Jelang Piala Thomas dan Uber 2018, Akankah Keajaiban Kedua Datang Lagi?

Tim Thomas dan Uber Indonesia/badmintonindonesia.org

Tidak ada kejutan dalam daftar pemain Indonesia yang akan diterjunkan di Piala Thomas dan Uber 2018. Rilis yang dikeluarkan PBSI, Selasa (01/05/2018) berisi nama-nama yang sudah dan sedang menjadi andalan Indonesia baik di sektor putra maupun putri, baik di nomor tunggal maupun ganda. Bukan sesuatu yang mengagetkan ketiadaan pemain non pelatnas di skuad Merah Putih. Mereka ini akan berjuang membawa pulang trofi kejuaraan beregu prestisius itu yang sudah lama dirindukan publik tanah air. Putaran final turnamen dua tahunan ini akan dihelat di Impact Arena, Bangkok, Thailand sejak 20-27 Mei mendatang.

Meski begitu ada sejumlah pertanyaan besar yang mengemuka. Apakah benar Pelatnas menjadi barometer pembinaan bulu tangkis di Indonesia? Bila memang Cipayung, tempat Pelatnas berada menjadi satu-satunya kawah candradimuka pembinaan atlet bulu tangkis nasional, pertanyaan lanjutan adalah apakah tidak ada pemain nonpelatnas yang bisa dijadikan andalan?

Lebih dalam dari itu, apakah komposisi tim yang ada saat ini memungkinkan mimpi meraih trofi Piala Thomas yang telah dipendam selama 16 tahun dan 22 tahun untuk Piala Uber bisa terwujud?
Pertanyaan pertama jelas mengarah pada tim putra. Hampir mustahil mendapatkan pemain putri non pelatnas yang bersinar saat ini. Sebanyak 10 pemain yang terpilih, masing-masing empat pemain tunggal dan enam pemain ganda adalah yang terbaik. Mereka adalah Fitriani, Gregoria Mariska Tunjung, Ruselli Hartawan, dan Dinar Dyah Ayustine di nomor tunggal. Sementara itu Greysia Polii, Apriyani Rahayu, Della Destiara Haris, Rizki Amelia Pradipta, Ni Ketut Mahadewi Istarani, dan Nitya Krishinda Maheswari mengisi sektor ganda. Tidak ada pemain lain dengan prestasi lebih mencolok dari mereka baik di nomor tunggal maupun ganda.

Begitu juga di nomor ganda putra. Adalah layak dan pantas bila nama-nama seperti Marcus Fernaldi Gideon, Kevin Sanjaya Sukamuljo, Mohammad Ahsan, Hendra Setiawan, Fajar Alfian, dan Muhammad Rian Ardianto masuk dalam daftar pemain yang diboyong ke Thailand. Masuknya Mohamad Ahsan dan Hendra Setiawan tidak mengejutkan mengingat performa mereka yang kian membaik setelah reuni.

Namun tidak demikian adanya di nomor tunggal. Setidaknya ada satu pemain yang masih memungkinkan tampil di turnamen beregu kelas dunia ini. Ia adalah Tommy Sugiarto. Tidak ada nama pemain tunggal berusia 29 tahun itu dalam daftar 10 pemain tim Tomas. Sebagai gantinya, PBSI memberikan tempat kepada Anthony Sinisuka Ginting, Jonatan Christie, Ihsan Maulana Mustofa, dan Firman Abdul Kholik. Keempat pemain tunggal itu bergabung bersama enam pemain ganda.

Tiga nama pemain tunggal pertama sudah bisa ditebak sejak awal. Bahkan kepastian itu sudah disampaikan jauh-jauh hari oleh pelatih tunggal putra, Hendry Saputra. "Tiga pemain yang sudah pasti masuk tim inti Piala Thomas 2018 adalah Ginting, Jonatan dan Ihsan,” ungkap Hendry kala itu.
Satu nama lagi, lanjut sang pelatih kepala itu, akan diserahkan kepada pengurus PBSI. "Namun, kalau saya boleh memilih, saya lebih pilih pemain pelatnas ketimbang mereka yang ada di luar pelatnas."
Hendry menilai para pemain pelatnas lebih mudah dipantau dan diketahui perkembangannya. Soal pengalaman, ia menilai para pemain pelatnas cukup mumpuni. Bisa jadi alasan inilah yang kemudian memunculkan nama Firman Abdul Kholik, alih-alih Tommy Sugiarto.

Dari segi pengalaman, jumlah jam terbang putra dari Icuk Sugiarto, mantan pemain nasional itu, jelas lebih memadai. Ia bahkan pernah memperkuat Indonesia sejumlah edisi Piala Thomas, bahkan pernah menjadi tunggal pertama di edisi 2014.

