Arbain Rambey: Menolong Tidak Harus dengan Tangan

Arbain Rambey

Jujur saya tak pandai soal fotografi. Begitu juga urusan video. Tak heran ketika bergabung dengan teman-teman yang sudah terbiasa dengan dua hal itu, saya merasa sedikit kikuk. Bila dua hal itu dikompetisikan, sudah pasti saya akan menyerah sebelum bertarung.

Beruntung tidak ada kompetisi di sana. Kami saling belajar dan berbagi meski sebenarnya ada banyak perbedaan. Dari 20 orang kami bisa dibedakan dalam banyak kategori. Tua dan muda; pria dan wanita; berambut keriting dan lurus; bersuku Sunda, Jawa, hingga Flores. Dan masih banyak anasir dikotomis lainnya.

Aneka perbedaan itu ternyata hanya simbol dan membeku dalam identitas. Semua itu melebur, nyaris tanpa sekat.

Kami sama-sama berguru pada yang lebih mahir dan berpengalaman. Ibarat gelas kosong, kepada kami ditumpahkan hal-hal baru. Kami pun dengan semangat dan senang hati membuka pikiran untuk diisi dengan wawasan baru.

Itulah kesan saya terhadap aktivitas selama tiga hari di kelas yang bernama Danone Blogger Academy (DBA) 2018. Sebagaimana informasi yang telah tersebar luas, program kerja sama Danone dan Kompasiana ini kembali digelar untuk edisi kedua. Dengan demikian kami adalah angkatan kedua.
Harapan para peserta Danone Blogger Academy 2018.
Sebagaimana angkatan terdahulu, akademi ini memfokuskan perhatian pada isu seputar nutrisi, kesehatan dan lingkungan. Ternyata yang terpilih untuk duduk di kelas ini tidak semuanya penulis dan blogger dengan latar belakang dan wawasan yang kuat terkait hal-hal tersebut. Tidak terkecuali saya.

Sebagai sebuah akademi, kami pun digembleng dan ditempa oleh para pakar dalam bidang tersebut. Mereka yang ahli dihadirkan untuk memberi informasi yang tepat, berbagi ilmu mutakhir, sharing kemahiran yang telah ditempa selama bertahun-tahun hingga mendapat sederet gelar dan nama besar.
Di hadapan mereka saya merasa seperti liliput. Sosok mini dalam ilmu dan pengalaman. Saya akui saya memang kurang bergaul dengan bidang-bidang tersebut. Tak heran bila banyak hal baru yang didapat. Termasuk hal-hal yang selama ini telah saya anggap sebagai kebenaran dan fakta namun ternyata mitos belaka.

Ada Ir.Doddy Izwardi, MA, Direktur Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan RI. Sebagaimana predikat yang melekat pada namanya, Doddy memberikan banyak hal baru terkait pentingnya pemenuhan nutrisi pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPH).

Mengapa 1000 hari pertama kehidupan itu penting? Salah satunya untuk mencegah terjadinya stunting pada anak. Selain itu sebagian besar proses pertumbuhan otak terjadi pada seribu hari pertama itu.

Mempertajam soal stunting, kami dipertemukan dengan dr.Klara Yuliarti, SpA (K). Ia adalah ahli gizi dari Divisi Nutrisi dan Penyakit Metabolik, Departemen Ilmu kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Wanita yang sehari-hari juga berpraktik di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) tak lupa memberi tahu bagaimana dampak jangka panjang dan jangka pendek stunting pada anak serta cara mencegahnya.

“Dua tahun perkembangan otak anak sebesar 80 persen. Jadi dua tahun pertama jangan dilewatkan untuk memastikan perkembangan anak optimal,” tegas Klara.

Masih terkait dengan ini, Dr.Diana Sunardi, M.Gizi, Sp.GK secara spesifik berbicara tentang hidrasi. Persisnya, bagaimana memahami pentingnya hidrasi untuk tubuh. Dokter spesialis RSCM ini meluruskan sejumlah mitos yang diyakini sebagai fakta dalam masyarakat.

