Kado Emas Owi/Butet, Indonesia Raya Berkumandang di Riocentro


Owi/Butet memberikan penghormatan saat Sang Saka Merah Putih digerek naik dan Indonesia Raya berkumandang/@Badmintalk

Salut dan proficiat. Demikian seuntai kata dari berbagai apresiasi yang lebih pantas diberikan kepada Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir yang baru saja mengibarkan Sang Saka Merah Putih di podium tertinggi Olimpiade Rio 2016. Pasangan ganda campuran itu sukses menyabet medali emas pertama cabang bulu tangkis sekaligus pertama dan satu-satunya bagi Indonesia di ajang empat tahunan itu.

Duet yang karib disapa Owi/Butet meraih emas setelah menumbangkan wakil Malaysia yang pernah dikalahkan di fase penyisihan grup C, Chan Peng Soon/Goh Liu Ying. Dalam waktu 45 menit, pemegang tiga kali juara All England itu mengunci kemenangan dengan skor akhir 21-14 dan 21-12.

Kemenangan ini menjadi kado spesial Owi/Butet untuk Indonesia yang hari ini genap berusia 71 tahun. Selain itu, Owi/Butet sukses mengembalikan tradisi emas bulu tangkis Olimpiade yang sempat lepas empat tahun lalu di London.

Sejak pertama kali merengkuh emas bulu tangkis pada 1992 di Barcelona melalui pemain tunggal putra dan tunggal putri, kemudian berjodoh menjadi suami-istri, Alan Budikusuma dan Susi Susanti, Merah Putih tak pernah kehilangan tempat di podium tertinggi. Hingga terakhir di Beijing tahun 2008 melalui pasangan ganda putra Hendra Setiawan dan Markis Kido serta medali perak dari ganda campuran atas nama Nova Widiyanto dan Liliyana Natsir.

Tambahan satu emas ini membuat Indonesia kini telah mengemas 19 medali. Tujuh emas, dan perak serta perunggu masing-masing enam keping. Jumlah tersebut kalah banyak dibandingkan Korea Selatan dan Tiongkok. Hingga berita ini ditulis, Korea sudah mendulang 11 medali (6 emas, 7 perak dan 5 perunggu). Sementara Tiongkok mengoleksi medali terbanyak: 16 emas, 8 perak dan 14 perunggu.

Bagi kedua pasangan emas ini sangat spesial. Ini adalah medali pertama dan satu-satunya bagi Owi di dua kesemaptan tampil di olimpiade. Sementara Butet melengkapi penampilan ketiga di ajang pesta olahraga terbesar sejagad dengan medali emas sekaligus medali yang kedua setelah delapan tahun lalu harus puas meraih perak dan empat tahun lalu pulang dengan tangan hampa. Butet dan Nova Widiyanto meraih perak di Beijing usai menyerah straight set di tangan pemain Korea Selatan, Lee Yong Dae/Lee Hyo-Jung 11-21, 17-21.

Jalannya pertandingan
Melangkah mulus dari babak penyisihan, tak terkalahkan dan selalu menang dua game langsung, Owi/Butet benar-benar mencapai klimaks. Owi/Butet lebih dulu kehilangan poin pertama setelah penempatan bola Goh di depan net gagal dijangkau Butet. Sebagai balasan, Owi/Butet mampu merebut empat poin sebelum pasangan Malaysia menghentikan laju poin usai saling serang.

Owi/Butet bermain sangat nyaman. Smash-smash keras Chan sukar menembus tembok pertahanan juara Malaysia Open 2016 itu. Sebaliknya, Owi/Butet bermain taktis dengan menempatkan bola secara jeli di sudut-sudut yang tak mudah dijangkau. Sempat kehilangan dua poin, Owi/Butet berhasil mengakhiri interval pertama dalam kedudukan 11-4.

Melalui layar laptop saya masih bisa mendengar dengan jelas riuh rendah kedua suporter memberikan dukungan kepada masing-masing jagoan. Di barisan pendukung Indonesia, kamera sempat menyorot wajah peraih medali emas tunggal putra Olimpiade Athena 2004, Taufik Hidayat.
Setelah jeda raut tegang yang sejak awal tergurat di wajah wakil Malaysia mulai terlihat mengendur. Inststruksi pelatih dan jeda singkat berperan mengurangi ketegangan mereka. Alhasil keduanya mampu mencuri satu poin.

