100.000 Poin The Minions dan Sejarah Baru di All England

Marcus dan Kevin juara All England 2018/@AntoAgustian
Banyak hal menarik terjadi di All England 2018 yang baru saja usai di Arena Birmingham, Inggris, Minggu (18/03/2018). Mulai dari serangkaian aturan baru hingga sejarah baru di turnamen yang mulai bergulir sejak 1899. Ganda putra Indonesia, Marcus Fernaldi Gideon dan Kevin Sanjaya Sukamuljo sukses mempertahankan gelar setelah mengalahkan pasangan kawakan asal Denmark, Mathias Boe dan Carsten Mogensen. The Minions yang menginjak final kesembilan secara beruntung akhirnya mengklaim gelar ketujuh usai menang dua game langsung 21-18, 21-17.

Boe dan Mogensen yang mengincar gelar ketiga di turnamen tertua di dunia ini berusaha mengimbangi pasangan nomor satu di dunia sejak game pertama. Kedua pasangan bermain cukup hati-hati meski sesekali nekat melancarkan serangan. Sempat was-was selalu dibayangi pasangan nomor dua dunia itu, pasangan liliput itu pun sukses mengalahkan pasangan jangkung asal Denmark.
Marcus dan Kevin akhirnya mengulangi pencapaian Ricky Subagja dan Rexy Mainaky sebagai pasangan terakhir yang mampu mempertahankan gelar All England yang diukir pada 1996 silam. 

Tidak hanya membawa pulang sedikitnya 74.000 USD atau setara Rp1 miliar, keduanya juga berhak atas 12.000 poin. Dengan demikian keduanya menjadi pasangan pertama yang memecahkan rekor poin dalam peringkat BWF untuk sektor ganda putra dengan perolehan 100.000 poin. Belum pernah ada dalam sejarah pasangan yang mampu mendulang poin sebanyak itu.

Bila keduanya mampu tampil konsisten dan terus meresapi nasehat sang pelatih, Herry IP maka, pasangan ini bakal terus menghadirkan kebanggaan. Mengutip pelatih berjuluk Naga Api itu, “Sekarang semua orang ingin mengalahkan Kevin dan Marcus. Konsentrasi dan fokus sejak awal, jangan sampai lengah, jangan remehkan lawan, dan jangan terlalu percaya diri.”

Sejarah bulu tangkis Jepang
Kejutan langsung membuka partai pertama turnamen berlevel Super 1000 ini. Pertama kali dalam sejarah, Jepang menggondol gelar juara ganda campuran melalui pasangan yang semula tidak diperhitungkan, Yuta Watanabe/Arisa Higashino.

Yuta dan Arisa, masing-masing baru berusia 20 dan 21 tahun membungkam Zheng Siwei/Huang Yaqiong. Di atas kertas pasangan China lebih diunggulkan. Zheng dan Huang menjadi salah satu pasangan yang paling bersinar belakangan ini sehingga lebih difavoritkan. Namun Yuta dan Arisa berhasil menghempaskan segala prediksi. Pasangan yang mengalahkan unggulan delapan dari China di semi final, Zhang Nan/Li Yinhui sukses mencapai klimaks. Bermain selama lebih dari satu jam, pasangan berperingkat 48 dunia pun mengunci kemenangan atas unggulan lima dengan skor akhir 15-21, 22-20, 21-16.

Kemenangan Yuta dan Arisa tidak hanya mengukir sejarah baru bagi bulu tangkis negeri Matahari Terbit, sekaligus menghempaskan dominasi China.  Sejak 2006 hingga 2017 sektor ini dikuasai China, kecuali saat dua pasangan Indonesia menjadi juara. Tontowi Ahmad dan Liliyana Natsir menginterupsi dengan gelar juara pada 2012 hingga 2014, lalu Praveen Jordan dan Debby Susanto pada 2016.

Hasil ini tidak lepas dari campur tangan Jeremy Gan. Pada September tahun lalu, pria berusia 39 tahun ini mundur dari Asosiasi Bulu Tangkis Malaysia (BAM). Ia sempat menangani ganda putra dan ganda campuran Malaysia. Tahun lalu ia sukses mengantar Chan Peng Soon/Goh Liu Ying ke final All England. Lolosnya Chan dan Goh menjadi sejarah tersendiri bagi ganda campuran Malaysia sejak 1955 silam. Sayang di partai final keduanya kandas di tangan pasangan China, Lu Kai dan Huang Yaqiong. Kegagalan tahun lalu akhirnya dibayar lunas tahun ini melalui pasangan non unggulan, Kehadiran Jeremy tentu membuat kekuatan bulu tangkis Negeri Sakura semakin merata. Selain ganda putrid an ganda putra, serta tunggal putri, kini Jepang boleh berharap kebangkitan sektor ganda campuran.

