Kelas ASIK untuk Pelaku UMKM Makin Eksis

Patut diakui kontribusi sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menenang (UMKM) bagi perekonimian bangsa tidak bisa disepelehkan. Bahkan sektor ini menjadi salah satu roda penggerak ekonomi dalam negeri. Mengapa demikian? Coba bayangkan, berapa banyak lapangan pekerjaan yang tercipta dan tenaga kerja yang terserap di sektor tersebut. Begitu juga bisa dibayangkan berapa besar kontribusinya untuk pendapatan masyarakat dan bangsa. Selain dampak finansial, tidak bisa diremehkan pula manfaat pelayanan UMKM bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat luas. Badan Pusat Statistik (BPS) melansir jumlah UMKM saat ini menyentuh angka 64 juta. Angka tersebut nyaris mendominasi secara mutlak dari total keseluruhan usaha di Indonesia. Dari satu jenis UMKM, bisa dibayangkan berapa banyak tenaga kerja yang terserap, pihak-pihak yang ikut terkoneksi dan dampak yang ditimbulkannya, baik bagi masing-masing individu maupun bagi daerah dan negara, entah secara langsung atau tidak langsung. Data Kementerian Koperasi, Usaha Keci, dan Menengah (KUKM) tahun 2018, dari 64 juta pelaku UMKM dengan 99,99% dari jumlah pelaku usaha di Indonesia, memiliki daya serap sebanyak 117 juta pekerja. Daya serap sektor ini mencapai 97% dari daya serap tenaga kerja di dunia usaha. Kontribusi terhadap perekonomian nasional (PDB) pun tidak kecil. Angkanya menyentuh 61,1%, jauh lebih banyak dari sumbangsih pelaku usaha besar (38,9%). Data-data tersebut mengguratkan kenyataan tak terbantahkan. Betapa penting sektor tersebut. Bila ekonomi kita semakin menggeliat dan dampaknya semakin besar terasa, maka sektor tersebut perlu terus didorong. Di balik angka-angka tersebut terkandung banyak cerita. Pahit dan manis, senyum dan getir saling berkelindan. Di antaranya tentang keras dan sulitnya perjuangan para pelaku usaha agar bisa tetap eksis. Tentang mimpi dan hasrat mereka untuk semakin berkembang dan naik kelas. Tentu para pelaku usaha mikro dan kecil ingin naik “kelas” ke level menengah. Begitu juga para pelaku usaha menengah berhasrat masuk dalam kelompok usaha besar. Kelas ASIK Tentu banyak cara yang bisa dilakukan untuk membantu sektor UMKM agar makin berkembang. Dalam situasi pandemi saat ini guncangan yang dialami sektor tersebut begitu keras terasa, sama halnya sektor-sektor lainnya. PT Astra Graphia Tbk (ASGR), slah satu perusahaan publik, memiliki cara tersendiri untuk membantu sektor ini. Perusahaan yang berdiri sejak 1975, menggagas Kelas Astragraphia untuk Industri Kreatif (Kelas ASIK). Hal ini sebagai bentuk perwujudan dari budaya perusahaan, yaitu “Valuable to The Nations and Life.”
Program ini menyasar pelaku UMKM yang khusus bergerak di bidang fesyen, kuliner dan kriya. Melinda Pudjo, Chief of Corporate Communications Astragraphia, saat webinar 17 Desember 2020 lalu, mengatakan, Astragraphia tergerak untuk ambil bagian, terutama membantu para pelaku industri kreatif yang tengah berjuang di tengah situasi pandemi. “Di tahun pertama program ini, Astragraphia telah menjangkau 415 pelaku usaha mikro dan kecil yang tersebar di Pulau Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan Bali yang memiliki omzet mulai dari 2 juta hingga 40 juta rupiah perbulannya,” tambah Melinda.
Program ini sudah berjalan beberapa tahun terakhir. Upaya yang dilakukan adalah menggelar workshop dan roadwhow tentang kemasan kreatif dan desain grafis. Berbagai pelatihan daring itu bertujuan untuk mengedukasi pentingnya tampilan produk (kemasan/label), bagaimana mengaplikasikannya, serta mengenalkan berbagai teknologi digital printing mutakhir untuk mendongrak usaha. Dengan dua entitas, PT Astra Graphia Information Technology (AGIT) dan PT Astragraphia Xprins Indonesia (AXI), Astragraphia memiliki sebuah media komunikasi digital yang menaungi seluruh portofolio bisnis yakni www.ofiskita.com.
Di media itu profil bisnis para pelaku UMKM dipublikasikan secara gratif. Mereka juga difasilitasi untuk untuk mencetak berbagai materi promosi secara online melalui platform online printing, www.printqoe.com. Bisa dipahami, Astragraphia membidik aspek tersebut karena sejalan dengan “core” bisnisnya di bidang layanan printing dan digital (digital services). Astragraphia memiliki portofolio bisnis Document Solution untuk menghadirkan solusi end-to-end mulai dari kebutuhan cetak personal, perkantoran, graphic art hingga managed print services. Untuk menjalankan Kelas ASIK, Astragraphia tidak sendirian. Berbagai pihak diajak bekerjasama untuk memaksimalkan Kelas ASIK, mulai dari lembaga pemerintahan, asosiasi profesi, yayasan, UMKM, hingga komunitas. Wawasan Baru Pada kesempatan webinar itu turut bersaksi Novi Kurnia Setiawati, founder Abon Cap Koki. Ia adalah peserta Kelas ASIK Batch 1. Ia memilki kesan yang dalam tentang program tersebut. Mengenal informasi terkait kelas tersebut dari pemberitaan di sosial media, ia lantas tergerak bergabung tanpa berpikir panjang. Ternyata, pertemuan kebetulan itu tak ubahnya berkah. Ia mendapatkan banyak manfaat dari kelas tersebut. “Edukasi dari Astragraphia memberikan saya wawasan baru untuk berkreasi menciptakan kemasan yang menarik untuk produk abon saya.” Lebih lanjut Novi mengatakan kelas tersebut membuatnya bisa lebih dekat mengenal teknologi digital printing. Dengan demikian ia mendapat banyak masukan di antaranya memilih stiker atau label secara baik dengan kualitas unggulan.
“Selain itu, fasilitas publikasi profil usaha di kanal digital OFiSKITA milik Astragraphia membantu saya dalam memperluas pasar.” Bila kita memperhatikan kemasan Abon Cap Koki, terlihat jelas rupa kemasan yang menarik, di samping rasa abonnya yang nendang. Desainnya pun elegan, membuat siapapun cepat tergugah. Siapa lagi mau bergabung dengan Kelas ASIK agar bisnis makin eksis?

Comments

Popular posts from this blog

Menjaga Rantai Juara Indonesia di Singapura Open SS 2016

Millennial Marzukiana, Strategi “Proxy War” Ananda Sukarlan untuk Bang Maing

Menulis Terus Sampai Jauh...