Ahsan/Rian Antiklimaks, Praveen/Debby dan Owi/Butet “Saling Bunuh” di Final

Tontowi dan Liliyana/Badmintonindonesia.org

Indonesia sejatinya memiliki tiga wakil dengan dua peluang gelar juara di Hong Kong Open Super Series 2016. Sayang peluang terakhir dari nomor ganda putra gagal diperoleh di partai terakhir babak semi final, Sabtu (26/11) malam WIB lantaran Mohammad Ahsan/Rian Agung Saputro tampil antiklimaks saat menghadapi Mathias Boe/Carsten Mogensen dari Denmark.

Berbeda dengan Ahsan/Rian, dua pasang ganda campuran, Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir dan Praveen Jordan/Debby Susanto sukses melewati rintangan di babak semi final untuk saling sikut di laga pamungkas. Satu gelar, sekaligus satu-satunya, sudah pasti diboyong ke tanah air.

Berbanding terbalik dengan penampilan di babak perempatfinal, Ahsan/Rian yang baru ditandemkan di dua turnamen terakhir tampil jauh dari harapan dan tidak seperti saat menumbangkan unggulan pertama dari Malaysia, Goh V Shem/Tan Wee Kiong, 21-11, 17-21 dan 21-17.

Saat menghadapi Goh/Tan, Ahsan/Rian bisa bertahan hingga lebih dari satu jam. Namun bertemu pasangan kawakan dari Denmark itu, keduanya hanya bisa menarik nafas selama 37 menit sebelum menyerah straight set 18-21 dan 11-21.

Grafik penampilan pasangan yang kini berada di rangking 333 dunia sejak awal turnamen ini cukup meningkat. Meski berstatus non unggulan, keduanya perlahan tetapi pasti mampu menumbangkan pasangan yang lebih diunggulkan. Mula-mula menggasak wakil Thailand, Kittinupong Kedren/Dechapol Puavaranukroh di partai pembukaan. Selanjutnya memenangkan perang saudara menghadapi pasangan muda namun sudah cukup lama berpasangan, Angga Pratama/Ricky Karanda Suwardi. Hebatnya, Ahsan/Rian melibas dua pasangan itu dua game langsung, masing-masing dengan skor 21-17 21-16 serta 21-18 dan 21-16.

Puncak penampilan Ahsan/Rian terjadi di delapan besar. Pasangan nomor satu dunia tak kuasa meladeni permainan cepat dan adu net yang ciamik dari Ahsan/Rian. Pertempuran sengit itu berakhir setelah tiga game.

Sayang pola permainan seperti itu tidak dikeluarkan lagi saat menghadapi Boe/Mogensen. Malah keduanya terpancing dengan permainan Boe/Mogensen untuk beradu rally dan smes. Pada titik ini Boe/Mogensen sukses mengekploitasi kelemahan Ahsan/Rian. Pertahanan yang rapuh, bobot pukulan yang lemah, serta penempatan bola yang tidak akurat, adalah beberapa titik lemah Ahsan/Rian.
Sementara Boe/Mogensen, yang memang memiliki jam terbang yang lebih dari cukup, dan tampaknya sudah mempelajari permainan Ahsan/Rian sebelumnya, langsung menyambut sang lawan dengan smes keras sejak awal pertandingan.

Kebersamaan yang sudah sangat lama dan telah teruji menghadapi hampir semua pasangan kelas dunia terlihat dalam ketenangan Boe/Mogensen dalam bertahan dan melancarkan serangan balik. Berkali-kali Ahsan/Rian melancarkan smes, berkali-kali pula unggulan empat itu mempertontonkan smash return yang baik. Kondisi ini berbanding terbalik dengan pasangan Indonesia, terutama Rian Saputro.

Di babak pertama, Rian banyak melakukan kesalahan terutama saat mengembalikan smes lawan baik dalam posisi biasa maupun back hand. Dalam hal itu Rian masih harus banyak belajar dan berlatih, juga menambah bobot pukulan lantaran bisa dihitung dengan jari smesnya yang berbuah angka.
Di babak kedua giliran Ahsan banyak membuang-buang peluang. Pengembalian bola mantan tandem Hendra Setiawan itu kerap tidak akurat, entah keluar dari bidang permainan lawan maupun gagal menyebrangi net. Buru-buru untuk mengunci poin malah menjadi bumerang.

Intinya, Ahsan/Rian berada di bawah bayang-bayang Boe/Mogensen sehingga gagal mengembangkan permainan. Hal ini diakui pula oleh Ahsan seusai pertandingan.  “Permainan kami tidak berkembang di lapangan. Mungkin juga karena pola mereka yang rapi, jadi membuat kami banyak bikin salah sendiri. Mestinya bola gampang, kami malah mati sendiri. Tapi kami bersyukur, sudah bisa sampai ke semifinal,” beber Ahsan dikutip dari badmintonindonesia.org.

