Menjadi Orang Tua Tanggap dan Paham Alergi: Deteksi Dini Gangguan FGID demi Cegah Alergi Saluran Cerna pada Anak

Ilustrasi alergi pada anak/Klikdokter.com

Ada satu ungkapan klasik. You are what you eat. Apa yang kita makan mencerminkan diri kita. Yang masuk ke mulut akan menentukan kelanjutan hidup seseorang.

Kita boleh saja meragukan keabsahan pernyataan ini. Mendefinisikan seseorang hanya dari apa yang dimakan memang terkesan sederhana. Namun, banyak pengalaman telah membuktikan kebenarannya. Apa yang kita konsumsi hari ini akan berpengaruh pada nasib kita di masa depan.

Paralel dengan ini, ada ungkapan lainnya yang berbunyi demikian. “Sesaat di bibir” tetapi bisa menyebabkan “seumur hidup dipinggul.” Artinya, makanan yang dimakan memang mendatangkan kenikmatan di indra perasa. Namun, bila tidak diperhitungkan maka akan memberikan dampak buruk pada kesehatan di kemudian hari.

Semangat itulah yang sekiranya memotivasi setiap orang untuk memperhatikan sungguh-sungguh pola hidup terutama laku konsumsi, khususnya yang berpengaruh pada status kesehatan baik dalam jangka pandek maupun jangka panjang.

Terkait makanan, tidak semua orang tua paham akan tindakan yang harus dan tidak seharusnya dilakukan kepada anaknya. Sebagai orang tua muda, saya pernah mengalami kegamangan dalam membesarkan buah hati. Ketakutan akan asupan nutrisi yang tidak tepat, kecemasan saat datangnya sakit dan penyakit, hingga kebingungan dalam mengambil tindakan.

Memang, tugas orang tua tidak mudah. Memastikan tumbuh kembang anak berjalan optimal bukan perkara gampang. Setelah sekian tahun belajar menjadi orang tua saya akhirnya mafhum. Panggilan menjadi orang tua adalah serentak tanggung jawab dan berkat.

Emas sekaligus kritis

Seribu hari pertama kehidupan adalah periode emas bagi seorang anak manusia. Anak dengan tumbuh kembang optimal akan tergambar dalam aspek fisik (berat dan tinggi badan), kognitif (bahasa, atensi, dan kecerdasan), emosi hingga sosial (mengontrol emosi, adaptasi perilaku, dan interaksi sosial).

Namun, usia dua tahun pertama juga menjadi masa-masa kritis. Selama itu seorang anak bisa rentan mengalami masalah. Periode emas bisa terganggu bila terjadi masalah pada saluran cerna, misalnya.

Kerentanan ini akan selalu membayang setiap anak. Sebab, selama periode itu anak mudah terpapar oleh ribuan bakteri dan zat asing. Sebagaimana pembentukan organ tubuh yang tengah berproses menuju taraf optimal, selama masa itu bayi akan mudah mengalami gangguan di saluran cerna. Sebabnya, sistem organ belum berfungsi sempurna sehingga saluran cerna mereka mudah terserang zat asing. Kondisi mukosa atau selaput lendir pada dua tahun pertama masih berada dalam kondisi terbuka.

Hal ini berbeda pada anak setelah dua tahun. Kondisi mukosanya sudah rapat sehingga mudah membentengi diri dari masuknya zat asing ke saluran cerna.

“Ketika dua tahun pertama kehidupan anak, antibodi dalam tubuhnya belum 100 persen sempurna, sehingga rentan sekali terkena gangguan atau penyakit.”

Begitu kata dr. Frieda Handayani, Sp.A (K) di awal webinar bertajuk “Gejala Alergi Saluran Cerna VS Gangguan Saluran Cerna Fungsional: Cara Membedakannya.”

Selama lebih dari satu jam dokter spesialis anak konsultan gastro hepatologi itu membeberkan banyak fakta sekaligus memberikan banyak masukan terutama bagi para orang tua.

Webinar pada Rabu (13/10/2021) itu diinisiasi Danone Specialized Nutrition Indonesia dengan menghadirkan pembicara lainnya. Mereka adalah Gut and Allergy Care Manager Danone Indonesia Shiera Maulidya; mom influencer, Binar Tika; dan Arif Mujahidin, Corporate Communication Director Danone Indonesia.
Slide presentasi/Danone Indonesia

Membedakan gangguan dan alergi saluran cerna

Di Indonesia, prevalensi anak dengan alergi makanan terutama alergi protein susu sapi (ASS) semakin meningkat. Kian bertambah 5-7,5 persen dengan kasus tertinggi pada tahun pertama kehidupan.

