Lupakan Mantanmu, Mou!

Jose Mourinho/GLYN KIRK/AFP


Jose Mourinho sepertinya belum bisa melepas Chelsea dari pikirannya. Pelatih Manchester United itu masih saja tergoda untuk mencampuri urusan rumah tangga sang mantan. Alih-alih fokus mengurus timnya saat ini, mantan pelatih Real Madrid itu masih terperangkap bayang-bayang lima tahun duduk sebagai manajer The Blues.

Memang bukan hal aneh melihat tingkah Mourinho seperti itu. Lazimnya, seorang pelatih akan banyak berbicara, entah sebelum maupun setelah pertandingan, tidak hanya tentang timnya juga tim-tim lawan. Dalam statusnya sebagai atasan para pemain, dan bisa lebih otoritatif dalam hal-hal tertentu, seorang pelatih bisa berbicara apa saja, terkadang merembet ke hal-hal yang tidak penting, remeh temeh, bahkan tentang sesuatu yang tidak patut dibicarakan. 

Tidak hanya Mourinho, pelatih-pelatih lain pun bisa menjadi sangat galak bahkan buas pada situasi dan momen tertentu. Mereka bisa melotarkan kata-kata pedas sesuka hati yang memerahkan telinga dan tajam menikam perasaan lawan.

Tidak sarkastik memang, tetapi bisa memunculkan kesan tertentu melihat tingkah Mou akhir-akhir ini kepada Chelsea. Terlebih setelah mantan timnya itu semakin digdaya di pentas Liga Primer Inggris dan berpeluang menambah satu gelar lagi dari ajang Piala FA.

Dengan raihan 60 poin Chelsea unggul delapan poin dari Manchester City dan Tottenham Hostpur yang mengemas 50 poin. Dengan 13 laga tersisa Si Biru kian dekat dengan gelar keempat dalam dua dekade terakhir.

Dua periode Mou di Stamford Bridge, pelatih asal Portugal itu sanggup menyumbang tiga gelar liga Inggris, tiga gelar Piala Liga dan satu gelar Community Shield. Namun gelar pada musim 2014/2015 menjadi persembahan terakhir sebelum ia ditendang tujuh bulan kemudian.

Selisih satu poin di atas zona degradasi tidak bisa menyelamatkan karirnya. Roman Abramovich, sang bos besar berpikir Mou perlu angkat kaki untuk memberi tempat kepada sang penyelamat. Harapan pertama gagal terwujud dalam diri Guus Hiddink. Baru kemudian setelah Antonio Conte datang sejarah indah itu mendekat.

Mantan pelatih timnas Italia itu langsung menunjukkan kerja bagus di musim pertama. Pembaharuan formasi dengan sedikit peremajaan tim serta membangkitkan kembali potensi pemain yang sempat tertidur membuahkan hasil. Selain semakin dekat dengan gelar juara Liga Primer Inggris, Chelsea juga tengah menjaga peluang mendapatkan gelar Piala FA.

Menariknya di babak perempatfinal Piala FA, Mou dan Conte akan saling berhadapan. Mou akan bertandang ke rumah sang mantan di bulan Maret mendatang. 

Beberapa saat setelah Chelsea mendapatkan tiket delapan besar setelah membekuk Wolves 2-0 di babak kelima, Mou langsung membuka wacana. Seperti dilansir BBC.com, eks pelatih FC Porto itu menyambut baik pertemuan itu. Menurut Mou konsentrasi Chelsea seharusnya tidak terbelah jelang pertemuan itu.
“Chelsea bisa fokus pada Piala FA karena mereka ‘sudah juara Liga Primer.’”
Pedro Rodriguez dan Willian merayakan gol Chelsea ke gawang Wolverhampton Wanderers untuk memastikan tiket perempat final Piala FA (AFP/Ben Stansall)
Dengan tanpa menaruh curiga berlebihan pada Mou, pernyataan tersebut bisa dimaknai secara positif. Mou ingin mendukung sang mantan untuk meraih prestasi, merengkuh gelar yang terakhir kali diperoleh pada musim 2011/2012. Di final saat itu Chelsea menekuk Liverpool 2-1 sekaligus menjadi satu-satunya prestasi Hiddink bersama klub London Barat itu.

