Saatnya The Lilywhites Diperhitungkan!
Ket.gambar: Harry Kane (Dailymail.co.uk)
Tak dapat
dipungkiri persaingan menuju tangga jura Liga Primer Inggris musim ini makin sengit
sekaligus penuh teka-teki. Sebelumnya, tak banyak yang menyangka bahwa sang
juara bertahan Chelsea akan berada di kutub yang nyaris berbeda dengan
Leicester City yang kini masih bercokol di puncak klasemen dan digadang-gadang
sebagai salah satu kandidat juara.
Seiring perjalanan waktu, komposisi penghuni papan atas Liga
Primer Inggris mengalami perubahan di antaranya menghadirkan pemandangan yang sebelumnya pun tak terpikirkan
yakni bercokolnya Tottenham Hotspur di peringkat dua klasemen.
Kemenangan heroik
di laga terkini atas calon juara, Manchester City pada Minggu (14/02/2016) menegaskan
eksistensi The Lilywhites sebagai tim yang patut diperhitungkan. Tottenham tak
hanya mengakhiri catatan buruk tak pernah menang dalam lima pertemuan terakhir
di Etihad Stadium sejak terakhir kali meraih kemenangan pada Mei 2010. Mereka
juga telah mengukir rekor 12 laga tandang tak terkalahkan, membuntuti catatan
16 kemenangan sejak November 1984 hingga Agustus 1985.
Melampaui catatan
statistik itu, dengan 51 poin di tangan, Si Putih telah menyalip Manchester
Biru dan hanya berjarak dua poin dari pimpinan klasemen. Pertanda Tottenham pun
siap meramaikan perburuan gelar Liga Primer Inggris musim ini.
Kembali ke asal
Tak hanya
Leicester City dan Claudio Ranieri-nya yang patut menjadi buah bibir. Tottenham
dan Mauricio Pochettino pun pantas
diperbincangkan. Tujuh kemenangan beruntun di semua kompetisi yang mengulangi
catatan pada Oktober 1983 di semua kompetisi mengamankan posisi mereka di tiga
pentas sepak bola yakni Liga Europa, Piala FA dan Liga Primer Inggris.
Tentang
kompetisi yang disebutkan terakhir itu, komentator MOTD2 sekaligus mantan
gelandang Tottenham, Danny Murphy mengangkat topi pada permainan mantan timnya
saat ini. Kemenangan heroik dalam laga terakhir misalnya, tak hanya memperlihatkan
hasil akhir semata juga cara bagaimana mereka memenangkannya.
“Apa
yang saya lihat dari Spurs adalah terorganisir dengan baik, kinerja yang
seimbang dengan rasa hormat yang sehat kepada lawan, tetapi juga kepercayaan pada kemampuan sendiri dan kreativitas,”ungkap Murphy kepada BBC Sport.
Para pemain
Tottenham memiliki semangat, kebugaran dan keyakinan untuk meraih kemenangan. Melawan
City hal itu terlihat jelas di sepuluh menit terakhir. Bayangan rekor tak
pernah menang dalam lima kunjungan terakhir ke markas The Citizen, membuat para
pemain Tottenham berjuang keras memanfaatkan waktu tersisa.
Cepat
merespon gol remaja Kelechi Iheanacho yang menyamakan gol Harry Kane ,
Christian Eriksen sukses menuntaskan terobosan Erik Lamela dan membuat publik
Manchester Biru bungkam hingga laga usai.
Tak hanya
itu, Tottenham memiliki modal penting lainnya yakni kekompakkan. Harmoni antarlini
membuat Tottenham berubah menjadi tim yang kukuh baik dalam menyerang maupun
bertahan.
Barisan
belakang duet Toby Alderweired dan Kevin Wimmer tampil padu. Wimmer yang baru
berusia 23 tahun mampu mengisi tempat Jan Vertonghen yang sedang cedera. Tak
butuh waktu lama pemain Austria itu sudah bisa menyatu dengan Kyle Walker dan Danny
Rose yang mengambil tempat Kieren Trippier dan Ben Davies. Penempatan posisi mereka tepat,
gerakan tanpa bola pun bagus dan interception ciamik, membuat para penyerang
sekaliber Sergio Aguero gigit jari.
Kekukuhan
benteng pertahanan Tottenham membuat Hugo lloris nyaman di bawah mistar gawang,
bahkan sama sekali tak kebobolan saat menghadapi Norwich dan Watford di dua
laga sebelumnya. Artinya Lloris baru sekali memungut bola dari dalam gawangnya
setelah melakoni tiga laga terakhir.
Tak hanya
kuat di belakang, peran penting lini tengah dan depan turut andil memberikan
kemenangan.
Di tengah, Mousa Dembele telah menjelma menjadi salah satu
gelandang terbaik di Liga Primer Inggris. Mantan bek legendaris Liverpool,
Jamie Carragher menyebut pemain Belgia berusia 28 tahun itu telah menjadi
seperti gelandang City, Yaya Toure di masa emasnya tiga atau empat tahun lalu.
Di lini
depan, sosok Harry Kane telah menjadi momok bagi barisan belakang lawan. Di bawah
asuhan Pochettino, striker internasional Inggris itu menjadi salah satu ujung
tombak unggul, diperhitungkan sebagai masa depan timnas dan sangat diandalkan klub
saat ini. Sejak awal musim lalu, hanya Aguero yang mampu mematahkan rekor 37
gol pemain 22 tahun itu.
Mantan
pemain timnas Inggris, Martin Keown mengamini kekompakkan dan ketangguhan Tottenham.
Bahkan pria yang pernah berseragam Arsenal, Aston Villa, Everton dan Leicster
City itu sampai harus meralat perkiraan sebelumnya.
“Pada waktu
lalu, ada sebuah perasaan bahwa Spurs tak akan selalu bekerja sama. Ketika saya
melihat mereka mengalahkan Watford pekan lalu mereka melakukannya dalam sebuah
harmoni yang sempurna,”tulis Keown di laman Daily
Mail.
Ket.gambar: Hugo Lloris memeluk Pochettino (dailymail.co.uk)
Di atas
segalanya, kontribusi Pochettino tak bisa dielak. Pria Argentina itu menjadi
sosok kunci dalam menerjemahkan filosofi tim audere est facere atau
to dare is to do atau berani itu artinya
berbuat. Dengan keberaniannya ia menyatukan dan memadukan para pemain Tottenham
menjadi tim yang padu.
Dipadu naluri
kepelatihannya yang tajam, pria 43 tahun itu mampu memilih dan memilah untuk meracik,
apa yang oleh Carragher disebut sebagai ‘apel-apel buruk’ menjadi sebuah
komposisi yang unggul. Komposisi itulah yang kini sedang berada di jalan menuju
puncak bercokolnya Liga Primer Inggris.
“Jangan lupa skuad yang ia warisi memiliki
banyak apel buruk yang harus dibuang. Jika Leicester tak memenangkan gelar
liga, dan Tottenham merengkuhnya, akan menjadi cerita terbesar dalam sejarah
Liga Primer Inggris dalam hal aoa yang telah mereka habiskan,”tutur Carragher.
Tulisan ini pertama kali dipublikasikan di Kompasiana, 15 Februari 2016
Comments
Post a Comment