Tai Tzu Ying Pertahankan Gelar
Tai Tzu Ying menghadirkan kebanggaan bagi bulu tangkis Taiwan. Pemain nomor satu dunia ini sukses mempertahankan gelar tunggal putri usai mengalahkan Akane Yamaguchi. Tai hanya butuh 45 menit untuk menyudahi perlawanan pemain Jepang dalam dua game langsung 22-20 dan 21-13.
Kesuksesan Tai mempertahankan gelar menjadikannya sebagai pemain pertama yang yang melakukan hal ini dalam 10 tahun terakhir. Pemain pertama yang melakukannya adalah Xie Xingfang yang malah sukses mengukir hattrick dalam rentang 2005 hingga 2007.

Kemenangan Tai tidak lepas dari kerja keras dan kejeliannya memanfaatkan momentum. Pemain berusia 23 tahun ini berhasil mengekploitasi fisik Akane yang telah terkuras setelah bermain “all out” di semi final menghadapi P.V Sindhu. Tidak seperti biasanya, Akane terlihat sedikit lebih lambat. Dengan tenang Tai mendominasi permainan sejak awal. Tidak hanya itu ia mempertebal kepercayaan diri dengan mengurangi kesalahan sendiri, bahkan jarang terlihat di partai final ini.

Munculnya Tai dan para pemain lainnya menggerus dominasi China sejak beberapa tahun terakhir. Di pentas All England, Negeri Tirai Bambu sudah tidak lagi superior. Terakhir kali China menjadi juara pada 2014 melalui perang saudara antara Wang Shixian dan Li Xuerui. Shixian sekaligus menjadi tunggal putri China terakhir yang tampil di final pada 2016 saat dikalahkan Nozomi Okuhara. Setelah generasi Wang Yihan, Shixian dan Xuerui, China belum lagi mendapatkan penerus. Su Yu, He Bingjao hingga semi finalis All England tahun ini, Chen Yufei masih  harus berjuang keras untuk bersaing di papan atas.

Pesona Shi Yuqi
Sekalipun gagal di tunggal putri, China masih menjaga nama di sektor tunggal putra. Kali ini China mengunci gelar juara setelah terjadi final sesama rekan senegara. Pemain senior Lin Dan meladeni penerusnya Shi Yuqi. Lin Dan yang masih tampil energik berusaha mengunci gelar di pertandingan final ke-10 sepanjang kariernya. Namun Yuqi bermain agresif dan mampu mengimbangi Super Dan.
Teknik dan pertahanan tangguh Super Dan berhasil ditembus dengan smes-smes keras. Shi yang sempat mendapat perawatan usai mengalami pendarahan pada bagian lutut berhasil mendikte permainan di set ketiga. Setelah bertarung selama 1 jam dan 14 menit, Shi pun mengunci gelar juara. Skor akhir pertandingan ini 21-19, 16-21, 21-9.

Shi juara tunggal putra All England 2018/www.allenglandbadminton.com
Gelar ini mengobati kegagalannya usai kalah di final tahun lalu. Saat itu ia menyerah dari pemain kawakan asal Malaysia, Lee Chong Wei, yang kali ini disingirkan Super Dan di perempat final.
Tambahan gelar ini menjadikan koleksi gelar China menjadi 12 sejak 2002 silam. Hanya Malaysia yang mampu mencatatkan namanya dalam daftar negara peraih gelar juara dengan koleksi lima gelar. Pemain tunggal putra non China dan Malaysia terakhir yang menjadi juara adalah Pullela Gopichand asal India yang menjadi juara pada 2001.

Gelar dari Shi Yuqi menjadi satu-satunya yang dibawa pulang China kali ini. Selain gagal di nomor ganda campuran, kegagalan terburuk terjadi di nomor ganda putri. Untuk kali pertama China gagal mengirim wakil di final, bahkan di semi final. Tahun-tahun sebelumnya para pemain China cukup digdaya. Mereka bahkan menciptakan “All Chinese final” sejak 2012 hingga 2015. Selanjutnya prestasi di ajang ini mulai menurun. Setahun kemudian Yu dan Yuanting hanya menjadi finalis. Tahun 2017 pasangan China, Yixing dan Xiaohan hanya bertahan hingga semi final.

