambil berharap pada Anthony, kita pun ingin melihat para pemain muda lainnya termotivasi. Tidak hanya kepada Ihsan dan Jojo, sapaan Jonatan, juga Firman Abdul Kholik dan Muhammad Bayu Pangisthu.

Super Minions
Marcus Gideon dan Kevin Sanjaya menegaskan dominasinya atas pasangan China, Liu Junhui dan Liu Yuchen. Kembali bertemu di pertemuan ketujuh, The Minions terus menjaga tren positif seperti enam pertemuan terakhir yang selalu berakhir dengan kemenangan.

Kedua pasangan ini cukup berhasil menutup rangkaian partai final hari ini. Saling kejar mengejar diselingi atraksi provokatif hingga kesalahan wasit mengambil keputusan membuat tensi pertandingan meninggi.

Gim pertama, ungulan kedua dari Negeri Tirai Bambu itu sukses membuat pasangan nomor satu dunia itu mati kutu. Seperti pertemuan sebelumnya, menara kembar dari Asia Timur itu sukses mengunci set pertama. Bahkan kali ini mereka hanya memberi 11 poin kepada Marcus dan Kevin.
Marcus dan Kevin berhasil mendapatkan kembali ritme permainan di game kedua. Bila game pertama mereka seperti adem ayem, game kedua ini mereka tampil bak angina rebut. Smes-smes keras ditambah permainan cepat, seperti biasa, mereka peragakan. Hasilnya? Marcus dan Kevin unggul telak 21-10.

Kemenangan telak di set kedua semakin menyemangati The Minions untuk mengakhiri pertandingan. Sempat memimpin jauh di game penentuan, pasangan China coba memberi perlawanan. Namun perolehan poin Li dan Liu terhenti di angka 16 saat Minions mengunci kemenangan.

Kemenangan 11-21, 21-10, 21-16 di partai ulangan final All England 2017 itu menjadi gelar pertama dalam turnamen pertama The Minions di tahun ini. Keduanya menegaskan diri sebagai jagoan sektor ini yang tak pernah kehilangan gelar dalam tujuh pertandingan final.

Secara keseluruhan, kemenangan Marcus dan Kevin menjadi klimaks dari pertandingan final hari ini. Indonesia menegaskan dominasinya di kejuaraan yang sebelumnya berada di level Grand Prix Gold. Sejak pertama kali bergulir pada 2010, Indonesia tak pernah gagal meraih gelar dan selalu tampil sebagai juara umum.

Tidak hanya itu, Marcus dan Kevin sukses menjaga tradisi ganda putra di ajang ini. Dari tujuh kali penyelenggaraan ganda putra selalu mengirim wakil di final. Enam dari antaranya berbuah gelar. Satu-satunya gelar yang lepas pada 2012. Saat itu Angga Pratama dan Rian Agung Saputro kalah telak dari wakil Korea Selatan Kim Gi Jung/Ki Sa Rang, 13-19 dan 9-12.

Kevin Sanjaya dan Marcus Gideon pun menorehkan catatan pribadi. Ini menjadi gelar kedua mereka dengan pasangan berbeda. Kevin meraih gelar pertama pada 2016 saat berpasangan dengan Wahyu Nayaka. Meski baru dipasangkan mereka sukses meraih gelar dengan mengalahkan wakil China yang berstatus juara dunia junior, Han Chengkai dan Zhou Haodong, 21-16 dan 21-18.

Sementara Marcus lebih dulu meraih trofi pada 2014. Kala itu ia berpasangan dengan Markis Kido yang merupakan pemain Non-Pelatnas. Lawan yang dihadapi adalah tandemnya saat ini, Kevin Sanjaya yang bertandem dengan Selvanus Geh. Marcus dan Kido menang setelah bertarung rubber set, 21-17 20-22 dan 21-14.

Seperti edisi terakhir dua tahun silam, Indonesia mendulang dua gelar. Situasi ini berbeda dengan pergelaran China Open Super Series Premier 2016 yang menorehkan catatan kelam bagi tuan rumah. Dari empat wakil yang lolos ke final tak ada satupun yang menginjak podium tertinggi. Sementara Indonesia yang memiliki wakil lebih sedikit malah keluar sebagai juara umum dengan dua gelar dari The Minions dan Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir.

Dua runner-up
Indonesia berpeluang meraih empat gelar. Namun dua wakil lainnya harus puas sebagai runner-up. Nomor ganda putri dan ganda campuran lepas dari genggaman. Ganda putri masa depan, Greysia Polii dan Apriyani Rahayu harus mengakui keunggulan Misaki Matsutomo dan Ayaka Takahashi. Pasangan Jepang itu menang dua game langsung 21-17 dan 21-12.

Misaki dan Ayaka yang pernah mendominasi sektor ini masih terlalu tangguh bagi pasangan baru Indonesia. Hal ini patut dimaklumi mengingat mereka telah lama berpasangan. Mereka telah bersama selama sepuluh tahun berbanding Greysia dan Apriyani yang belum genap setahun.

