Mampukah Jonatan Christie Menjegal Super Dan?
Jonatan Christie/badmintonindonesia.org
Setelah
Anthony Sinisuka Ginting gagal ‘balas dendam’ pada pemain senior Denmark Jan O
Jorgensen di babak pertama BCA Indonesia Open Super Series Premier, Rabu
(01/06/15), muncul pertanyaan kurang lebih demikian: apakah kompatriotnya
Jonathan Christie mampu mengukir sejarah berbeda?
Anthony
maupun Jonathan, juga Ihsan Maulana Mustafar, merupakan pemain muda Indonesia. Mereka
sudah mulai mendapat jam terbang internasional. Terakhir dipercaya memperkuat
tim Thomas Indonesia di putaran final di Kunshan, Tiongkok. Ketiganya pun
digadang-gadang sebagai generasi emas untuk mengembalikan kejayaan bulu tangkis
Tanah Air.
Selain
bakat dan potensi yang mulai terlihat, mereka pun memiliki tekad yang kuat. Setelah
kalah di putaran final Piala Thomas lalu, mereka seakan menyimpan hasrat dan
target tersendiri.
Anthony
secara tidak langsung menyimpan ‘dendam’ pada Jorgensen. Kala itu, turun
sebagai tunggal kedua, Anthony tak berkutik di tangan Jorgensen.
Harapan
tersirat tersebut seakan mendapat restu. Drawing Indonesia Open akhirnya
mempertemukan mereka. Namun, pengalaman Jorgensen masih di atas pemain 19 tahun
itu. Walau secara kualitas pemain asal
Cimahi itu mampu menandingi pemain 28 tahun itu.
Dalam laga
itu, Jorgensen memperlihatkan keunggulannya yang masih harus diasah Anthony
seperti ketenangan, kesabaran, akurasi dan finishing.
Sempat memimpin di dua game, dan bisa kejar-mengejar angka, Anthony pun
harus menyerah 20-22, 23-25.
“Finishing saya kurang bagus, terutama di saat kritis. Saya
kurang tenang, kurang sabar dan terburu-buru, ini menjadi bumerang buat saya,” aku
Anthony.
Walau demikian menurut Jorgensen Anthony telah mengalami
perkembangan. “Anthony sekarang tampil
lebih rileks, berbeda dengan di Piala Thomas, dia sepertinya bermain di bawah
tekanan. Walaupun saat itu saya masih bergelut dengan cedera pangkal paha,
namun Anthony masih belum bisa mengatasi.”
Anthony dan Jorgensen bersalaman usai laga/badmintonindonesia.org
Berbeda nasib dengan Anthony, Jonatan sukses melewati
hadangan pertama di Istora Senayan, Jakarta siang tadi. Bertemu wakil Taiwan, Hsu
Jen Hao pemain yang karib disapa Jojo itu menang dua game langsung, 21-12,
21-19.
Kedua
pemain bukan baru pertama bertemu. Tercatat ini merupakan pertemuan ketiga
setelah sebelumnya di Piala Sudirman 2015 dan India Open awal tahun ini.
Hasilnya, Jo sukses mempertahankan tren positif. Tak pernah sekalipun pemain 18
tahun itu kalah.
Melihat
penampilan dan statistik Jo pada laga tersebut, terlihat jelas perubahan
signifikan yang kini dicapainya. Bila di dua pertemuan sebelumnya, Jo menang
setelah berjuang susah payah tiga set, kali ini tunggal rangking 19 dunia itu
hanya butuh 48 menit.
Sempat lengah
di set kedua, Jo akhirnya mampu kembali menggenggam ritme permainan, hingga
mengakhiri perlawanan pemain rangking 24 dunia itu.
Kemajuan penampilan
pemain kelahiran Jakarta itu diakui oleh Hsu. Demikian pengakuan tunggal 24
tahun itu seperti dikutip dari badmintonindonesia.org, “Menghadapi Jonatan memang agak sulit,
sebelumnya sudah dua kali bertemu dan Jonatan memang ada kemajuan dari
pertemuan-pertemuan sebelumnya. Jonatan adalah pemain muda, dia bermain dengan
ritme yang sangat cepat dan bagus sekali.”
Selanjutnya,
di babak kedua, Jo akan menantang jagoan Tiongkok, Lin Dan. Seperti Anthony, bertemu
Super Dan bisa dilihat sebagai momen pembalasan setelah sebelumnya kalah di
Singapura Open tahun ini.
Saat itu,
Jo sempat memberikan perlawanan sebelum menyerah di tangan Lin Dan dengan skor
21-13 dan 21-7. Apakah Indonesia Open kali ini pendulum statistik akan berpihak
pada Jo?
Di atas
kertas, dari segala segi jelas Lin Dan lebih diunggulkan. Unggulan ketiga itu
sudah makan asam garam di kancah bulu tangkis dunia. Hampir semua gelar
bergengsi sudah masuk dalam lemari prestasinya. Namun, seiring bertambahnya
usia segala kejayaan masa lalu tak bisa terus dipertahankan.
Di babak
pertama peraih emas Olimpiade Beijing 2008 dan Olimpiade London 2012 itu menang
susah payah atas tunggal Malaysia, Zulfadli Zulkiffli. Ia harus melewatkan
pertarungan tiga set sebelum menutup laga dengan skor 116-21 21-18 dan 21-16.
Selain memanfaatkan
kelebihan stamina, dukungan penonton di Istora sekiranya memberikan motivasi
tambahan bagi Jonatan. Ditambah lagi persoalan shuttlecock yang mulai makan ‘korban’
bisa menambah keuntungan bagi Jonatan.
“Mungkin saya akan diuntungkan dari dukungan penonton di
Istora. Soal shuttlecock, mungkin Lin Dan juga tidak suka dengan shuttlecock
yang lajunya cepat. Dia memang pemain matang, permainannya alot, tetapi dia
tidak cepat-cepat menyerang, banyak mengangkat bola dulu,” tutur Jonatan.
Namun demikian,
Jo perlu belajar banyak dari pertandingannya sebelumnya, termasuk dari pengalaman
kompatriotnya Anthony Ginting. Kesabaran dan ketenangan perlu dipadupadan
dengan semangat juang.
Akhirnya
kita berharap target yang telah diusungnya bisa tercapai. “Sejak
tanding di Piala Thomas 2016, saya sudah melihat undian BIOSSP dan ada peluang
bertemu Lin Dan. Target pribadi saya minimal mau menyamai pencapaian tahun lalu
ke perempat final, saya ingin mengalahkan Lin Dan.”
Comments
Post a Comment