Gangguan saluran cerna fungsional (FGID) menjadi gejala paling tinggi dengan persentase 50-80 persen berupa regurgitasi, kolik, dan konstipasi fungsional.

Slide presentasi/Danone Indonesia

Patut dicatat, FGID tidak sama dengan alergi saluran cerna. Alergi secara sederhana diartikan sebagai “reaksi sistem kekebalan tubuh manusia terhadap benda tertentu, yang seharusnya tidak menimbulkan reaksi di tubuh orang lain. Reaksi tersebut dapat muncul dalam bentuk pilek, ruam kulit yang gatal, atau bahkan sesak napas.”

Bagaimana membedakan keduanya? dr.Frieda berkata, “FGID atau gangguan saluran cerna fungsional adalah suatu kondisi yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya baik secara struktur maupun biokimia. Namun, biasanya hal ini terjadi pada masa-masa awal kehidupan anak, dan penyebabnya adalah karena organ pencernaan mereka masih belum ‘matang’ untuk melakukan perannya.”

Gangguan saluran cerna dibagi menjadi tiga gejala. Pertama, kolik. Kolik merupakan perilaku bayi yang cenderung rewel tanpa alasan jelas dan sering terjadi pada usia bayi dua minggu hingga dua bulan.

Kedua, gumoh. Ini merupakan keadaan saat bagi mengeluarkan ASI yang berlebihan secara tidak sengaja karena fungsi motilitas saluran cerna bayi belum berkembang sempurna. Biasanya itu terjadi pada usia 2-4 bulan.

Ketiga, konstipasi. Kondisi bayi kesulitan buang air besar yang terjadi selama sedikitnya dua minggu dan sering terjadi pada bayi yang berumur lebih dari enam bulan dan telah mengkonsumsi MPASI.
Slide presentasi/Danone Indonesia

Kenali sebab, jangan sampai keliru

Dokter Frieda mewanti-wanti orang tua untuk memahami dan membedakan gangguan saluran cerna yang dialami anak apakah disebabkan gangguan fungsional atau sebagai manifestasi alergi.

Mengapa demikian? “Penting sekali orangtua mengenali penyebab gangguan saluran cerna tersebut karena gangguan dan alergi saluran cerna membutuhkan penanganan yang berbeda.” Demikian alasan dr.Frieda.
Slide presentasi/Danone Indonesia

Bila tidak dikenali dan ditangani secara tepat maka gangguan saluran cerna bisa berpotensi menjadi alergi. Salah satunya adalah alergi susu sapi.

“Untuk membedakannya sebenarnya mudah, namun perlu ada ketelitian dari orangtua. Orangtua perlu peka dengan kondisi sang anak, apakah gejala kolik, konstipasi, ataupun gumoh tersebut terjadi selama lebih dari dua minggu atau tidak. Jika iya, maka mungkin anak mengalami alergi pada saluran cernanya.”
Slide presentasi/Danone Indonesia

Menurut dr.Frieda, terkait gejala alergi susu sapi akan muncul kurang dari dua jam hingga tiga hari setelah minum susu sapi. Biasanya muncul gejala di kulit, saluran pernapasan, hingga saluran cerna. Biasanya akan terjadi konstipasi dalam jangka waktu lama.

"Bila anak mengalami alergi susu sapi yang berat sampai menimbulkan anemia, BAB darah yang terus-menerus, signifikan. Kemudian juga ada kebocoran protein dari usus, tentu dapat membuat anak mengalami gangguan tumbuh kembang yang kronik dan jangka panjang hingga bisa menyebabkan stunting," ungkap dr. Frieda.

Dokter Frieda mengatakan orang tua tak perlu khawatir berlebihan. Pasalnya, persentase anak dengan alergi susu sapi dengan gejala berat sangat sedikit, sekitar satu sampai dua persen.

"Kebanyakan alergi susu sapi masuk ke dalam gejala ringan dan sedang.”

Slide presentasi/Danone Indonesia

Dokter Frieda memberikan solusi bagi orang tua yang tidak bisa memberikan protein dari susu sapi kepada buah hatinya dengan memberikan fermentasi kalsium, vitamin D3, dan fosfor dari makanan lain.

“Jika anak sudah mendapatkan makanan pendamping asi atau MPASI, orangtua juga bisa memasukkan sumber makanan yang mengandung kalsium, fosfor, magnesium, zat besi, dan vitamin D3 melalui suplemen juga makanan dari buah, sayur, dan daging.”

Ada solusi lain yakni susu formula soya sebagai sumber nutrisi alternatif. Dengan demikian, ada banyak cara untuk menjaga kebutuhan nutrisi anak dengan alergi susu sapi. “ Yang utama tetap ASI, tidak ada yang bisa menggantikan,” ungkapnya sambil mengingatkan ibu menyusui untuk memperhatikan asupan makanan yang dikonsumsi.

