Tak Bisa Disembuhkan, Yuk Jadi Bunda Tanggap Alergi dengan Gerakan 3K
Para narasumber yang hadir/dokpri |
Menjadi seorang ibu tentu tidak mudah. Selain bertanggung
jawab mengurus suami dan rumah tangga, ia juga ikut terlibat dalam seluruh
proses tumbuh kembang sang buah hati. Bahkan peran seorang ibu sangat
menentukan bagi masa depan anak.
Dalam menemani tumbuh kembang anak, seorang ibu pun dituntut
bersikap tanggap terhadap setiap perubahan yang terjadi. Tak terkecuali alergi.
Secara sederhana, alergi merupakan reaksi kekebalan tubuh yang tidak normal
dalam mengenali bahan yang sebenarnya tidak berbahaya untuk tubuh.
Ada satu istilah yang relevan dan kadang salah dipahami yakni
alergen. Alergen merupakan bahan yang mencetuskan alergi. Pencetus alergi itu
bisa berupa sesuatu yang terhirup atau makanan. Sesuatu yang terhirup yang
dapat menyebabkan alergi di antaranya tungau, debu rumah, serbuk sari tanaman,
kecoa, serpihan kulit binatang dan jamur. Sementara itu alergen yang berasal
dari makanan di antaranya susu sapi, kacang kedelai, kacang tanah, makanan laut
(udang, kepiting, udang karang), gandum, telur, dan ikan.
Nah, setiap anak yang mengalami alergi tentu memiliki faktor
pemicu berbeda-beda. Yang pasti, angka kejadian dan risiko alergi pada anak,
terutama terhadap makanan masih terus terjadi, tidak hanya di Indonesia tetapi
juga seluruh dunia.
Hal ini bisa ditunjukkan melalui data dari World Allergy Organization (WAO) dalam The WAO White Book on Allergy: Update 2013. Data tersebut menunjukkan angka prevalensi alergi mencapai 10-40 persen dari total populasi dunia. Menariknya, 7,5 persen dari presentase tersebut mengacu pada anak-anak yang memiliki alergi susu sapi.
Saya beruntung mendapat informasi ini saat mengikuti
peringataan World Allergy Week 2019
yang diselenggarakan oleh Sarihusada pada 10 April 2019 lalu. Pada kesempatan
itu hadir sejumlah narasumber kompeten yang sangat memahami terkait alergi dan
bagaimana mencegah dan menyikapinya.
Mereka adalah Prof. DR. Budi Setiabudiawan, dr., SpA(k),
M.Kes, Konsultan Alergi dan Imunologi Anak; Meutia Athaya, Brand Manager
Allergy Care Sarihusada; serta Natasha Rizky yang merupakan aktris sekaligus
seorang ibu.
Prof. DR. Budi Setiabudiawan, dr., SpA(k), M.Kes/Dokpri |
Gejala Alergi
Di atas telah disebutkan sekilas terkait alergi dan pemicu
alergi. Namun soal alergi tidak sesederhana itu. Banyak dari antara para ibu
khususnya dan orang tua umumnya yang kurang menyadari tentang gejala alergi
yang bisa muncul pada saluran pernapasan, kulit, dan saluran cerna. Tersebab
kurang pemahaman ini bisa membuat langkah penanganan terkadang menjadi keliru.
Gejala alergi yang muncul pada saluran pernapasan ditandai
di antaranya oleh hidung berair, bersin, hingga batuk kronis non infeksi.
Dermatitis atopik (kondisi kulit kronis yang menyebabkan serangan gatal-gatal),
urtikaria (hives, gatal-gatal, kaligata, atau biduran), dan bengkak di kelopak
mata atau bibir merupakan gejala alergi pada kulit. Sementara itu gejala alergi
pada saluran cerna ditandai oleh kolik (nyeri), sulit menelan, sering meludah,
muntah, konstipasi, gagal tumbuh dan diare.
Patut dicatat, risiko alergi akan semakin tinggi apabila terdapat riwayat alergi pada keluarga. Sebanyak 40 persen hingga 60 persen kemungkinan anak mengalami alergi bila kedua orang tua memiliki riwayat alergi. Peluang kemungkinan terjadi alergi semakin besar, di angka 60 persen sampai 80 persen, apabila kedua orang tua memiliki manifestasi sama.
Bagaimana bila saudara kandung memiliki riwayat alergi?
Probabilitas mengalami alergi justru semakin kecil, berkisar 25 persen hingga
30 persen. Sementara itu bila orang tua tidak memiliki riwayat alergi maka
kemungkinan sang anak mengalami alergi akan jauh lebih kecil (5 persen sampai
15 persen).
Slide presentasi/Dokpri |
Mengenal Alergi Susu
Sapi
Apakah anak anda mengalami alergi susu sapi? Berapa banyak
anak yang mengalami hal serupa di dunia? Melanjutkan data WAO di atas, dari 10
sampai 40 persen angka prevalensi alergi dari total populasi dunia, sebanyak
7,5 persen di antaranya merupakan anak-anak dengan alergi susu sapi.
