Eng Hian: sumber gambar dari https://www.instagram.com/enghian/ |
Jagad maya sempat diramaikan oleh isu rasis yang melibatkan pelatih ganda putri utama PBSI, Eng Hian.
Sebagaimana potongan video yang beredar dan menjadi topik tren di Twitter, pelatih yang karib disapa Didi itu dianggap melakukan penghinaan terhadap ganda putri Malaysya, Pearly Tan/Thinaah Muralitharan.
Video yang diunggah akun @shahaidin menampilkan patah kata yang dianggap menghina yakni ketika menyinggung warna kulit pemain lawan.
Didi mengucapkan kata-kata itu saat memberikan arahan kepada Febriana Dwipuji Kusuma/Amalia Cahaya Pratiwi yang menghadapi wakil Negeri Jiran di babak 16 besar French Open 2022 di Stade Pierre de Coubertin, Kamis (27/10/2022).
Pearly Tan/M Thinaah: sumber fot NST/ |
Pro dan kontra pun bermunculan. Warganet tetangga menganggap sang pelatih sudah bertindak tak patut.
Didi kemudian angkat bicara. Ia sadar kata-kata yang tidak ia maksudkan untuk menghina pemain lawan, ternyata menjadi kontroversi.
Untuk itu, dengan besar hati, ia pun melayangkan permintaan maaf. Sebagaimana yang diunggah di akun Instagram pribadi, Didi memberikan klarifikasi plus memohon maaf.
"Saya Eng Hian, Pelatih Ganda Putri Pelatnas PBSI Indonesia. dengan segala kerendahan hati, saya meminta maaf kepada pemain ganda putri Malaysia Pearly Tan dan Thinaah Muralitharan,” bukanya.
Didi menegaskan dirinya sama sekali tidak memiliki niat untuk melakukan hal yang tidak menyenangkan lawan.
“Saya tidak ada niat sama sekali untuk menyinggung atau melakukan perbuatan yang tidak menyenangkan kepada pemain ganda putri Malaysia tersebut. Sekali lagi dari hati yang paling dalam saya memohon maaf atas ucapan saya tersebut."
Pertandingan antara Ana/Tiwi versus Tan/Thinaah berakhir 16-21, 14-21 untuk kemenangan pasangan Malaysia.
Tan/Thinaah rupanya tidak menanggapi serius hal tersebut. Mungkin saja, mereka lebih memilih fokus menghadapi pertandingan.
Ayunan raket mereka di turnamen Super 750 itu belum juga terbendung. Keduanya berhasil melangkah ke final menghadapi unggulan empat dari Jepang, Mayu Matsumoto/Wakana Nagahara.
Ini menjadi pertemuan pertama kedua pasangan. Pertandingan final, Minggu (30/10/2022), diprediksi berlangsung ketat. Kedua pemain sedang “on fire” dan ranking dunia mereka tidak terpaut jauh.
Tan/Thinaah hanya terpaut empat anak tangga di belakang Matsumoto/Nagahara yang kini bercokok di posisi tujuh BWF.
Popular posts from this blog
Tommy Sugiarto (badmintonindonesia.org) Awal tahun yang bagus. Demikian kesan yang bisa diberikan terhadap penampilan para pebulutangkis kita di ajang super series tahun ini. Betapa tidak, di tiga turnamen kelas super series dan super series premier yang dihelat sejauh ini, Indonesia tak pernah kehilangan muka. Selalu saja ada wakil yang membawa pulang gelar juara ke Tanah Air. Torehan ciamik dibuka oleh Praveen Jordan/Debby Susanto. Ganda campuran masa depan Indonesia itu sukses menjadi juara All England Super Series Premier 2016. Prestasi yang ditorehkan pasangan nomor delapan dunia itu sekaligus menjaga nama besar Merah Putih di ajang tertua di dunia. Tak lama kemudian, giliran ganda putra Kevin Sanjaya Sukamuljo/Marcus Fernaldi Gideon . Tak diunggulkan, mereka sukses menggondol trofi India Open Super Series 2016. Itulah gelar super series pertama bagi keduanya. Menandai titik balik performa setelah terpuruk belakangan ini, Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir sukses me
Menulis membuat saya bisa melihat dari dekat orang nomor satu di negeri ini “Menulislah terus jangan berhenti, suarakan hati nuranimu. Kemudian setelah itu biarlah tulisan itu membela dirinya sendiri, biarlah tulisanmu itu mengikuti takdirnya.” (Buya Hamka) Saya baru mengenal petikan masyur di atas belakangan, jauh bertahun-tahun setelah saya bergumul dengan dunia tulis-menulis. Ketika itu saya masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA) di Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT). Tidak ada maksud atau tujuan khusus saat itu. Yang ada hanya satu: menulis dan terus menulis. Bisa jadi perkenalan saya dengan dunia menulis berjalan beriringan dengan ketertarikan saya pada dunia literasi umumnya. Perkenalan saya dengan dunia menulis karena aktivitas membaca yang saya geluti pada waktu bersamaan. Membaca dan menulis menjadi satu paket. Ibaratnya, dua sisi berbeda untuk menandai sebuah koin yang sama. Itu semua tidak timbul serta-merta. Paket itu muncul, kemudian tumb
Foto dari KAYA.ID Situasi politik di tanah air sedang panas. Titik didih semakin meningkat dan diprediksi akan menjadi-jadi mendekati hari H pemilihan langsung presiden dan wakil presiden Indonesia yang tak lebih dari tiga bulan lagi. Nah, ketika politik membuat kawan bisa menjadi lawan karena kepentingan menjadi segala-galanya, dengan cara apa kita bisa bersatu? Tanpa berpikir panjang kita bisa menyebut olahraga. Tengok saja ketika tim kesayangan kita bertanding atau kala atlet kebanggaan negara bertarung. Kita kompak memberi dukungan. Saat kemenangan diraih kita serempak bersuka ria. Sebaliknya, sedih dan tangis akan melitani bersama saat kemenangan gagal diraih. Selain olahraga-yang juga memiliki sisi destruktif dalam anarki dan huru-hara, musik adalah medium lain yang membuat kita bersekutu. Tidak ada dikotomi antara kawan dan lawan, kita dan mereka, lokal dan asing, kulit putih dan hitam, rambut kriting dan lurus, tua dan muda ketika berada di hadapan kesenian. Semu
Comments
Post a Comment