Meski demikian sebagai pasangan baru, pencapaian ini sudah cukup menjanjikan. Pertandingan menghadapi pasangan veteran Denmark itu sekaligus menjadi cermin untuk melihat titik-titik lemah yang perlu segera diperbaiki.

 “Sebagai pasangan baru sejauh ini saya pikir sudah lumayan enak. Cuma banyak yang mesti diperbaiki, dari segi tenaga dan juga rotasi di lapangan,” lanjut  Ahsan.
Ahsan/Rian bersalaman dengan Boe/Mogensen usai semi final Hong Kong Open 2016/badmintonindonesia.org


Perang saudara di ganda campuran
Tak seperti Ahsan/Rian, Tontowi/Liliyana dan Praveen/Debby berhasil melanjutkan tren positif hingga laga pamungkas. Praveen/Debby berhasil balas dendam pada pasangan Korea Selatan, Choi Solgyu/Chae Yoo Jung yang mengalahkan mereka di China Open pekan sebelumnya.

Di pertandingan sebelumnya juara All England 2016 itu menyerah 15-21 dan 13-21. Namun kali ini Praveen/Debby yang ditempatkan sebagai unggulan kedua balik memetik kemenangan usai bertarung selama lebih dari satu jam dengan skor akhir 19-21, 21-18 dan 21-18.

Praveen/Debby mengawali pertandinang kurang meyakinkan. Alih-alih bermain dengan pola sendiri, keduanya malah terbawa dalam permainan pasangan rangking 69 dunia itu. Untung saja keduanya mampu bangkit di dua set berikutnya.

“Kami akhirnya bisa menerapkan pola permainan kami di game dua. Di game ketiga, kami sempat terburu-buru untuk menyelesaikan permainan. Tapi malah jadi gagal servis beberapa kali,” tandas Debby mengevaluasi penampilan mereka. 

Sementara itu pasangan senior Tontowi/Liliyana atau karib disapa Owi/Butet lolos ke final setelah menumbangkan harapan tuan rumah Tang Chun Man/Tse Ying Suet, 23-21 dan 21-14.
Pertandinan di game pertama berjalan cukup seimbang. Owi/Butet lebih dulu tertinggal 7-12, bahkan lawan lebih dulu menginjak game point. Meski demikian Owi/Butet berhasil menunjukkan kelasnya. Tampil tenang dan bermain taktis berbuah kemenangan.

Tampaknya game pertama sudah cukup menguras energi Tang/Tse. Pasangan nomor 71 dunia itu tak bisa meladeni permainan Owi/Butet sehingga pertandinga berjalan cepat menuju titik akhir.

“Seperti kemarin-kemarin kami main enjoy aja. Memaksimalkan kemampuan yang masih kami punya. Kadang ada posisi-posisi yang di luar jangkauan saya, agak takut ambilnya. Terus di game pertama sempat tertinggal juga. Tapi dengan faktor ketenangan dan pengalaman, hal tersebut bisa kami atasi,” aku Liliyana.

Meski terjadi all indonesian final laga tersebut tetap menarik. Setiap pasangan memiliki hasrat tersendiri untuk menjadi yang terbaik. Merengkuh trofi dan membawa pulang prize money. Ini menjadi kesempatan yang pas bagi Praveen/Debby untuk mengakhiri catatan buruk di tiga pertemuan dengan senior tersebut. Sejak bertemu pertama kali di Kore Open dan Indonesian Masters di tahun 2015 hingga Olimpiade Rio 2016, Praveen/Debby belum mampu menumbangkan Owi/Butet. Selain lebih diunggulkan dalam daftar peringkat, kondisi Butet yang masih dibayangi cedera lutut membuka kans Praveen/Debby untuk membawa pulang gelar tersebut.

Meski keduanya harus “saling bunuh”, pertemuan ini sekaligus menjadi catatan bagus bagi sektor ganda campuran. Bila di turnamen sebelumnya di Tiongkok ganda putra yang mengharumkan Merah Putih, kini giliran ganda campuran. Pencapaian ini sekaligus melecut sektor-sektor lain yang hingga kini belum menunjukkan tanda-tanda positif.

“Yang penting sama-sama Indonesia dan kami bermain maksimal aja. All out dan tetap enjoy di lapangan,” kata Tontowi.
Praveen dan Debby Susanto/Badmintonindonesia.org

N.B
Jadwal final #HongkongSS 2016. Ditayangkan langsung di @KompasTV mulai Pukul 13.00 WIB
Gambar dari @BadmintonTalk

Tulisan ini pertama kali dipublikasikan di Kompasiana, 26/11/2016.



Comments

Popular posts from this blog

Menjaga Rantai Juara Indonesia di Singapura Open SS 2016

Millennial Marzukiana, Strategi “Proxy War” Ananda Sukarlan untuk Bang Maing

Menulis Terus Sampai Jauh...