Cegah Penyakit Tidak Menular, CERDIK Sejak dari Keluarga



dr.Lily S. Sulistyowati MM  sedang berbicara diapiti dr.Michael Triangto, Sp.Ko dan co-founder IndoRunners, Yomi Wardhana (paling kanan)/Salman Faris
Peran keluarga tak dipungkiri lagi. Institusi sosial terkecil ini memainkan peran vital bagi seluruh aspek kehidupan. Sebagai pranata sosial terkecil, keluarga menjadi basis bagi penanaman nilai-nilai baik agama, sosial, pendidikan, dan tidak terkecuali kesehatan. Melalui keluarga pula nilai-nilai tersebut disemai, dipelihara dan mulai dipraktikkan. 

Sejak kecil orang tua mengajarkan nilai-nilai tersebut kepada anak-anak dan mulai membiasakan mereka umenerapkannya dari hal-hal sederhana. Tidak heran keberadaan keluarga tak bisa digantikan oleh institusi apapun. 

Atas dasar itu Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melalui Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit kembali menyasar keluarga saat berbicara tentang Penyakit Tidak Menular (PTM). Hal tersebut disampaikan secara lugas saat menggelar kegiatan bersama media dan blogger sekaligus buka puasa bersama bertempat di RPTRA Taman Kenanga, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (13/06/2017).

Hadir pada kesempatan tersebut dr.Lily S. Sulistyowati MM selaku Direktur Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes, dr.Michael Triangto, Sp.Ko dan co-founder IndoRunners, Yomi Wardhana. 

Kegiatan ini dilakukan dalam rangka menyongsong Hari Keluarga Nasional yang jatuh saban 29 Juni. Saat membuka acara dr.Lily menohok dengan data angka kejadian PTM yang kian meningkat dan telah menjadi penyebab kematian terbesar di Indonesia. Berdasarkan Riskesdas 2013, beberapa PTM seperti hipertensi, obesitas, stroke, diabetes melitus, penyakit jantung koroner, dan gagal ginjal telah mencapai angka yang mengkhawatirkan. 

Prosentase pengidap hipertensi misalnya telah mencapai angka 25,8 persen, obesitas 15,4 persen, stroke 12,1 persen, diabetes 2,3 persen, jantung koroner 1,5 persen dan gagal ginjal kronis 0,2 persen. Angka tersebut diperoleh empat tahun silam, kita bisa bayangkan sendiri seperti apa kondisi saat ini bila tidak ditangani secara serius.

Pertanyaan penting mengemuka, mengapa PTM sedemikian mengkhawatirkan? Selama beberapa penyebab ini tidak ditangani maka grafik akan terus naik. Beberapa pemicu tersebut adalah gaya hidup tidak sehat seperti minimnya aktivitas fisik dan pola makan yang tidak sehat. Kurangnya waktu berolahraga, kegemaran mengkonsumsi makanan cepat saji, kurangnya konsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan serta kebiasaan merokok.

“Saat ini sekitar 26,1 persen masyarakat Indonesia malas gerak (mager) dan 93,5 persen tidak suka makan sayur dan buah,” tegas dr.Lily.

Gaya hidup yang telah dimanjakan dengan kemudahan teknologi dan tawaran menarik dari fast food dan junk food membuat tren PTM pun berubah. Awalnya hanya diderita kelompok usia lansia, kini sudah ditemukan di kelompok usia muda (0-15 tahun) dan kelompok usia produktif (15-65 tahun).

Setengah bertanya dr.Lily menyajikan pemandangan yang kerap terjadi saat akhir pekan di pusat-pusat jajanan dan makanan cepat saji. “Coba perhatikan anak-anak berapa banyak yang makan sayur dan buah?”
Dokter Lily pun mengklaim situasi ini terjadi tidak lepas dari pola pikir yang sesat. Mengkonsumsi sayur dan buah belum menjadi kebiasaan yang dipelihara dan dikembangkan mulai dari keluarga. Bahkan di instansi-instansi pemerintah pun telah terjebak dalam sajian hidangan dan snack yang minim buah-buahan.

Tak pelak perubahan pola hidup itu berpengaruh pada berubahnya tren PTM. Awalnya hanya diderita kelompok usia lansia, namun kini sudah ditemukan di kelompok usia muda (0-15 tahun) dan kelompok usia produktif (15-65 tahun).
Tren penyakit tidak menular sebagai penyebab kematian kian meningkat
 
GERMAS dan CERDIK

Dalam rangka menggalakkan gaya hidup sehat, Kemenkes telah menggalakkan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS). Gerakan ini diikhtiarkan sebagai upaya sistematis dan terencana yang dilakuan secara bersama-sama dan lintas komponen. Upaya dimaksud secara preventif dan promotif dalam rangka menyukseskan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) tahun 2005-2024 yang berfokus pada pembangunan kesehatan masyarakat.