Namun begitu, seiring berjalannya waktu, prestasi pemain kelahiran Jakarta, 31 Mei 1988 itu semakin tak menentu. Meski masih aktif bermain, performa Tommy kerap naik turun. Namun nasib serupa tak berbeda jauh dengan para pemain muda yang kini menjadi andalan. Sebut saja Ihsan Maulana dan Firman Abdul Kholik. Secara peringkat Tommy bahkan lebih baik dari kedua pemain itu. Tommy berada di peringkat ke-30, sementara Ihsan melorot ke peringkat 48 dan Firman di urutan 86.

Di sini letak dilema pelatih dan pengurus PBSI. Di satu sisi performa Tommy belum cukup meyakinkan dalam beberapa tur terakhir, namun ia memiliki mental dan pengalaman yang bisa dijadikan andalan. Di laih pihak, PBSI tidak mau berjudi dengan memanggil pemain non pelatnas, yang perkembangannya mulai menjauh dari radar perhatian dan pengawasan.

Hal yang paling mungkin dijadikan alasan masuknya Firman ketimbang Tommy adalah peran pentingnya di Kejuaraan Asia Beregu Putra atau Badminton Asia Team Championships 2018. Pemain berusia 20 tahun ini menjadi pahlawan kemenangan Indonesia atas Korea Selatan di babak semi final. Tampil sebagai tunggal ketiga di partai terakhir, Firman mampu mengejar ketertinggalan dan mampu mengunci kemenangan atas Lee Dong Keun dengan skor 22-20, 11-21, 22-20. Kemenangan Firman itu sekaligus memastikan langkah Indonesia ke partai final dan membuka jalan bagi gelar juara yang dibawa pulang setelah mengalahkan China di partai puncak.

Bisa jadi performa mengejutkan Firman di Alor Setar, Malaysia, Februari lalu itu menjadi nilai tambah sekaligus kartu truf yang bisa dipakai lagi. Ia bisa jadi penyelamat kala strategi yang dirancang meleset. Di Alor Setar, tempat turnamen Kualifikasi Piala Thomas itu digelar, Firman menjadi dewa penolong setelah harapan merebut poin penuh di nomor ganda tak terwujud. Firman yang belum pernah diturunkan sebelumnya, menghadapi pemain yang lebih diunggulkan pula, mampu mengejar ketertinggalan cukup jauh di game penentu, untuk berbalik mengunci pertarungan selama 84 menit itu.

Pertanyaan kini, apakah skenario serupa bakal terjadi lagi? Akankah performa epik jilid dua mengemuka di putaran final Piala Thomas? Apakah Firman mampu menciptakan keajaiban sekali lagi? Ada yang bilang keajaiban tidak datang dua kali. Kesempatan datang sekali saja. Justru kali kedua akan menjadi “kuburan.”

Kita tentu tidak berharap demikian. Firman dan para pemain Indonesia bisa menciptakan demitologisasi. Ketimbang mengharapkan datangnya keberuntungan, kenyataan yang patut dicerna adalah performa beberapa pemain Indonesia yang mengkhawatirkan. Kita bisa berharap lebih pada sektor ganda. Kita punya pasangan nomor satu dunia dan pasangan senior yang bisa dibongkar pasang. Di nomor tunggal, kita mengharapkan Ginting dan Jonatan kembali mendapatkan performa terbaik. Namun selain harapan pada konsistensi para pemain, berdasarkan hitung-hitungan, PR besar kita adalah pada tunggal ketiga (MS3). Statistik mencatat, baik Firman maupun Ihsan peringkat dunianya tertinggal dari MS3 tim-tim unggulan.

Indonesia akan mencuri satu tiket perempat final dari Grup B yang diisi Korea Selatan, Kanada dan Thailand. Secara peringkat, MS3 Korea dan Thailand lebih baik dari Indonesia. Tentu kunci kemenangan Indonesia adalah sektor ganda, dan mencuri poin dari MS1 dan 2. Tantangan di fase gugur tentu jauh lebih sulit mengingat para unggulan seperti China, Denmark dan Jepang memiliki kekuatan yang cukup merata di setiap sektor. Apabila harapan itu terganjal hal tak terduga, sepertinya kita masih akan berharap pada keajaiban kedua untuk memulangkan Piala Thomas pada edisi ke-30 ini.

Selamat berjuang!

Comments

Popular posts from this blog

Menjaga Rantai Juara Indonesia di Singapura Open SS 2016

Menulis Terus Sampai Jauh...

Millennial Marzukiana, Strategi “Proxy War” Ananda Sukarlan untuk Bang Maing