Semburat Optimisme dari Istora


Tampilan depan Istora saat Indonesia Open 2018/Foto dokpri
Sebagai salah satu pencinta bulu tangkis, setiap event akbar yang dihelat di tanah air tentu sejauh dapat tidak saya lewati. Apalagi bila berlangsung di Jakarta, tempat saya berdiam saat ini. Salah satu perhelatan yang masih hangat adalah Indonesia Open yang berlangsung pada 3 hingga 8 Juli 2018 lalu.

Di jagad bulu tangkis dunia, ini menjadi salah satu turnamen bergengsi, hanya kalah kelas dari Kejuaraan Dunia, Olimpiade, Piala Thomas dan Uber dan World Tour Finals.  Ya, turnamen bertajuk Indonesia Open Super 1000 itu begitu prestisius!

Dengan total hadiah tertinggi, sekitar 1,25 juta USD atau mendekati Rp 18 miliar, seluruh pebulutangkis terbaik dunia ambil bagian. Hasilnya? Indonesia menyabet dua gelar. Marcus Fernaldi Gideon dan Kevin Sanjaya di nomor ganda putra, serta pasangan ganda campuran, Tontowi Ahmad dan Liliyana Natsir membuat senyum para penonton yang menyesaki Istana Olahraga (Istora) Senayan, Jakarta membuncah.

Senyum puas mengembang. Puja-puji mengudara. Dalam hati tidak sedikit yang bergumam, tak terkecuali saya. Tidak sia-sia datang lebih awal untuk memburu tiket masuk. Belum lagi harus merogoh kocek yang dalam untuk mendapat posisi strategis di dalam Istora. Semuanya terbayar lunas di partai final!

Sore itu setelah semua nomor final dipertandingkan, saya pulang dengan langkah ringan. Aksi ciamik para pemain, terutama dua wakil Indonesia, berujung gelar. Klimaks The Minions, julukan Marcus dan Kevin serta Owi dan Butet membuat kami puas.
Marcus dan Kevin di podium juara Indonesia Open 2018. Keduanya menjadi tumpuan di Asian Games.
Paripurna
Seperti tahun-tahun sebelumnya, Indonesia selalu sukses menjadi tuan rumah event serupa. Dari tahun ke tahun, terutama dalam beberapa tahun terakhir, Badan Bulutangkis Dunia (Badminton World Federation atau BWF) selalu menobatkan Indonesia Open sebagai turnamen terbaik. Tahun ini predikat tersebut kembali disematkan. Namun dengan skala apresiasi lebih.

Sebagaimana dikatakan Event Director BWF, Darren Parks seperti dilansir pbdjarum.org, 9 Juli 2018, Indonesia Open kali ini selangkah lebih baik dari tahun sebelumnya. Sanjungan Parks selengkapnya demikian. 

“Kami berterima kasih kepada PBSI, Blibli dan semua pihak yang sudah bekerja keras di event ini. Sudah lama turnamen ini menjadi yang terbaik, tahun ini Blibli Indonesia Open selangkah lebih baik dan membuat bulutangkis bisa dinikmati.”

Predikat tersebut tentu tidak semata-mata didasarkan pada nominal hadiah yang menggiurkan. Kesuksesan ini dinilai dari beragam faktor, mulai dari persiapan hingga penyelenggaraan. Baik di dalam lapangan pertandingan maupun selama para pemain asing berada di tanah air. Kelancaran pertandingan, hiburan, hingga fasilitas dan infrastruktur.

Meski belum pernah mengikuti tur pertandingan di luar negeri, secara pribadi predikat yang diberikan BWF itu tidak berlebihan. Selain menjamin kelancaran acara, sebagai tuan rumah panitia memberikan yang terbaik. Selain berbagai ornament pendukung, Istora benar-benar dipersiapkan untuk menghelat event akbar ini. Mengapa saya katakan demikian?