Beberapa mitos tersebut antara lain konsumsi air hangat di pagi hari bisa melangsingkan badan. Begitu juga mengkonsumsi air es membuat tubuh cepat gemuk. “Minum air hangat akan merangsang pergerakan usus. Yang bisa membuang kolesterol adalah dengan mengkonsumsi buah dan sayur,” tegasnya.

Sementara faktor yang menentukan kegemukan adalah asupan kalori, bukan air. Air es atau air hangat yang masuk ke lambung akan seketika dinetralkan. Sehingga tidak memberikan efek apapun pada bobot tubuh seseorang.

Demikian juga mitos terkait “infused water.” Jamak orang mengkonsumsi minuman jenis ini dengan anggapan bisa menambah asupan vitamin, mineral, dan serat. Padahal menurut Diana, “serat harus dikunyah dahulu. Sementara vitamin dan mineral dari irisan buah-buahan sangat sedikit yang larut dalam air.”

Tidak lupa Diana mengingatkan kapan waktu yang pas untuk minum. Saat berkeringat banyak, selama dan setelah beraktivitas, setelah makan, sebelum dan usai bangun tidur, serta dalam keadaan tidak beraktivitas sebaiknya selalu minum setiap 30 hingga 60 menit. Itulah saat terbaik untuk mengkonsumsi air yang mengandung mineral. Bila sampai merasa haus, artinya tubuh sudah mulai mengalami dehidrasi.

Selain air yang mengandung mineral, hal penting lain yang dibicarakan adalah pangan. Prof.Dr.Ir.Ali Khomsan, MS menjadi narasumber dalam pembicaraan bertajuk Pangan Aman, Kunci Tepat Keluarga. Guru Besar bidang Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian Insitut Pertanian Bogor ini mengemukakan dua hal utama terkait pangan yakni keamanan pangan (food safety) dan ketahanan pangan (food security).
Prof.Dr.Ir.Ali Khomsan, MS 
Sekilas dua hal ini mirip. Namun sejatinya memiliki arti berbeda. Ketahanan pangan mengacu pada bagaimana seseorang tercukupi gizi secara baik. Sementara bagaimana makanan yang dikonsumsi terhindar dari zat-zat berbahaya merupakan bagian dari keamanan pangan.

Terkait kemanan pangan, ada sejumlah hal yang membekas dalam ingatan. “Konsumsi minuman kaleng yang disimpang di gudang perlu hati-hati,” demikian Ali Khomsan. Alasannya, takut terkencingi tikus yang mengandung unsur berbahaya.

“Tidak menggunakan kemasan yang bukan untuk pangan. Salah satunya, tidak dianjurkan untuk dihekter agar tak tertelan tetapi sebaiknya diganti dengan karet,” ungkap Ali.

Lantas bagaimana terkait lingkungan? Tentang ini para narasumber yang dihadirkan pun tak kalah berkompeten. Ada Dr Ir Nana Mulyana Arifjaya. Dosen Hidrologi dan Pengelolaan DAS di Fakultas Kehutanan IPB Bogor ini berbicara tentang air sebagai sumber kehidupan. Ia menekankan pentingnya pemanfaatkan air dan bagaimana melestarikan sumber daya air di lingkungan sekitar.

Selain itu ada Dini Trisyanti yang berbicara tentang plastik dalam kehidupan sehari-hari. Pendiri dan peneliti Sustainable Waste Indonesia (SWI) ini menyodorkan data yang mencengangkan. Tingkat konsumsi plastik di Asia Tenggara mencapai 30 kg per kapita per tahun. Namun jumlah ini ternyata jauh lebih sedikit ketimbang di Amerika Utara yang mencapai 90 kg per kapita per tahun.

Sekalipun tingkat konsumsi plastik masyarakat Amerika Utara dan Eropa tinggi, kesadaran untuk mengelola dan memanfaatkannya sudah jauh lebih baik dari kita. Padahal bila kita mau serius mengelola sampah plastik, akan menyerap banyak tenaga kerja.
Keseruan para peserta akademi.
Tidak harus dengan tangan
Selain dua tema besar itu, kami pun disuguhkan materi lain. Digital Stategis dan influencer, Jonathan End berbagi informasi terkait panorama dunia dan industri digital di Indonesia. Tema lain yang tak kalah menarik dibawakan oleh Rosaria Niken Widiastuti. Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kominfo ini berbicara secara khusus tentang hoax.