Kali ini gelar ganda putri diboyong Christinna Pedersen/Kamilla Rytter Juhl ke Denmark. Pasangan senior ini mengalahkan Yuki Fukushima/Sayaka Hirota asal Jepang. Unggulan tiga ini menang straight set 21-19 dan 21-18 sekaligus menebus kegagalan tahun lalu yang dikalahkan pasangan Korea Selatan, Chang YN/Lee SH.

Indonesia terus menanti
Nomor ganda masih menjadi andalan Indonesia untuk berprestasi di turnamen tertua di dunia ini. Statistik mencatat, sektor ganda putra sudah mempersembahkan 20 gelar. Tunggal putra mengoleksi 15 gelar, disusul tunggal putri (4 gelar) dan ganda putri yang baru mengemas dua gelar. Ganda campuran telah mengemas lima gelar, empat di antaranya dalam beberapa tahun terakhir.

Setelah pasangan ganda campuran Tontowi dan Liliyana dan Praveen Jordan dan Debby Susanto, hanya Marcus Fernaldi Gideon dan Kevin Sanjaya yang sanggup memikul beban. Ganda putra ini berhasil meraih gelar juara pada tahun lalu sekaligus mempertahankannya tahun ini.

Dari nomor-nomor lain Indonsia masih harus berjuang keras. Mendapatkan penerus Susi Susanti yang menjadi satu-satunya pemain tunggal putri Indonesia yang berjaya di All England masih butuh proses bertahun-tahun. Jangankan mengulangi pencapaian peraih emas Olimpiade Barcelona 1992 yang menjadi juara All England empat kali (1990-1994), bersaing hingga babak semi final saja susah bukan kepalang. Butuh kerja ekstra keras bagi Fitriani dan kawan-kawan untuk mengejar ketertinggalan dari para pemain Jepang, Taiwan, India dan Thailand.

Perjuangan tak kalah berat juga harus dilakoni sektor tunggal putra bila ingin berbicara banyak di All England. Prestasi yang diukir Anthony Ginting dan kolega setahun belakangan sudah memberikan angin segar. Namun untuk bisa naik level dan bersaing di papan atas butuh waktu dan proses yang tidak mudah. Semoga saja gelar juara Shi Yuqi menginspirasi para pemain muda Indonesia untuk setidaknya bisa mengikuti jejak Budi Santoso sebagai pemain terakhir yang tampil di final All England.

Di nomor ganda putri Greysia Polii dan Apriyani Rahayu masih harus berdamai dengan beban besar yang mereka pikul. Sejak Greysia dan Nitya “berpisah” pasangan baru ini menjadi tumpuan di ganda putri. Keduanya sempat membangkitkan optimisme dengan meraih gelar juara hingga menjadi finalis Indonesia Masters beberapa waktu lalu. Namun pasangan yang kini berada di lingkaran 10 besar dunia masih harus berjuang menjaga konsistensi untuk bersaing dengan pasangan-pasangan dari Jepang dan Denmark. Belum ada pasangan Indonesia yang naik podium tertinggi All England seperti Minarni Sudaryanto/Retno Koestijah pada 1968 dan Verawaty Fajrin/Imelda Wigoeno pada 1979. Ganda putri Indonesia terakhir yang lolos ke final adalah Eliza Nathanael/Zelin Resiana yang dikalahkan pasangan China, Ge Fei/Gu pada 1997.

Hal terakhir yang patut diangkat adalah nomor ganda campuran. Tahun ini Indonesia hanya mengirimkan wakilnya hingga babak delapan besar. Praveen Jordan dan Debby Susanto yang kembali berpasangan hanya mampu bertahan hingga perempat final, bersama Hafiz Faizal dan Gloria Emanuelle Widjaja. Menurut pelatih ganda campuran, Richard Mainaky tak menganggap hal ini sebagai kegagalan total.

"Tapi sekali lagi, All England hanya target antara dan tolok ulur buat pemain muda,” ungkap Richard.

Ada dua hal yang patut dikritisi dari pernyataan sang pelatih. Pertama, siapa pemain muda yang dimaksud, pasalnya dua pasangan yang tampil cukup baik, agar tidak mengatakan gagal berprestasi, suda bukan terhitung pemain muda lagi. Selain Owi dan Butet, Praveen dan Debby serta Hafiz dan Gloria sudah tidak muda lagi. Sudah seharusnya usia seperti mereka sudah bisa bersaing di level atas.