Nuansa kemudian menjadi lain ketika dihubungkan dengan status dan situasinya di tim saat ini. Sejak berlabuh di Old Trafford Mou masih harus membuktikan kapasitasnya. Setidaknya ada empat peluang gelar yang bisa diraih musim ini. Namun hanya satu peluang terbaik yang bisa segera berbuah gelar.

Di Liga Primer, Manchester Merah masih berada di luar zona Liga Champions. Dengan 48 poin, “Setan Merah” bercokol di posisi keenam, di belakang Liverpool dan Arsenal yang masing-masing mengoleksi satu dan dua poin lebih banyak. Bila tidak mampu bersaing dengan tim-tim lain yang lebih stabil maka bukan tidak mungkin nasib United di pentas Eropa tidak akan berubah dari yang sedang dialami saat ini.

United saat ini sedang mengejar prestasi di Liga Europa yang saat ini telah memasuki babak 32 besar. Kemenangan besar 3-0 atas klub Prancis, Saint-Etienne di leg pertama membuka jalan bagi Wayne Rooney dan kolega ke perempat final. Namun masih ada enam pertandingan lagi yang harus dilewati menuju podium juara.

Peluang di Piala FA tetap ada tetapi pertama-tama mereka harus menghadapi Chelsea yang semakin solid. Satu-satunya kesempatan terbesar saat ini adalah Piala Liga Inggris yang telah memasuki laga pamungkas. Pekan depan United akan berburu gelar tersebut dengan Southampton di Stadion Wembley. 

Mou tentu bisa sedikit membusung dada karena bisa lebih dini meraih mahkota gelar dan memiliki peluang gelar lebih banyak dari Conte. Namun Southampton bukan lawan enteng. Begitu juga lawan-lawan lain di beragam kompetisi yang sedang dijalani.

Dalam situasi seperti ini akan menjadi lebih baik bila Mou lebih memikirkan timnya, juga nasib dirinya. Beberapa tahun terakhir taji dan kharisma Mou sedikit memudar. Ia harus menutup malu, ditendang dari Stamford Bridge dan berpindah ke Old Trafford.  Gerak geriknya di The Theatre of Dreams sedang dipantau banyak pasang mata terutama dari kalangan pendukung setia. Puasa gelar karena keterpurukan tim berkepanjangan diharapkan segera menemui titik akhir,

Mou sangat sadar posisinya saat ini seperti diakuinya, "Saya memiliki begitu banyak hal untuk dipikirkan." Begitu juga bagaimana mewujudkan peluang-peluang tersebut yang hanya memiliki dua kemungkinan yakni berhasil atau gagal.

"Kami dimungkinkan untuk memenangkan tiga, dua, satu atau tidak ada piala sama sekali. Ketika kami berada di kompetisi, kami akan berjuang. Di Piala Liga, kita memiliki peluang 50% untuk menang dan kami harus berjuang untuk meraih gelar."

 Bila Mou sadar seperti itu mengapa ia belum benar-benar “move on” dari sang mantan. Meski hanya sekadar berkomentar sebagai tanda perhatian, tetapi situasi dan kondisi timnya saat ini sangat membutuhkan perhatiannya yang total, dan tak terbagi. 

"Chelsea hanya bisa berpikir tentang itu karena saya pikir mereka adalah juara dan tidak memiliki apa-apa lagi untuk bermain. Piala FA adalah sesuatu yang penting bagi mereka.” Pernyataan ini mestinya dipantulkan kembali kepadanya. Nasib pribadi dan timnya, itulah yang harus dipikirkan ketimbang membuang energi meski kecil untuk merawat kenangan masa lalu.  Belum tentu sang mantan memikirkanmu, Mou!

Tulisan ini pertama kali terbit di Kompasiana, 20 Februari 2017.

Comments

Popular posts from this blog

Menjaga Rantai Juara Indonesia di Singapura Open SS 2016

Menulis Terus Sampai Jauh...

Millennial Marzukiana, Strategi “Proxy War” Ananda Sukarlan untuk Bang Maing