Angka di atas menunjukkan bahwa tidak sedikit anak di dunia
yang mengalami hal serupa. Apakah para ibu menyadari kondisi sebenarnya dari
sang buah hati? Apakah para orang tua sudah memastikan sang anak bukan satu
dari sekian juta anak yang mengalami alergi susu sapi?
Mari kita mengenal alergi susu sapi lebih jauh. Menurut Prof. DR. Budi Setiabudiawan, alergi susu sapi diakibatkan oleh respon sistem imun yang tidak normal terhadap protein susu sapi. Jenis protein yang paling sering menyebabkan alergi adalah whey dan kasein. Seorang anak bisa saja mengalami alergi terhadap salah satu atau kedua protein tersebut.
Mengutip hellosehat.com, saat seorang anak mengonsumsi susu
yang menyebabkan alergi, maka sistem kekebalan tubuhnya akan menandai atau
menanggapi protein yang masuk ke dalam tubuh sebagai zat berbahaya. Saat itu
tubuh akan langsung menghasilkan antibodi yang berfungsi menangani alergi yang
terjadi pada tubuh. Antibodi tersebut adalah immunoglobulin E (IgE).
IgE lantas mengenali protein tersebut sebagai zat berbahaya
dengan mengirimkan sinyal pada tubuh untuk mengeluarkan histamin dan aneka zat
kimia lain yang dapat menimbulkan gatal-gatal, kemerahan pada kulit dan
gejala-gejala lain seperti mencret, diare, mata berair, flu, batuk, dan
sebagainya.
Natasha Rizky (tengah)/dokpri |
Budi Setiawan mengatakan gejala dan tanda bisa muncul dalam
berbagai tingkat keparahan. Setiap anak pun bisa berbeda-beda. Meski begitu
gejala yang langsung muncul tak lama setelah anak meminum susu adalah muntah.
Selain itu, akan muncul rasa gatal yang disertai bengkak dan kemerahan.
Selain gejala dan tanda-tanda tersebut, berikut sejumlah
tanda dan gejala umum yang patut diperhatikan:
- Mencret
- Diare
- Kram pada perut
- Mata berair
- Flu
- Batuk
- Kulit menjadi ruam dan gatal terutama di daerah sekitar mulut
- Mengalami nyeri atau kolik pada perut
Seandainya
gejala yang muncul sangat parah maka anak bisa mengalami anafilaksis. Secara
sederhana anafilaksis diartikan sebagai keadaan di mana anak susah bernapas
akibat respon alergi yang terjadi menyumbat dan menghalangi saluran pernapasan.
Dalam situasi seperti ini dibutuhkan tindakan dan penanganan yang khusus dan
tepat.
Bila
tidak ditangani dengan tepat bisa meningkatkan risiko penyakit degeneratif
seperti obesitas, hipertensi, dan sakit jantung. Tidak terkecuali, tumbuh
kembang sang anak akan terganggu dan tidak optimal.
#BundaTanggapAlergi dengan 3 K
Mengingat
gejala yang beraneka ragam dan dibutuhkan penanganan yang tepat maka peran
seorang ibu sangat penting. Sarihusada melalui brand SGM Eksplor Soya telah dan akan selalu menggemakan kampanye
#BundaTanggapAlergi dengan gerakan 3 K yakni Kenali, Konsultasikan, dan
Kendalikan.
Menurut
Meutia Athaya, kampanye #BundaTanggapAlergi merupaka bagian dari ajakan untuk
para ibu agar aktif mengenali sejak dini gejala dan cara mengatasi risiko
alergi pada anak.
“Kenali
risiko dan gejalanya, Konsultasikan ke dokter agar Si Kecil mendapat penanganan
yang tepat, dan Kendalikan penyebab alergi dengan nutrisi yang tepat agar si
kecil tetap tumbuh dengan optimal,” tandas Meutia.
Menurut
Prof. Budi, tumbuh kembang anak tetap menjadi prioritas termasuk dengan
memberikan nutrisi dan protein yang dibutuhkan. Bila seorang anak sudah
diindikasikan mengalami alergi susu sapi, tidak berarti tidak ada peluang bagi
anak tersebut untuk mendapatkan asupan protein.
Masih ada alternatif sumber protein untuk memenuhi nutrisi seperti susu
pertumbuhan yang mengandung formulasi khusus terhidrolisis ekstensif, asam
amino, serta susu dengan bahan dasar kedelai atau soya.