Beberapa bukti bisa diangkat. Pertama, Istora saat ini berbeda dengan setidaknya dua tahun lalu. Bila saat itu kita masih mendapati atap yang bocor dan mengganggu pertandingan, tidak demikian saat ini. Tak ada corat-coret di sana-sini.

Banyak hal telah berubah setelah proses renovasi rampung pada 2017 lalu dan telah diuji coba pada Indonesia Masters, turnamen dengan level di bawah Indonesia Open, pada akhir Januari 2018. Tampak luar dan dalam Istora telah dipugar.

Bila sebelumnya kita mendapati bangku panjang terbuat dari kayu, saat ini tempat duduk Istora sudah berubah modern. Tempat duduk sudah ditata dengan “single seating” yang otomatis menekuk bila tak ditempati. Dengan sistem seperti ini, plus jarak yang cukup antarkursi para penonton merasa lebih nyaman. Sensasi menonton bulutangkis tak ubahnya saat berada di stadion megah di mancanegara.
Tampilan tempat duduk "single seating" di Istora saat ini/Metrotvnews.com
Tidak sampai di situ. Hawa di Istora menjadi lebih sejuk. Penataan sistem pendingin ruangan membuat situasi di dalam ruangan tak segerah sebelumnya, sekalipun setiap sudut Istora terisi penuh. Hal ini jelas terasa saat pertandingan final Indonesia Open yang disesaki penonton. Bahkan banyak penonton tak tertampung.

Kedua, sistem pencahayaan di Istora telah dibenahi. Lapangan pertandingan dan aksi para pemain terlihat lebih jelas dengan lampu LED. Berkekuatan 2000 lumens jelas membuat lebih terang, Namun para penonton tidak mendapati kesan para pemain terganggu. Lampu LED ini ternyata memiliki kualitas tersendiri dengan tanpa “heating” atau menghasilkan hawa panas. Sekalipun penerangan maksimal para pemain tidak merasa gerah.

Ketiga, pemugaran tidak hanya dilakukan di dalam Istora. Fasilitas pendukung seperti toilet pun diperhatikan. Kondisi toilet Istora saat ini sudah jauh berbeda, sama cantiknya dengan isi dalam Istora. Kloset putih plus tempat pencuci tangan yang bersih. Urinoir pun telah diganti. Tak tercium bau pesing. Kehadiran petugas kebersihan yang selalu stand by membuat ruang privat ini benar-benar terjaga.

Keempat, Istora pun terlihat makin cantik dari luar. Rumput dan jalur-jalur di sekitarnya ditata. Kehadiran beberapa fasilitas pendukung seperti arena bermain untuk anak-anak, tempat bersantai di sela-sela pertandingan, hingga tenda-tenda makanan yang berjejer rapih di sejumlah sisi Istora, membuat para penonton benar-benar dimanjakan.
Toilet Istora tak lagi berbau dan tembok putih bersih/Foto dokpri
Penampilan Istora hari ini tidak hanya membuat bangga para pencinta bulu tangkis. Orang yang tak menyukai cabang olahraga satu ini pun akan mengangguk setuju bila menyempatkan diri bertandang ke sana. Sungguh, dua gelar juara dan sukses penyelenggaraan Indonesia Open yang baru berakhir benar-benar paripurna.

Andalan
Setelah Indonesia Open, Istora kini bersiap menjadi venue cabanga bulu tangkis Asian Games 2018. Tempat itu akan berbagi waktu antara bulu tangkis dan voli. Tentu panitia penyelenggara Asian Games sudah memikirkan teknis pembagian tersebut. Sementara modal infrastruktur yang sudah dimiliki tinggal dimanfaatkan oleh para atlet untuk berebut medali.

Bulu tangkis menjadi salah satu cabang andalan Indonesia untuk meraih medali. Selain bulu tangkis, Indonesia juga menggantungkan harapan pada cabang bridge, panjat tebing, panahan, boling, kano/rowing, sepeda, jetski, paragliding, pencak silat, panjat tebing, taekwondo, angkat besi, hingga wushu.