Servis yang tak menyebrang net dan pengembalian bola yang melebar dari bidang lapangan membuat Chan/Goh perlahan mengejar ketertinggalan menjadi 13-9.  

Sempat mendapat tekanan tak membuat Owi/Butet gentar. Mental dan pengalaman membuat keduanya mampu meraih poin demi poin hingga mengunci perolehan poin Chan/Goh di angka 14 untuk mengakhiri set pertama.

Satu game lagi menuju emas Olimpiade. Owi/Butet membuka game kedua. Komunikasi di antara keduanya yang berjalan baik di babak pertama diharapkan terus bertahan. Namun, wakil Malaysia tak tinggal diam. Mereka berusaha mengejar ketertinggalan dengan mengajak Owi/Butet bermain cepat.
Keunggulan Butet bermain cantik di depan net ternyata menjebak Chan/Goh. Keduanya terus menjaga jarak tiga poin dalam kedudukan 6-3. Chan/Goh sempat mengambil satu poin sebelum kok kembali direbut Owi/Butet.

Jarak empat angka belum membuat Owi/Butet nyaman. Mengurangi ketegangan keduanya pasangan berkali-kali menghembuskan udara dari dalam mulut. Chan sempat memecah konsentrasi Butet dengan mengulur-ulur waktu servis. Wanita kelahiran 9 September 30 tahun silam itu tampak kesal dan melancarkan protes kepada wasit utama Uday Sane dari India.

Strategi pasangan Malaysia itu cukup jitu. Perlahan-lahan keduanya mampu memperkecil jarak satu poin sebelum Owi/Butet merengkuh interval pertama. Setelah jeda, pasangan Malaysia tampak bermain bertahan dengan mengirimkan bola-bola lambung untuk menguras tenaga Owi. Namun pemain 29 tahun itu tak kehabisan akal dengan melakukan smash tipun, mengirim bola ke depan net di saat Chan/Goh sedang bersiap menanti smash di garis belakang. Saat itu kedudukan 14-10.

Owi/Butet bermain semakin nyaman. Seperti biasa Butet begitu menguasai bagian depan dengan permainan netting yang ciamik. Sementara Owi menjadi tukang gebuk di saat bola-bola pancingan Butet dikembalikan Chan/Goh melambung tinggi. Kedudukan menjadi 17-11.
Chan/Goh sempat mencuri satu angka setelah menempatkan bola secara akurat di sisi kanan pertahanan wakil Merah Putih. Serve yang tak sempurna dari wakil negeri Jiran memberikan poin gratis bagi Owi/Butet.

Rupanya pemberian cuma-cuma itu membuka jalan mulus bagi Owi/Butet untuk meraih tiga poin tersisa untuk mengakhiri pertandingan dengan skor akhir 21-12. Merah Putih pun berkibar dan lagu Indonesia raya berkumandang di Rio de Janeiro.

Saat Owi/Butet memastikan kemenangan, saya sempat melirik ke pojok kiri bawah laptop. Di pojok itu jam belum benar-benar menginjak angka 00.00. Artinya, di Indonesia, kemenangan Owi/Butet masih belum beranjak dari waktu istimewa, 17 Agustus 2016. Kemenangan Owi/Butet menjadi kado spesial untuk seluruh rakyat Indonesia. Sekali lagi, proficiat dan terima kasih Owi/Butet. Kalian tak hanya pantas mendapat Rp5 miliar, juga salut dan hormat dari 250 juta penghuni Ibu Pertiwi.
Owi/Butet di podium tertinggi/@GWirjawan.


Duel klasik

Sebelum final ganda campuran, dipertandingkan babak perempatfinal tunggal putra. Empat tiket semi final akhirnya menjadi milik Lee Chong Wei, duo Tiongkok yakni Lin Dan dan Chen Long serta pemain muda Denmark, Viktor Axelsen.

Menariknya, salah satu tiket final akan diperebutkan oleh dua sosok legendaris yang sudah 36 kali bertemu. Chong Wei dan Lin Dan usai masing-masing mengalahkan Chou Tien Chen dan Srikanth Kidambi. Bila sang Datuk menang mudah atas Tien Chen dengan skor 21-9 dan 21-15, Super Dan dipaksa bermain tiga set oleh unggulan sembilan itu dengan skor akhir 21-6 11-21 dan 21-18.

