Real Madrid: Heroisme Berbuah Prestasi



 
Selebrasi Karim Benzema (kiri) dan Sergio Ramos (tengah) setelah mencetak gol ke gawang Sevilla/Dailymail.co.uk


Jumat, 13 Januari 2017 dini hari WIB. Stadion Ramon Sanchez Pizjuan. Danilo salah mengantisipasi umpan silang Pablo Sarabia dari sisi kanan pertahanan Real Madrid sehingga bolo mengarah ke gawang sendiri. Tuan rumah Sevilla pun mendapat gol cepat. Laga baru berjalan 10 menit.

Selepas babak kedua, tepatnya menit 48 Madrid baru bisa menyamakan kedudukan. Solo run Marco Asensio dari garis belakang hingga menembus gawang tuan rumah. Pemain pinjaman dari Inter Milan, Stevan Jovetic kembali membawa tuan rumah unggul. Menit ke-77 Vicente Iborra berhasil menyambar bola rebound hasil tendangan keras Samir Nasri yang tak mampu diselamatkan Kiko Casilla. Sevilla balik memimpin dua gol.

Apa yang terjadi kemudian? Sergio Ramos mencetak penalti a la Panenka, ganjaran atas pelanggaran Matias Kranevitter pada Casemiro di kotak terlarang. Pemain pengganti, Karim Benzema memanfaatkan waktu injury time untuk mencatatkan namanya di papan skor. Tak kalah dengan Asensio, striker asal Prancis itu pun mencetak gol indah, bermula dari proses cantik, berlanjut dengan liukan melewati tiga pemain Sevilla hingga “menggagahi” David Soria.

Hasil imbang sudah lebih dari cukup bagi Madrid ke perempat final Copa del Rey dengan keunggulan agregat 6-3. Tidak hanya tiket delapan besar yang membanggakan armada Zinedine Zidane, hasil imbang sekaligus mencatatkan tim ibu kota Spanyol itu di lembaran sejarah La Liga.

Sejak kalah dari Wolfsburg di Liga Champions musim lalu, laju tim berjuluk Los Blancos itu tak bisa dihentikan tim manapun. Di segala kompetisi, Sergio Ramos dan kolega tak pernah kalah hingga kini menginjak 40 pertandingan. Dengan statistik, 30 kali menang dan 10 seri, Madrid melewati rekor Barcelona sebagai tim dengan rekor tak terkalahkan terpanjang. 

Lantas, apa yang membuat Madrid sedemikian perkasa? Perpaduan pemain muda dan senior yang kian klop tentu saja. Pertandingan kontra Sevilla ini, Madrid pun menggantungkan harapan kepada para pemain muda. Tidak ada nama pemain terbaik dunia, Cristiano Ronaldo di daftar line up. Begitu juga gelandang tangguh, Luka Modric. Keduanya sengaja diistirahatkan. Mungkin saja tabungan tiga gol sebelumnya membuat Zidane bisa memberi tempat lebih kepada pemain muda seperti Mariano Mejia dan Marco Asensio. 

Meski demikian hampir tak terlihat celah yang membuat keberadaan pemain muda, atau setidaknya pemain pengganti  mengganggu permainan. Bukti bahwa formasi yang diturunkan Zidane selama 40 laga itu tak mendatangkan celaka.

Bila mengamati pertandingan dini hari tadi, ada satu kemiripan dengan laga yang dimainkan pada April lalu kontra Rayo Vallecano. Pada kedua laga itu, Madrid lebih dulu tertinggal dua gol atau lebih. Saat menghadapi Rayo, Madrid lebih dulu kebobolan dua gol di 15 menit pertama. Namun mereka berhasil mengejar ketertinggalan menutup laga dengan keunggulan 3-2.

Kubu Madrid merayakan gol Marco Asensio ke gawang Sevilla/Dailymail.co.uk

Seperti pertandingan kali ini, di laga itu Ramos tampil sebagai salah satu pahlawan. Total kapten timnas Spanyol itu telah mencetak empat dari 14 gol Madrid selama periode tak terkalahkan.

Apa yang bisa dikatakan dari dua laga ini? Kalau bukan karena semangat pantang menyerah, maka jalan cerita tidak seperti saat ini. Heroisme para pemain menjadi kunci penting kedigdayaan “Si Putih” yang musim lalu tampil sebagai raja di Eropa dan dunia.

Tampil perkasa dilandasi kepercayaan diri dan semangat pantang menyerah. Seperti tercermin dari pernyataan Marcelo seusai menghadapi Sevilla. Kepada Gol TV, bek asal Brasil itu mengaku bahwa kesabaran menjadi kunci. Mereka tidak pernah ragu dalam setip kesempatan.

“Kami memiliki kesabaran. Pertandingan berlangsung 90 menit dan kami bermain baik secara keseluruhan,”tandas wakil kapten itu seperti dikutip dari www.espnfcasia.com.

Ya, kesabaran yang berpelukan dengan jiwa pantang menyerah. Setiap pemain menanggalkan ego, meski sulit berlaku pada Ronaldo, untuk tunduk dan patuh pada suara sang pelatih. Sejak memimpin ruang ganti dan tempat latihan Madrid, Zidane telah memberikan warna berbeda, dan tentu saja kesegaran baru dalam pola relasi antara pemain dan pelatih. Walau tentang hal terakhir ini tidak berjalan mulus karena sebagai sebuah tim besar mengendalikan banyak pemain bintang bukan perkara mudah. Mungkin baru Sir Alex Ferguson yang berhasil menjaga posisinya dari tekanan dan pesona para pemain selama 27 tahun masa kepelatihannya di Manchester United.

Tren positif ini menjadi modal berharga Madrid untuk terus memantapkan diri sebagai raksasa sepak bola dunia. Mengulangi, bahkan melampaui pencapaian musim lalu bukan target mustahil. Nyaman di Liga Champions, memimpin di La Liga, dan terus melaju di Copa del Rey. Itulah Madrid saat ini.

Sambil memburu trofi, Madrid masih berpeluang menyamai pencapaian Juventus. Di lima liga akbar di Eropa, Juventus memiliki catatan positif terpanjang yang diukir semasa Antonio Conte, pelatih Chelsea saat ini, pada musim 2011/2012. 

Bila terus mempertahankan api heroisme itu, menghindari tiga kekalahan bukan hal sukar. Bisa menyamai catatan 43 kemenangan beruntun Si Nyonya Besar saat kembali ke kandang Sevilla akhir pekan ini, menjamu Malaga (21/01) berikut Real Sociedad (29/01) di pentas La Liga, bahkan tak menutup peluang melampauinya kala memainkan leg kedua Copa del Rey kontra Celta Vigo pekan berikutnya. 

Hala Madrid!


Tulisan ini pertama kali dipublikasikan di Kompasiana, 13 Januari 2017.
 

Comments

Popular posts from this blog

Menjaga Rantai Juara Indonesia di Singapura Open SS 2016

Menulis Terus Sampai Jauh...

Millennial Marzukiana, Strategi “Proxy War” Ananda Sukarlan untuk Bang Maing