Kedua, bila All England adalah target antara maka target utama adalah medali emas Asian Games 2018 di Jakarta. Sebelumnya baik Owi dan Butet juga Praveen dan Debby adalah peraih medali ajang multi event edisi sebelumnya pada 2014. Bahkan Richard mampu mempersembahkan emas Olimpiade dua tahun lalu. Namun untuk mencapai target tersebut tidak lantas mengabaikan turnamen lainnya. Bukankah turnamen-turnamen besar seperti All England juga menjadi stimulus sekaligus tolak ukur pencapaian di Asian Games nanti?

N.B
Hasil final #AllEngland 2018:
Sumber: www.tournamentsoftware.com


Comments

  1. ,Izinkan Saya Mbah Agus Darma Untuk Memberikan Solusi Terbaik Untuk Anda Yang Sangat Membutuhkan.Ada Berbagai Cara Untuk Membantu Mengatasi Masalah Perekonomian,Dengan Jalan ; 1,Melalui Angka Togel Jitu ; Supranatural 2,Pesugihan Serba Bisa 3,Pesugihan Uang Balik/Bank ghaib 4,Ilmu Pengasihan 5,DLL HANYA DENGAN BERMODALKAN KEPERCAYAAN DAN KEYAKINAN,INSYA ALLAH ITU SEMUANYA AKAN BERHASIL SESUAI DENGAN KEINGINAN ANDA... Dunia yang akan mewujudkan impian anda dalam sekejab dan menuntaskan masalah keuangan anda dalam waktu yang singkat. Mungkin tidak pernah terpikir dalam hidup kita untuk menyentuh hal hal seperti ini. Ketika terpikirkan kekuasaan, uang dalam genggaman, semua bisa dikendalikan sesuai keinginan kita.Semua bisa diselesaikan secara logika.Tapi akankah logika selalu bisa menyelesaikan masalah kita. Pesugihan Mbah Agus Darma memiliki ilmu supranatural yang bisa menghasilkan angka angka putaran togel yang sangat mengagumkan, ini sudah di buktikan member bahkan yang sudah merasakan kemenangan(berhasil), baik di indonesia maupun di luar negeri.. ritual khusus di laksanakan di tempat tertentu, hasil ritual bisa menghasilkan angka 2D,3D,4D,5D.6D. sesuai permintaan pasien.Mbah bisa menembus semua jenis putaran togel. baik itu SGP/HK/Malaysia/Sydnei,Dll maupun putaran lainnya. Mbah Akan Membantu Anda Dengan Angka Ghoib Yang Sangat Mengagumkan "Kunci keberhasilan anda adalah harus optimis karena dengan optimis.. angka hasil ritual pasti berhasil !! BERGABUNGLAH DAN RAIH KEMENANGAN ANDA..! Tapi Ingat Kami Hanya Memberikan Angka Ritual Kami Hanya Kepada Anda Yang Benar-benar dengan sangat Membutuhkan Angka Ritual Kami .. Kunci Kami Anda Harus OPTIMIS Angka Bakal Tembus…Hanya dengan Sebuah Optimis Anda bisa Menang…!!! Apakah anda Termasuk dalam Kategori Ini 1. Di Lilit Hutang 2. Selalu kalah Dalam Bermain Togel 3. Barang berharga Anda Sudah Habis Buat Judi Togel 4. Anda Sudah ke mana-mana tapi tidak menghasilkan Solusi yang tepat Jangan Anda Putus Asa…Selama Mentari Masih Bersinar Masih Ada Harapan Untuk Hari Esok.Kami akan membantu anda semua dengan Angka Ritual Kami..Anda Cukup Mengganti Biaya Ritual Angka Nya Saja… Apabila Anda Ingin Mendapatkan Nomor Jitu 2D 3D 4D 6D Dari Mbah Agus Darma Selama Lima Kali Putaran,Silahkan Bergabung dengan Uang Pendaftaran Paket 2D Sebesar Rp. 500.000 Paket 3D Sebesar Rp. 700.000 Paket 4D Sebesar Rp. 1.000.000 Paket 6D Sebesar Rp. 1.500.000 dikirim Ke Rekening BRI.Atas Nama:No Rekening PENDAFTARAN MEMBER FORMAT PENDAFTARAN KETIK: Nama Anda#Kota Anda#Kabupaten#Togel SGP/HKG#DLL LALU kirim ke no HP : ( 0823-8738-4409 ) SILAHKAN HUBUNGI EYANG GURU:0823-8738-4409

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Menjaga Rantai Juara Indonesia di Singapura Open SS 2016

Millennial Marzukiana, Strategi “Proxy War” Ananda Sukarlan untuk Bang Maing

Menulis Terus Sampai Jauh...