Tahun ini GERMAS difokuskan pada 3 kegiatan utama, yakni melakukan aktivitas fisik, mengonsumsi sayur dan buah, serta memeriksa kesehatan secara rutin. Terkait aktivitas fisik sesungguhnya tidak perlu dipikirkan terlalu rumit. 

Seperti dikatakan dr.Michael aktivtas tersebut bisa dilakukan dengan mudah baik di rumah, di tempat kerja, di tempat umum, maupun di perjalanan. Tidak perlu waktu lama dan biaya yang mahal untuk melengkapi diri dengan peralatan. Sejumlah aktivitas fisik yang gampang dilakukan antara lain:

  • Melakukan pekerjaan rumah, berkebun atau membersihkan halaman.
  • Memilih menggunakan tangga ketimbang lift saat mobilitas di tempat kerja
  • Bersepeda ke kantor atau ke sekolah
Meski begitu dr.Michael tidak menjamin semua aktivitas fisik akan mendatangkan hasil maksimal bila tidak dilakukan dengan prinsip BBTT yakni Baik, Benar, Terukur dan Teratur. Aktivitas fisik yang baik yani disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan fisik, dilakukan di lingkungan yang sehat, aman, nyaman, tidak rawan cedera, dan menggunakan pakaian dan sepatu yang nyaman.

Aktivitas fisik yang benar mengacu pada tindakan yang dilakukan secara bertahap dimulai dari pemanasan (termasuk peregangan), latihan inti dan pendinginan (termasuk peregangan). Aktivitas fisik yang dilakukan dengan mengukur intensitas dan waktu latihan merupakan maksud dari terukur.

Sementara teratur dimaksudkan sebagai aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur 3-5 kali dalam seminggu dengan selang waktu istirahat.

Selain ketiga hal tersebut masih ada beberapa unsur penting lainnya. Selain GERMAS, Kemenkes juga menginisiasi gerakan CERDIK sebagai cerminan gaya hidup sehat. CERDIK merupakan akronim dari Cek kesehatan berkala, Enyahkan asal rokok, Rajin aktivitas fisik, Diet seimbang, Istirahat cukup dan Kelola stres.

Tempat seperti ini bisa dijadikan sebagai arena olahraga bersama anak.
Berangkat dari keluarga

Sulit membayangkan keberhasilan berbagai gerakan tersebut bila menafikan peran keluarga. Justru locus terkecil ini menjadi titik start penerapan gaya hidup sehat. Orang tua mulai melatih dan membiasakan pola hidup sehat sejak dini. 

“Kesehatan itu harus direncanakan dan diimplementasikan sejak dari kandungan hingga liang lahat,” tandas dr.Lily.

Untuk itu dituntut pemahaman yang baik dari orang tua tentang pola dan gaya hidup sehat. Bagaimana menerapkannya secara nyata agar mudah diikuti dan dilaksanakan oleh anggota keluarga. Berhasil tidaknya pola hidup sehat itu bergantung dari kedua orang tua.

Selain membutuhkan wawasan yang cukup, perlu diimplemntasi secara nyata  dengan cara-cara yang kreatif. Untuk membiasakan anak melakukan aktivitas fisik misalnya, orang tua bisa mengkombinasikannya dengan permainan.

“Mengajak anak melakukan pekerjaan ringan seperti berkebun, hingga bermain layangan,” dr.Michael memberi contoh sambil menambahkan pentingnya melakukan aktivitas fisik itu bersama agar menjadi menyenangkan.

Menyadari pentingnya orang tua dalam membangun kualitas hidup sehat maka keberadaan keluarga tidak bisa dipandang sebelah mata. Begitu juga tidak mudah membangun keluarga dengan peran dan manfaat begitu besar.

“Orang tua harus tahu betul mau membangun keluarga seperti apa? Harapan kita adalah keluarga bahagia, sejahtera dan sehat. Menjadi keluarga yang ideal  dan mendidik anak-anaknya agar tahu cara hidup yang sehat. Kalau tahu cara hidup sehat maka anak akan pandai di sekolah,” pungkas dr.Lily.

Comments

Popular posts from this blog

Menjaga Rantai Juara Indonesia di Singapura Open SS 2016

Menulis Terus Sampai Jauh...

Millennial Marzukiana, Strategi “Proxy War” Ananda Sukarlan untuk Bang Maing