Belajar Pantang Menyerah dari P.V Sindhu



P.V Sindhu/foto Reuters


Dalam waktu dekat publik India dan dunia akan melihat Pusarla Venkata Sindhu muncul di layar lebar. Ia tidak tampil sebagai pemain tunggal putri yang sedang bertanding. Tetapi seluruh kisah hidup dan perjalanan kariernya akan dikemas secara artistik oleh Sonu Sood. Sonu adalah produser yang darinya inisiatih bermula hingga segala proses bertumpu.

Pertanyaan, mengapa Sindhu diangkat ke layar lebar? Apa yang membuat wanita kelahiran 5 Juli 1995 ini istimewa?

Salah satu pencapaian terbesar wanita kelahiran Hyderabad ini adalah merebut medali perak Olimpiade Rio 2016. Prestasi tersebut sekaligus menjadi kebanggaan bangsa India. Ia adalah pebulutangkis India pertama yang merebut perak, atau pemain kedua yang mampu merebut medali di event empat tahunan itu.  Empat tahun sebelumnya seniornya yang kini telah berusia 27 tahun, Saina Nehwal merebut perunggu setelah Wang Xin dari China mengundurkan diri.

Sepak terjang Sindhu di Olimpiade patut dibicarakan lebih jauh. Tidak mudah bagi seorang pebulutangkis menancapkan kejayaannya di pesta olahraga terbesar sejagad itu. Sindhu mengawali kiprahnya menghadapi pemain Hungaria, Laura Sarosi dan Michelle Li dari Kanada. Tidak sukar bagi Sindhu lolos darii grup M. Ia menumbangkan Sarosi, 2-0, lantas menekuk Li, 2-1.

Tantangan berat dihadapi di babak 16 besar. Pemain muda Taiwan yang juga sedang naik daun, Tai Tzu-ying menjadi lawannya. Sindhu menang dua game langsung atas wanita yang kini mencengangkan dunia dengan enam gelar yang direbut secara beruntun itu. 

Rekor sempurna kembali diukir di perempat final. Kali ini giliran pemain China, Wang Yihan jadi korban, sekaligus mengantarnya bertemu pemain muda Jepang, Nozomi Okuhara. Kedua pemain sama-sama ulet meski Okuhara lebih pendek secara postur tubuh. Sindhu lagi-lagi menang straight set sekaligus memastikan sejarah baru bagi bulu tangkis China.

Di laga puncak, Sindhu beradu dengan Carolina Marin. Kedua pemain ini sama-sama berusia muda, haus gelar Olimpiade tidak hanya untuk diri sendiri tetapi juga seluruh masyarakat yang berada di belakang mereka. Keduanya bertarung selama 83 menit sebelum medali emas dibawa pulang Caro ke Spanyol.
Pencapaian tersebut menjadi dasar bagi Sonu mengangkatnya ke layar lebar. Tetapi prestasi tersebut adalah hasil dari perjuangan panjang yang dilalui. Wanita bertinggi badan 179 cm ini mulai menekuni bulu tangkis sejak berusia delapan tahun.

Kedua orang tuanya, P.V Ramana dan P.Vijaya memiliki ketertarikan pada bola voli. Tetapi Sindhu memilih jalan sendiri. Ini tidak lepas dari inspirasi yang diperoleh Sindhu dari Pullela Gophicand, juara All England 2001. Selain Pullela, India juga memiliki Prakash Padukone sebagai dalam daftar juara tunggal putra turnamen tertua di dunia itu.

Tidak hanya terkagum-kagum pada Gophicand, Sindhu juga membuktikan diri untuk menjadikan inspirasi tersebut nyata dalam dirinya. Mendapat dasar-dasar bulu tangkis dari Mehboob Ali di sebuah lapangan bulu tangkis di Secunderabad, Sindhu kemudian bergabung dengan akademi bulu tangkis milik sang idola.
Di tempat itu, ia benar-benar diasah, dan mengasah diri. Saban hari ia harus menempuh jarak 56 km dari rumahnya. Inilah keterangan dari koresponden The Hindu yang juga turut menyaksikan bagaimana Sindhu berusaha hadir tepat waktu di tempat latihan.

Kesaksian koresponden itu terkonfirmasi oleh Gophicand. Gophicand mengakui bahwa yang paling menonjol dari Sindhu bukan kualitas teknik, tetapi sikap dan semangat. Dalam bahasanya Gophicand menyebut “never-say-die spirit”. Semangat pantang menyerah.

Sikap ini benar-benar ia buktikan dan hasilnya benar-benar tidak mengingkari proses. Sebelum menekuni  karier profesional pada usia 13 tahun, Sindhu sudah meraih prestasi. Gelar-gelar kategori umur di tingkat lokal dan nasional satu demi satu diraihnya.

Pemain yang bermain dengan tangan kanan ini mulai melebarkan prestasi ke kancah internasional. Sejak junior ia sudah berprestasi. Dimulai dari event persemakmuran, kejuaraan asia, hingga kejuaraan dunia. Ia pun sudah membela tim nasional sejak 2013 dan tampil di beberapa event seperti Asian Games, Piala Uber hingga Olimpiade. Demikian juga turnamen-turnamen individual yang kini tidak bisa tidak memasukannya sebagai salah satu unggulan.

Dalam usia yang relatif muda dengan deretan prestasi yang telah diraih lebih dari cukup untuk menyebutnya istimewa. Lebih istimewa lagi bila dibandingkan dengan para pemain putri Indonesia. Belum pernah ada pemain muda Indonesia yang pernah mengalahkan Sindhu. Dinar Dyah Ayustine, Fitriani dan Gregoria Mariska semuanya bertekuk lutut.

Kini Shindu menempati rangking tiga dunia, di belakang Carolina Marin dan Tai Tzu-ying. Dua pemainyang disebutkan terakhir itu sudah pernah dikalahkannya. Berkaca pada sepak terjangnya masa depan Sindhu masih terbuka lebar. Ditambah lagi etos dan spirit yang dipegang teguh.

Dalam petikan wawancara di situs bulu tangkis dunia, bwfbadminton.com, Sindhu mematok target untuk dirinya. Ia tidak hanya ingin berada di peringkat tiga. “Menjadi nomor satu”, tegasnya.

Perjalanan ke sana sepertinya tinggal menunggu waktu. Sindhu sudah memiliki segalanya, tinggal momentum yang perlu ditaklukkan. Sejauh ini alasan Sonu Sood mengangkat Sindhu ke layar lebar tidak berlebihan.
Kepada Outlook India, (1/5), Sindhu merasa tersanjung dengan rencana Sonu Sood serta perjuangan timnya mengangkat perjalanan delapan tahun terakhir kariernya. Ia yakin naskah yang dihaslikan  itu memiliki nilai lebih untuk bangsanya.

"Mereka telah menulis naskah yang saya yakin akan menginspirasi jutaan orang India dan para pemain muda kami untuk berani bermimpi dan meraih kemenangan bagi negara.”

Tidak hanya India, dunia pun memiliki alasan untuk berkaca pada Sindhu. Apalagi kita.

Comments

Popular posts from this blog

Menjaga Rantai Juara Indonesia di Singapura Open SS 2016

Menulis Terus Sampai Jauh...

Millennial Marzukiana, Strategi “Proxy War” Ananda Sukarlan untuk Bang Maing