Namun pencapaian Greysia dan Apri tetap patut diapresiasi. Pasangan berbeda generasi ini mampu menyisir para penonton di Istora sejak babak pertama. Meski antiklimaks, pencapaian ini terbilang maksimal mengingat kualitas dan kekompakan mantan pasangan nomor satu dunia itu masih belum mudah diruntuhkan.

Pasangan Indonesia ini berpotensi untuk terus menjadi lebih baik. Greysia perlu bermain lebih sabar dan menyelesaikan pekerjaan rumah dalam hal-hal mendasar seperti service dan penempatan bola. Sementara Apri masih harus disuntik dengan kepercayaan diri saat berada dalam tekanan.

Bagi Greysia hasil minor ini menegaskan dirinya sebagai spesialis runner-up Indonesia Masters. Ini ketiga kalinya menjadi juara kedua setelah dua tahun lalu bersama Nitya Krishinda Maheswari dan di edisi pertama bersama Meiliana Jauhari.

Pengalaman Greysia sekiranya melengkapi semangat muda dan talenta Apri untuk semakin bersaing di jajaran elite dunia. Keduanya akan berada di top 8 BWF pekan depan. Semoga makin bersinar seiring kerja keras dan ketekunan berlatih serta bertambahnya jam terbang di level atas.

Pekerjaan rumah juga menanti ganda campuran. Performa Owi dan Butet hari ini mengisyaratkan bahwa sektor ini perlu segera mendapat penerus yang sepadan. Meski bermain baik, terutama Owi yang pintar di depan net dan forehand silang yang ciamik, pasangan ini sudah mulai mendapat ancaman serius dari para pemain muda. Seperti terlihat hari ini pasangan masa depan China, Zheng Siwei dan Huang Yaqiong sukses merepotkan mereka.

Di balik kemenangan straight set, 14-21, 11-21 Siwei/Yaqiong tampil apik, cerdik dan enerjik. Permainan cepat pasangan yang berada di dua urutan teratas dunia dengan pasangan berbeda ini sulit diimbangi peraih emas Olimpiade Rio 2016 itu. Pelatih ganda campuran, Richard Mainaky perlu bekerja keras untuk mendapat pelapis tidak hanya untuk bersaing di beberapa turnamen mayor seperti All England, Kejuaraan Dunia hingga Asian Games.

Selain kontribusi pelatih, para pemain muda pun dituntut untuk bekerja lebih keras. Melecut dan menstimulus diri sendiri dengan berkaca pada performa Owi dan Butet. Owi dan Butet yang masih menjadi yang terbaik sekaligus andalan mesti memacu para pemain muda untuk dua kali lebih giat dan dua kali berlari lebih cepat.

Antiklimaks Nehwal
Bila pertandingan lain menyajikan hiburan memikat tidak demikian dengan tunggal putri. Pertandingan yang diharapkan berlangsung sengit dan menegangkan tidak terjadi saat Tai Tzu Ying dan Saina Nehwal bertemu. Saina bermain antiklimaks, tidak seperti saat menyingkirkan unggulan empat dari Thailand, Ratchanok Intanon di semi final.

Penampilan jauh dari performa terbaik Nehwal berhasil dimanfaatkan dengan baik oleh tunggal nomor satu dunia. Backhand dan dropshot pemain Taiwan itu benar-benar mematikan. Sentuhan dan penempatan bola yang lembut namun tak terjangkau. Nehwal menyerah dalam waktu kurang dari setengah jam. Kekalahan 21-9 dan 21-13 memperpanjang catatan tak pernah menang dalam tujuh pertemuan terakhir.

Meski begitu pertandingan ini menjadi cemeti bagi tunggal putri Indonesia. Bila tunggal putra sudah memiliki juara, tidak demikian dengan sektor ini. Sektor ini masih terus menanti lahirnya sang juara. Sekiranya penampilan para pemain putri dunia melecut Fitriani dan kawan-kawan untuk bekerja ekstra keras. Mereka tidak hanya mengasah teknik dan mempertebal mental tetapi juga harus mendapatkan senjata yang bisa diandalkan seperti Tai Tzu Ying.

Akhirnya penampilan para pemain terbaik dunia sudah memberi warna tambahan bagi Istora yang baru saja dipugar. Setelah Indonesia Masters, sebagaimana pemugaran Istora dimaksudkan, masih ada dua hajatan yang lebih besar dan prestisius. Indonesia Open S1000, satu tingkat di atas Super Series Premier pada 3-9 Juli serta ajang multievent Asian Games pada 18-29 Agustus bakal membuat gelanggang legendaris itu semakin semarak. Eaa…eaa…eaa….

Hasil final #IndonesiaMasters 2018:
Sumber: www.tournamentsoftware.com



Comments

Popular posts from this blog

Menjaga Rantai Juara Indonesia di Singapura Open SS 2016

Millennial Marzukiana, Strategi “Proxy War” Ananda Sukarlan untuk Bang Maing

Menulis Terus Sampai Jauh...