Sistem Perhitungan Poin Bulu Tangkis Berubah (Lagi)?

 Ilustrasi sistem poin 3X21/imgarcade.com

Ada yang beda di turnamen Chinese Taipei Masters Grand Prix yang tengah berlangsung di Hsing Chuang Gymnasium, Taipei, Taiwan. Turnamen level Grand Prix yang dimulai sejak 11 Oktober lalu dan akan berakhir pada 16 Oktober ini hadir dengan sistem perhitungan poin yang baru.

Tengok saja daftar skor para pemain yang baru menyelesaikan babak pertama kemarin.  Tak ada lagi angka 21, atau selisih dua angka dari angka final tersebut. Mayoritas angka tertinggi yang tertera di tabel skor adalah 11, selain 14 dan 15.

Jumlah set yang dimainkan pun berubah. Sebelumnya paling banyak tiga set atau biasa disebut rubber set. Dalam sistem baru kemenangan langsung (straight set) berlaku apabali kemenangan diraih dalam tiga set secara beruntun. Sementara itu bila masih dalam kedudukan sama kuat, 1-1, maka pengoleksi kemenangan di dua game berikutnya keluar sebagai pemenangan (skor akhir menjadi 3-1 atau laga berlangsung empat set). Atau laga akan berlangsung hingga lima set dengan kemenangan di pihak yang mengunci tiga set.

Ya, saat ini Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF) sedang mengujicoba sistem skor baru. Bila sebelumnya dikenal sebagai sistem 3X21, sistem baru ini dikenal dengan sistem 5X11. Sebenarnya wacana untuk membaharui sistem 3X21 yang telah berlangsung sejak  2006 itu sudah digemakan sejak dua tahun silam.

Pertemuan Dewan (Grand Meeting)BWF pada 30 Mei 2014 di New Delhi, India menyepakati  opsi pembaharuan sistem perhitungan poin. Dasar pertimbangan, sebagaimana disampaikan Presiden BWF Presiden BWF Poul-Erik Hoyer saat itu, yakni menghadirkan kegembiraan dan ketegangan yang lebih serta memangkas waktu pertandingan.

Alasan BWF itu mengarah pada pengandaian semakin dekat garis akhir maka tensi dan semangat bertanding (fighting spirit) akan semakin meninggi. Para pemain tidak memiliki banyak waktu untuk menunda-nunda kesempatan yang bisa dimanfaatkan untuk meraih poin. Drama dan tragedi semakin jelas dan dekat, sehingga membuat adrenalin dan gairah menonton semakin tinggi.

Sementara sistem lama dinilai terlalu memakan banyak waktu, dan butuh kesabaran lebih untuk menggapai poin akhir. Tendensi jenuh dan membosankan dianggap mudah terjadi, terutama muncul saat perolehan poin dua pemain atau dua pasangan terpaut jauh. Benar, kadang kita menjumpai perolehan poin antarpemain atau pasangan yang terpaut jauh. Pikiran spontan dan hati kita pun spontan meletupkan hasrat agar laga tersebut segera berakhir.

Pertanyaan, apakah  kenyataan tersebut sudah memadai sebagai premis untuk mengkonklusi minusnya sistem tersebut ?

Bukan kali pertama
Dalam sejarah bulu tangkis kita sudah mengenal banyak sistem perhitungan poin. Generasi orang tua atau kakek-nenek kita, masih sangat familiar dengan sistem tradisional yakni 3X15. Setiap game berlangsung hingga angka 15 baik itu di sektor tunggal maupun ganda. Bedanya di sektor putri perolehan poin berakhir di angka 11.

Di sektor tunggal, bila pemain melakukan kesalahan maka otomatis poin menjadi milik lawan. Sistem rally poin ini berbeda dalam pertandingan ganda. Bila kesalahan dilakukan server pertama yang berarti gagal berbuah poin, maka masih ada satu kesempatan pada server kedua atau sang tandem, sebelum kok berpindah ke pihak lawan.

Sistem ini dipakai sangat lama, dan konon sudah digunakan sejak 1873. Di awal-awal perkenalan saya dengan olahraga tepok bulu ini, saya masih mendapatkan sistem perhitungan seperti itu. Bahkan masih berlaku sistem pengundian serve pertama dengan menggunakan koin atau shuttlecock. Bulu angsa itu diletakan di ujung net dan dibiarkan jatuh bebas. Di bidang mana bulu angsa itu mendarat, maka pemain yang berada di bidang tersebut mendapatkan kesempatan untuk melakukan pukulan pertama.