Isu yang satu ini memang lagi santer di tanah air. Sejumlah peristiwa aktual tengah mengemuka. Sehingga materi yang disajikan pun sangat aktual dan relevan. Ia memberitahu bagaimana ciri-ciri berita hoax dan bagaimana menyikapinya.

Menyelingi berbagai materi tersebut, kami pun disuguhkan beberapa tema kreatif mulai dari fotografi, vlog, hingga menulis dengan gaya bertutur atau story telling. Tema yang disebutkan terakhir dibawakan oleh Wisnu Nugroho, Editor in Chief Kompas.com.
Wisnu Nugroho membahas tentang menulis dengan teknis Story Telling.
Dengan gaya bicara berapi-api, Wisnu membuka wawasan kami tentang bagaimana sikap dasar seorang penulis. Selalu bertanya dan meragukan sesuatu alias skeptis. Tujuannya, kita akan selalu terpacu untuk mencari kebenaran. Selain itu, rendah hati.

Menurut Wisnu tulisan yang baik itu harus singkat dan sederhana agar pembaca mudah mencernanya. Memang tulis jenis ini tidak mudah. “Menulis yang susah dimengerti itu mudah, menulis yang mudah dimengerti itu susah. Tugas penulis adalah membuat yang susah menjadi mudah,” tandasnya.

Seperti menulis, begitu juga fotografi. Arbain Rambey, fotografer senior harian Kompas berbicara banyak hal tentang dunia yang telah digelutinya selama belasan tahun. Menurutnya, hal teknis dalam fotografi kadang dinomorsatukan. Padahal dibanding penguasaan alat, memahami bahasa gambar jauh lebih penting.

“Foto bagus itu unsur teknis 10 persen dan sisanya adalah pemahaman.”

Untuk menghasilkan foto yang bagus perlu memperhatikan sejumlah elemen penting. Di antaranya unsur teknis seperti speed dan ISO, posisi (angle), komposisi (seberapa lebar) dan momen (kapan harus menekan tombol).

Salah satu kesalahan dalam fotografi yang kerap dilakukan adalah soal komposisi. Untuk hal ini jam terbang memang menentukan. Alasannya, “Komposisi tidak bisa auto, jadi harus diperhitungkan sebelum memotret.”

Menurut Om Bey, begitu ia disapa, foto bagus, foto indah, foto menarik dan foto berbicara itu memiliki makna berbeda. Foto indah adalah foto yang menyenangkan untuk dilihat. Foto yang lebih memancing dilihat dibanding foto lain adalah foto menarik. Sementara foto berbicara adalah foto yang mengenai sasaran atau sampai di benak penikmat yang tepat. Foto yang sesuai dengan target pembuatannya disebut foto bagus.
Arbain Rambey menunjukkan salah satu foto seharga miliaran rupiah.
Namun demikian, Om Bey menegaskan dalam fotografi, seperti seni umumnya, tidak ada definisi mutlak. Tidak ada yang memegang dan menjadi pemilik definisi tertentu.

Begitu juga dalam fotografi harga itu nisbi. Tak heran sebuah foto yang terlihat sederhana bisa dihargai miliaran rupiah.  Dan peran seorang fotografer tak bisa diremehkan. Kesimpulan Om Bey pun masuk akal. Membuat setiap orang yang bekerja kreatif dengan kamera tak bisa dianggap sebelah mata. “Menolong tidak harus dengan tangan, bisa juga melalui kamera.”

N.B
Foto-foto berasal dari pihak penyelenggara Danone Blogger Academy. 

Comments

  1. Menulis pun bisa jadi menolong tanpa tangan ya, bang? Etapi, kita kan ngetik pakai tangan? Hehe

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Menjaga Rantai Juara Indonesia di Singapura Open SS 2016

Millennial Marzukiana, Strategi “Proxy War” Ananda Sukarlan untuk Bang Maing

Menulis Terus Sampai Jauh...