Catatan pertemuan lebih berpihak pada Lin Dan. Pemain yang kini duduk di rangking tiga dunia itu mencatat 25 kali kemenangan atas jagoan Negeri Jiran. Dua dari antaranya tercatat di final dua edisi Olimpiade terakhir. Artinya, Lin Dan merupakan peraih medali emas di Beijing dan London.
Tentu pencinta bulu tangkis dunia tak bisa melihat dua legenda itu bertemu lagi di partai puncak ajang empat tahunan ini. Salah satu dari antara mereka harus gugur di semi final dan berebut medali perunggu.

Bagi Lin Dan ini menjadi kesempatan ketiga baginya untuk mengukir hattrick emas Olimpiade. Sementara Chong Wei yang sudah berusia 33 tahun-satu tahun lebih tua dari Lin Dan-berjuang untuk melampaui pencapaian di dua olimpiade terakhir. Aroma persaingan antarkeduanya yang begitu kental membuat laga ini menjadi magnet tersendiri yang menarik perhatian dunia.
Head to head Lin Dan dan Lee Chong Wei/@Badmintonupdates.


Di laga lainnya Chen Long dan Viktor Axelsen akan merebut tiket final. Sebelumnya Chen Long mengatasi perlawanan wakil Korea Selatan Son Wan Ho dalam tiga game 21-11 18-21 21-11. Sedangkan Axelsen tanpa kesulitan “membunuh” “pembunuh” Tommy Sugiarto asal Inggris, Rajiv Ouseph, dua game langsung 21-12 21-16.

Pertandingan ini tak kalah menarik. Chen Long yang pernah menduduki puncak rangking dunia memiliki hasrat untuk melebihi pencapaiannya di London yang berakhir dengan medali perunggu. Selain itu kemenangan dalam laga ini penting untuk menjaga muka Tiongkok yang memerah karena keterpurukan sektor ganda putri. Alih-alih mengirim wakil ke final, wakil semata wayang sekaligus unggulan kedua Tang Yuanting/Yu Yang digasak pasangan gaek Denmark, Christinna Pedersen/Kamilla Rytter Juhl. Tang/Yu yang menyisihkan wakil Indonesia, Greysia Polii dan Nitya K Maheswari menyerah setelah bertarung rubber set, 21-16 14-21 21-19.

Kekalahan tersebut membuat kedigdayaan negeri Tirai Bambu di ajang multievent runtuh. Setidaknya gagal mengulangi pencapaian luar biasa di London empat tahun lalu. Kala itu mereka menyapu bersih semua medali emas.

Sementara itu, bagi Axelsen kemenangan atas Chen Long penting untuk mengukir rekor pribadi dan mengharumkan negaranya. Sebagai pendatang baru di ajang Olimpiade, pemain 22 tahun itu berhasrat untuk menorehkan pencapain terbaik seperti saat membantu negaranya merebut Piala Thomas dari Indonesia pada Mei lalu.

N.B
Kilas balik perjalanan Owi/Butet di Olimpiade Rio 2016:
Vs Robin Middleton/Leanne Choo (Australia), 21-7 21-8
Vs Bodin Issara/Savitree (Thailand) 21-11 21-13
Vs Chang Peng Soon/Goh Liu Ying (Malaysia) 21-15 21-11
Vs Praveen Jordan/Debby Susanto (Indonesia) 21-16 21-11
Vs Zhan Nan/Zhao Yunlei (Tiongkok) 21-16 21-15
Vs Chan Peng Soon/Goh Liu Ying (Malaysia) 21-14 21-12 (final)                                                                

#TerimakasihOwiButet #RI71 #Indonesiajuara #Rio2016

Tulisan ini pertama kali dipublikasikan di Kompasiana, 17 Agustus 2016.


Comments

Popular posts from this blog

Menjaga Rantai Juara Indonesia di Singapura Open SS 2016

Menulis Terus Sampai Jauh...

Millennial Marzukiana, Strategi “Proxy War” Ananda Sukarlan untuk Bang Maing