Langkah Baru Hendra Setiawan Menuju Nomor Satu

Hendra Setiawan/foto: Roderick Adrian Mozes/Kompas.com

Usianya sudah lebih dari kepala tiga. Meski 32 tahun bukanlah usia yang terlalu tua untuk seorang atlet, berkecimpung di dunia yang membutuhkan kebugaran tingkat atas benar-benar mensyaratkan kedisiplinan dan semangat yang tinggi. Dalam diamnya, Hendra Setiawan masih memiliki dua syarat itu.

Tak heran setelah mundur dari Pelatnas PBSI sejak 1 Desember lalu, Hendra tidak lantas gantung raket. Ia tidak seperti Lee Yong Dae, salah satu lawan terberatnya saat masih berpasangan dengan Mohammad Ahsan dan Markis Kido. Berbeda dengan Lee-yang meninggalkan Yoo Yeon Seong saat keduanya masih berada di puncak rangking dunia-yang kini hilang tanpa kabar berita, Hendra baru saja menemukan partner baru untuk terus berkompetisi di jagad bulu tangkis dunia.

Bukan pemain Indonesia, bukan pula Yoo Yeon yang tengah menganggur itu, tetapi Tan Boon Heong. Melalui jejaring sosial instagram Hendra memajang salah satu momen saat keduanya berpose bersama. Di sana ia mencantumkan prestasi Tan sebagai peraih emas Asian Games 2006 di Doha, Qatar dan juara All England 2007.

Memilih Tan tampak mengagetkan. Ada pemain yang lebih hebat yang tengah menganggur dari Korea Selatan yakni Yoo Yeon itu. Bila tidak sekiranya dipilih salah satu pemain Indonesia lain yang tengah berada di luar pelatnas. Namun mengambil keputusan tidak semudah perkiraan itu.

Meski beban sejarah masih mewarnai relasi Indonesia-Malaysia, tampaknya tidak demikian dalam urusan bulu tangkis. Dibanding dengan Korea Selatan, lebih mudah bekerja sama dengan Malaysia. Kebijakan PBSI dan BAM, PBSI-nya Malaysia, terkait pemain yang berkarir di luar tim nasional tampaknya lebih sejalan, ketimbang dengan Asosiasi Bulu Tangkis Korea. Belum lagi jarak Jakarta-Seoul yang lebih jauh ketimbang Jakarta-Kuala Lumpur.

Sementara pemain ganda non pelatnas, selain tak ada juga tak satupun yang tidak sedang tanpa pasangan.

Selain itu relasi Hendra dan Tan sudah lama terpelihara. Setidaknya Tan sudah lebih awal mengganggunya dengan tawaran untuk bermain bersama. Tawaran pertama datang pada 2012, namun saat itu Hendra menolak dengan alasan masih ingin merebut medali emas Olimpiade, salah satu impian yang hingga kini belum terwujud.

Setelah Olimpiade Rio de Janeiro 2016 yang berakhir antiklimaks bagi Hendra dan Ahsan, Tan kembali mendekat. Pendekatan Tan tampaknya semakin intensif karena tandemnya Koo Kien Keat telah mengambil keputusan pensiun pada akhir 2016. Sebelumnya sejak setahun terakhir, mulai awal 2015, Tan/Koo sudah lebih dulu berkarir profesional.

"Baru setelah Korea Open saya ada pikiran untuk main pro,”tandas Hendra kepada CNNIndonesia.com. 
Tan Boong Heong/FourthOfficial.com
Nomor satu
Hendra/Ahsan akan memulai petualangan baru dari titik nol sejak awal tahun depan. Seturut rencana keduanya akan mengawali kiprah internasional di India Syed Modi International Grand Prix Gold di Babu Banarasi Das Indoor Stadium, Lucknow sejak 26-31 Januari nanti.

Hendra mematok target juara di turnamen awal ini sebagai pemanasan untuk meraih poin demi poin. Setelah melangkah dari bawah Hendra bertekad kembali ke jajaran elit dunia. Cita-cita ini terkesan bombastis?

Tidak. Prestasi dan pengalaman keduanya sudah memadai. Hendra masih memiliki kemampuan meski beberapa kualitas unggulan mulai terkikis usia. Di sisi lain, Tan bisa menjadi penyeimbang karena usinya baru 29 tahun. Bersama Koo Kien Keat, keduanya pernah mengukir sejarah di Asia dan All England, serta Kejuaraan Dunia 2010 dengan merebut perak. Saat berada di puncak prestasi Tan/Koo diasuh Rexy Mainaky, peraih emas Olimpiade Atlanta 1996 bersama Ricky Subagja yang sedang berada dalam saat-saat akhir sebagai Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi (Binpres) PBSI.

Keduanya tentu perlu waktu adaptasi sebagai pasangan baru dengan aneka perbedaan latar belakang baik prestasi, pengalaman, hingga kewarganegaraan. Mengatur pola makan dan jadwal latihan yang tepat menjadi tantangan tersendiri karena kini keduanya diantarai jarak penerbangan beberapa jam antara Jakarta-Kuala Lumpur. Selain itu masih ada ketidakmudahan lain karena keduanya sudah berada di luar pelatnas. Namun segala sesuatu bisa menjadi lebih mudah karena segala sesuatu berada di tangan keduanya. Merekalah yang menentukan sendiri apa yang akan dilakukan.

Hendra sudah pasti tahu konsekuensi apa yang harus dipikulnya saat ini untuk mewujudkan hasratnya yang masih membara untuk terus bersaing dengan para pemain muda di kancah bulu tangkis dunia yang semakin ketat. Kualitas kepribadiannya menjadi salah satu modal peting yang mendukungnya untuk terus berkarir setidaknya selama beberapa tahun ke depan. Dan bukan tidak mungkin mewujudkan tekadnya, “Dalam dua tahun ke depan kami bisa menjadi nomor satu dunia.”

Pemain kelahiran Pemalang, Jawa Tengah itu baru akan memulai petualangan baru. Meski akan tetap membawa nama Indonesia, kontribusinya bagi Merah Putih tidak akan seleluasa dulu. Namun jejak langkah yang telah ditinggalkannya terlampau berharga untuk disia-siakan oleh para penerus.


CNNIndonesia.com sempat merekam hari-hari terakhir Hendra Setiawan di Pelatnas Cipayung. Tidak ada perubahan sama sekali dalam dirinya. Latihan tetap diikuti seperti biasa dan seperti biasa pula selalu datang lebih awal. Saat berpisah pun, ia tidak banyak berbicara sebagaimana biasa. Hanya lambaian tangan dan senyum seadanya yang menjadi kekhasannya mengiringi perpisahan itu. Padahal hari-hari terakhir itu bisa menjadi sangat melankolis mengingat sejarah besar yang telah terukir selama 14 tahun di tempat itu.

Tulisan ini pertama kali dipublikasikan di Kompasiana, 9/12/2016.

Comments

Popular posts from this blog

Menjaga Rantai Juara Indonesia di Singapura Open SS 2016

Menulis Terus Sampai Jauh...

Millennial Marzukiana, Strategi “Proxy War” Ananda Sukarlan untuk Bang Maing