Jalan Sunyi Sang Penepok Bulu
Rian Sukmawan (gambar dari badmintonindonesia.org)
Segala sesuatu ada waktunya. Segala hal ada masanya. Ada
saatnya lahir dan menjadi ada, ada pula saatnya mati dan tiada. Dengan segala
kelebihan dan kekurangannya, nama Rian Sukmawan pernah mengisi lembaran sejarah
bulu tangkis tanah air. Ia memang tak setenar dan sepopuler bintang tepok bulu
lainnya. Namun dedikasi dan totalitasnya di bidang ini membuatnya patut disebut
dan kini layak kita kenang.
Di tempat kelahirannya, Semarang, ia pun mengakhiri
ziarahnya di dunia fana ini. Kabar duka itu berhembus pada Sabtu, (27/2) malam.
Rian yang lahir 21 November 1985 tutup usia tak lama setelah ambil bagian dalam
pertandingan eksibisi.
“Habis main (dia) keluar (dari hall) bilang capek, tiba-tiba ada yang memberi kabar bahwa Rian tak
bias dibangunkan. Dibawa ke rumah sakit, Rian sudah nggak ada,”demikian
keterangan Rendra Wijaya, tandem Rian sebagai pemain ganda seperti dukutip dari
pbdjarum.org.
Tak disebutkan apa penyebab Rian meninggal. Dari keterangan
yang ada, Rian sempat dilarikan ke Rumah Sakit Telogorejo, Semarang setelah ia
tak bangun itu. Namun, nyawanya tak tertolong. Rian meninggalkan seorang istri
yang dinikahinya pada 2013 lalu bernama Anna Chamellia.
Jalan sunyi
Seperti disinggung di bagian awal, Rian Sukmawan bukan sosok
populer dan dikenal luas karena prestasi dan rekor. Ia hanyalah seorang pemain
ganda yang pernah ditempa di rumah induk bulu tangkis nasional, Pelatnas
Cipayung.
Di Pelatnas, Rian berpasangan dengan Yonathan Suryatama
Dasuki. Mereka sempat merasakan sejumlah turnamen internasional dan prestasi
terbaik menempati peringkat 14 dunia pada tahun 2010.
Tahun yang sama, spesialis ganda putra dan ganda campuran
ini mundur dari Pelatnas. Namun kecintaannya pada bulu tangkis tak pudar. Berganti
pasangan dengan Rendra, keduanya malang melintang di sejumlah kejuaraan Djarum
Sirkuit Nasional. Di level ini, keduanya kerap naik podium juara hingga
akhirnya dijuluki Raja Sirnas.
Rian menekuni bulu tangkis tak hanya untuk mengejar prestasi
dan menjaga stabilitas. Melalui dan dengan bulu tangkis itu ia
mengaktualisasikan diri apa adanya. Aksi nyentrik di lapangan kerap dilakukan,
entah dengan teriakan khas atau gaya busana nyeleneh
seperti sepatu berlainan warna.
Tahun 2014, Rian tak lagi aktif bermain bulu tangkis. Sebelum
mundur sebagai atlet, ia sempat membawa Musica Champions menjuarai Djarum
Superliga 2013.
Ilmu yang diperoleh sebagai pemain coba diterapkan saat ia
menjadi pelatih klub Djarum Kudus. Tak lama kemudian, sosok yang ramah dan
murah senyum ini banting stir merintis bisnisnya sendiri.
Namun ia sama sekali tak benar-benar lepas dari bulu
tangkis. Terbukti, dalam kesunyian, tak banyak yang tahu, Rian menutup mata
untuk selamanya, tak lama setelah menggenggam raket dan menepok shuttlecock
untuk terakhir kalinya.
Selamat jalan Rian…
Tulisan ini pertama kali dipublikasikan di Kompasiana, Minggu 28 Februari 2016
Comments
Post a Comment