Kepada Pengurus Pusat Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI), pemerintah menargetkan sedikitnya tiga emas. Target ini tentu lebih tinggi dari pencapaian edisi sebelumnya di Incheon, Korea Selatan. Empat tahun lalu Indonesia membawa pulang dua medali emas, satu medali perak dan satu medali perunggu.
Zona bermain untuk anak-anak di Istora/Foto dokpri
Dua medali emas saat itu disumbangkan oleh pasangan ganda putri, Nitya Krishinda Maheswari/Greysia Polii serga ganda putra, Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan. Sementara medali perak dan perunggu disumbangkan nomor ganda campuran melalui Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir dan Praveen Jordan/Debby Susanto.

Berkaca pada penampilan wakil Indonesia di Indonesia Open dan beberapa turnamen terakhir, target tiga medali emas di Asian Games kali ini tidak berlebihan. The Minions adalah pasangan nomor satu dunia. 
Owi/Butet juara Indonesia Open 2018 bidik emas Asean Games/viva.co.id
Begitu juga Owi dan Butet yang berada di puncak rangking dunia di nomor ganda campuran. Tidak hanya itu, Indonesia masih memiliki pasangan ganda putri berbeda generasi, Greysia Polii dan Apriyani Rahayu. Ketiga pasangan ini menjadi tumpuan utama Indonesia untuk meraih medali emas.

Indonesia masih memiliki sederet pemain lain yang bisa dijadikan andalan. Ada Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto yang duduk di rangking sembilan dunia sebagai pelapis The Minions. Ada juga Rizki Amelia Pradipta/Della Destiara Haris yang ada di lingkaran 10 besar dunia. Tidak terkecuali Ricky Karanda Suwardi dan Debby Susanto yang siap membuat kejutan di nomor ganda campuran.

Dari sektor tunggal putra Indonesia menaruh harapan pada Jonatan Christie dan Anthony Sinisuka Ginting. Kedua pemain muda ini diharapkan sedang berada di puncak penampilan saat tampil di Istora, sama seperti yang dilakukan Ginting di Indonesia Masters awal tahun ini. Meski kurang diunggulkan, tidak ada salahnya memberi dukungan kepada Fitriani dan Gregoria Mariska Tunjung yang akan turun di nomor perseorangan tunggal putri.
Deretan tenda makanan akan terlihat di Istora saat Asian Games/Foto dokpri
Tantangan jelas tidak mudah. Para pemain Jepang, China, dan Korea Selatan menjadi ancaman bagi The Minions, Owi/Butet dan Greysia/Apriyani. Selain itu, para pemain Taiwan, Thailand, dan negara-negara Asia Timur akan membuat langkah para pemain tunggal putri menjadi sangat berat.

Meski begitu dukungan penuh suporter tuan rumah bisa memberikan energi tambahan bagi para pemain. Bermain di kandang sendiri, di Istora yang keramat namun cantik itu, akan mempertebal rasa percaya diri para pemain untuk merebut medali. Kita pun berharap, prestasi dan pencapaian di Indonesia Open lalu menyemburkan optimisme. Para pemain Indonesia bisa mengulang prestasi. Kita menanti Indonesia Raya berkumandang di Istora Agustus nanti!

Oh ya, jangan lewatkan kesempatan untuk mendukung langsung para atlet bulu tangkis di Istora dengan mengunjungi situs resmi asiangames2018.id atau di www.kiostix.com untuk mendapatkan tiket masuk.

Selamat datang Asian Games, selamat berjuang para atletku! #EaaforIndonesia…….



Comments

Popular posts from this blog

Menjaga Rantai Juara Indonesia di Singapura Open SS 2016

Menulis Terus Sampai Jauh...

Millennial Marzukiana, Strategi “Proxy War” Ananda Sukarlan untuk Bang Maing