Sistem tersebut bertahan hingga 2002. Hadir sistem baru, 5X7. Alasan durasi membuat BWF kembali berekperimen dengan sistem baru. Tak hanya soal waktu, alasan komersial terutama daya tarik siaran menjadi pertimbangan lain.

Dalam perjalanan waktu soal durasi tidak semata-mata ditentukan oleh banyak-sedikitnya poin dan set. Bisa jadi saat dua pemain yang memiliki kekuatan seimbang bertanding, poin demi poin diraih dengan memakan waktu lama. Demikianpun sebaliknya. Saat dua pemain atau dua pasangan dengan kekuatan timpang bertanding maka laju poin akan berjalan cepat.

Akhirnya sistem tersebut hanya bertahan hingga ajang Commonwealth Games 2002. Selanjutnya dicetuskan versi kombinasi sistem perhitungan tradisional. Pada Desember 2005, BWF kembali melahirkan sistem baru, 3X21 yang berlaku hingga kini.  

Ekperimen
Sistem baru yang sedang diujicoba di turnamen level grand prix dan grand prix gold selama beberapa bulan ke depan juga menawarkan konsep 2 point setting (sudden death pada 10-10). BWF memproyeksikan sistem ini akan menyempurnakan berbagai kekurangan sekaligus mengakomodasi berbagai pertimbangan komersial sebagaimana hasil konsultasi dengan sejumlah pemain dan delegasi BWF sebelum menggulirkan sistem baru ini.

"Setelah Konsultasi dengan pemain dan delegasi BWF tentang berbagai sistem penilaian, ada manfaat dalam alternatif pengujian dan kami telah memilih untuk menguji pilihan 5x11 yang secara signifikan berbeda dari apa yang kita miliki sekarang," tandas Poul-Erik Hoyer .

Namun alasan yang dikemukakan peraih medali emas Olimpiade Atlanta 1996 dan pihaknya itu tak sepenuhnya disambut positif. Salah satu keberatan keras terdengar dari Malaysia. Federasi Bulu Tangkis Negeri Jiran (BAM), seperti dilansir Badminton Planet, beralasaan sistem saat ini memiliki nilai lebih bagi para pemain.

Setiap pemain benar-benar dituntut kekuatan fisik dan mental bertanding.  Dengan durasi lebih panjang para pemain mau tidak mau harus bugar secara fisik dan kuat secara mental, apalagi di ajang-ajang bergengsi dengan atmosfer pertandingan yang "wah."

"Saya pikir sistem penilaian saat ini harus dipertahankan karena membutuhkan tingkat tertinggi dari kekuatan fisik dan mental pemain serta membutuhkan tingkat kebugaran maksimum yang dianggap oleh banyak untuk menjadi identik dengan olahraga," kata Wakil Presiden BAM, Datuk Seri Mohamad Norza Zakaria.

Argumentasi Norza Zakaria benar adanya. Sistem 3X21 benar-benar menuntut persiapan dari setiap pemain sebelum bertanding. Meski kadang laga berlangsung cepat, di level turnamen bergengsi sekalipun, setidaknya rentangan skor yang panjang itu memacu para pemain untuk bersiap secara baik.
Lin Dan/chinatopix.com


Terlepas dari alasan teknis di atas, komentar Lin Dan di turnamen Piala Thomas dan Piala Uber di India dua tahun lalu patut dipertimbangkan. Tunggal putra legendaris Tiongkok itu menilai perubahan sistem poin sama sekali tak berdampak pada bulu tangkis itu sendiri.  Justru perubahan demi perubahan yang terjadi akan membingungkan para pemain dan pencinta bulu tangkis dunia.

“Saya tidak suka...Tidak ada yang salah dengan sistem yang berlaku saat ini," tandas peraih emas Olimpiade dan lima gelar di All England itu dikutip dari BBC Indonesia.

Sebagaimana itikad uji coba, sistem baru ini masih butuh waktu untuk evaluasi. Umpan balik dari para pemain dan para pihak terkait seperti asosiasi-asosiasi bulu tangkis, pihak media dan mitra sponsor, benar-benar dibutuhkan sebelum diambil keputusan final: apakah sistem 5X11 akan diberlakukan, atau kembali ke sistem sebelumnya, atau berpindah lagi ke sistem lainnya seperti yang diwacanakan saat ini, yakni sistem 2x21, 3x15, dan 5x9.

Bagaimana menurut Anda?

Tulisan ini pertama kali dipublikasikan di Kompasiana, 13/10/2016.



Comments

Popular posts from this blog

Menjaga Rantai Juara Indonesia di Singapura Open SS 2016

Menulis Terus Sampai Jauh...

Millennial Marzukiana, Strategi “Proxy War” Ananda Sukarlan untuk Bang Maing