Meutia Athaya, Brand Manager Allergy Care Sarihusada/Dokpri |
Bukan kebetulan Sarihusada Generasi Mahardhika menghadirkan produk SGM Eksplor Soya. Berbekal lebih dari 60 tahun pengalaman dalam menyediakan produksi nutrisi bagi anak-anak Indonesia, dalam kerja sama dengan para ahli nutrisi anak di Indonesia, Singapura, dan Belanda, Sarihusada pun meluncurkan SGM Eksplor Soya untuk anak berusia 1-5 tahun.
Produk
ini merupakan formula yang menggunakan Isolat Protein Kedelai sebagai sumber
protein. Nah, produk ini pun sangat cocok untuk para buah hati yang memiliki
alergi terhadap protein susu sapid an anak yang menderita Galaktosemia (kelainan
yang terjadi pada bayi dimana bayi tidak dapat mencerna zat gula sederhana
bernama galaktosa).
SGM Eksplor Soya mengandung Asam Linoleat Omega 6 dan protein. Sebagaimana diketahui, protein merupakan komponen penting dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Selain itu, terkadung juga sejumlah zat penting seperti Vitamin D3 dan Kalsium.
Variasi makanan dengan bahan dasar SGM Soya/dokpri |
Selain unsur-unsur di atas, produk ini juga mengandung
Vitamin A yang berperan penting dalam mempertahankan keutuhan laisan permukaan
(mata, saluran pencernaan, saluran pernafasan dan kulit). Tak lupa kehadiran
kandungan zat besi sebagai komponen hemoglobin dalam sel darah merah yang
membawa oksigen ke seluruh bagian tubuh.
Selain kaya akan nutrisi dan zata-zat penting bagi tumbuh kembang anak, tesedia pula dua pilihan rasa. Bagi anak yang tidak menyukai rasa vanilla, bisa mencoba rasa madu. Semuanya tersedia dalam kemasan 400 gr.
Komitmen Sarihusada
Patut diakui Sarihusada sangat menaruh perhatian pada
persoalan alergi pada anak. Selain menghadirkan SGM Eksplor Soya, Sarihusada
tak pernah lelah untuk memberikan edukasi dan penyadaran kepada para ibu
melalui gerakan #BundaTanggapAlergi.
Gerakan ini bukan baru mengemuka belakangan ini. Sejak
pertama kali diluncurkan pada 2016 silam, gerakan ini sudah dirasakan oleh
jutaan ibu di tanah air. Menurut data Sarihusada, dalam tiga tahun terakhir,
sebanyak 13 juta ibu sudah teredukasi melalui aneka kegiatan yang dijalankan
mulai dari seminar, iklan layanan masyarakat maupun melalui website
alergianak.com.
Selain itu dijalankan pula aktivitas MiniMOBI di lebih dari 10 ribu titik di Indonesia. Tahun lalu, aktivitas MiniMOBI menjangkau 8.000 area di Indonesia. Aktivitas ini sangat membantu untuk mengedukasi soal nutrisi baik kepada para ibu maupun anak-anak melalui aneka permainan edukatif.
Tak sampai di situ. Sarihusada pun terus berinovasi untuk
membuka askes seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi
secara memadai terkait alergi. Kehadiran www.alergianak.com,
akan sangat membantu bagi para ibu untuk mendapatkan wawasan seluas-luasnya
terkait alergi.
Di sana para ibu bisa saling berbagi pengalaman, sekaligus
tes risiko dan gejala alergi. Mereka juga bisa berkonsultasi dengan dokter
spesialis alergi yang terafiliasi dengan website tersebut. Kehadiran platform digital
dan aneka aktivitas “offline” membuka ruang dan kesempatan kepada semakin
banyak orang tua di Indonesia untuk mendapat pemahaman dan pencerahan terkait
alergi.
Tak bisa disembuhkan
Prof. DR. Budi Setiabudiawan mengatakan alergi tidak bisa disembuhkan. Ia hanya bisa dikendalikan. Tugas orang tua adalah menghindari faktor pemicu alergi. Atas dasar itu para ibu dan orang tua umumnya dituntut untuk selalu tanggap dan sigap dalam menyikapi persoalan alergi pada anak.
Bila demikian alergi bukan lagi momok menakutkan. Setiap
anak termasuk yang mengalami alergi susu sapi tetap bisa tumbuh sehat dan
optimal. Para buah hati tetap memiliki masa depan yang gemilang.
Sekali lagi prasyarat untuk mencapai kondisi tersebut tidak lain selain mengamalkan secara sungguh-sungguh seruan #BundaTanggapAlergi dengan gerakan 3 K yakni Kenali, Konsultasikan, dan Kendalikan.
Akhirnya, mengutip Natasha Rizky, “Dengan mengenali gejala alergi dan
mengkonsultasi ke dokter, kita dapat mengendalikan penyebab alergi dengan
memberikan nutrisi yang terbaik bagi anak. Kondisi alergi tidak menghalangi
untuk mencetak anak berprestasi di masa depan.”
Panggung hiburan menyemarakan acara/dokpri |
Comments
Post a Comment