Hal lain yang perlu disadari adalah gangguan saluran cerna disebabkan alergi umumnya disertai gejala alergi lainnya pada kulit atau saluran pernapasan.

“Gangguan saluran cerna dapat menyebabkan terganggunya asupan nutrisi seimbang pada anak sehingga bila tidak ditangani dengan tepat dapat menyebabkan terhambatnya tumbuh kembang si kecil.”

Sementara itu, alergi bisa berdampak negatif jangka panjang sehingga bisa mempengaruhi kualitas hidup dan tumbuh kembang anak. “Oleh karena itu, tindakan promotif dan preventif sejak dini menjadi hal sangat penting untuk mengatasi penyakit alergi,” tegas dr.Frieda.
Slide presentasi/Danone Indonesia

Penting deteksi dini

Peringatan dr.Frieda di atas sejalan dengan harapan Danone Specialized Nutrition Indonesia. Seperti disampaikan Arif Mujahidin saat membuka rangkaian acara tersebut, “Melalui topik hari ini, kami berharap para orangtua lebih memahami tentang pentingnya mengenali perbedaan gangguan saluran cerna sebagai gangguan fungsional atau karena alergi sebagai langkah pencegahan dini sehingga orangtua dapat mendukung proses tumbuh kembang si kecil tetap optimal.”

Untuk itu, penting bagi setiap orang tua untuk memperhatikan setiap gejala yang terjadi pada anak, lantas mengambil tindakan yang tepat. Salah satunya adalah berkonsultasi dengan dokter anak untuk mendapatkan diagnosis yang tepat.

“Apabila gejala terus berlanjut dan terdapat red flags, yakni anak mengalami gangguan pertumbuhan, interaksi sosial yang tidak baik, gangguan makan, hingga muntah darah, segera hubungi dokter,” imbau dr.Frieda.

Bila tidak ditangani dengan tepat, maka dampaknya akan berbahaya. Seperti ditegaskan dr.Frieda di atas, ketidaksigapan dan ketepatan tindakan bisa berdampak jangka panjang.

Untuk itu, sebagai orang tua bijak, perlu mengambil sejumlah langkah berikut. Pertama, seperti disampaikan Binar Tika, penting untuk memastikan asupan nutrisi terbaik bagi anak.

Sebagai ibu dengan anak penderita alergi susu sapi, Binar Tika mengajak orang tua untuk tanggap terhadap perubahan yang terjadi pada anak.

“Dalam masa pertumbuhan, anak saya sering mengalami reaksi seperti konstipasi. Saya menganggap reaksi tersebut hanya gangguan saluran cerna biasa dan normal terjadi mengingat sistem pencernaan pada anak belum optimal dan masih rentan.”

“Namun, hal ini menjadi tidak wajar ketika reaksi terjadi secara berulang dengan jangka waktu yang cukup lama, dan gejala muncul setelah diberikan susu pertumbuhan berbahan protein sapi.”

Kedua, perlu dilakukan deteksi dini untuk membedakan gejala alergi dan gejala saluran cerna fungsional pada anak.

“Sebagai orangtua yang memiliki anak dengan ASS, akan sangat membantu jika ada alat yang dapat mendeteksi alergi saluran cerna, sehingga orangtua lebih waspada dan anak mendapat penanganan yang tepat,” ungkap Binar Tika.

Allergy-Tummy Checker

Pentingnya deteksi dini gejala alergi saluran cerna, Danone Specialized Nutrition Indonesia pun terpanggil untuk berbuat sesuatu. Sebagai wujud komitmennya untuk mendukung dan mendampingi orang tua dalam mendampingi tumbuh kembang anak, maka lahirlah inovasi berupa alat deteksi digital untuk membedakan gejala alergi dan gejala saluran cerna fungsional (FGID) pada si Kecil.

“Kami berkomitmen untuk mendampingi dan mendukung orang tua dalam masa proses tumbuh kembang si Kecil agar tetap optimal. Kami menghadirkan Allergy-Tummy Checker untuk mempermudah orangtua dalam membedakan gejala gangguan saluran cerna yang disebabkan oleh alergi atau hanya gangguan saluran cerna biasa,” tandas Shiera Maulidya.

Lebih lanjut, Gut and Allergy Care Manager Danone Indonesia itu mengatakan, “Dengan Allergy-Tummy Checker, nantinya para orangtua dapat mengetahui tata laksana yang diperlukan si Kecil untuk menghindari kondisi pemicu alergi, termasuk pada pemilihan nutrisi untuk si Kecil yang tidak cocok mengonsumsi susu sapi.”
Slide presentasi/Danone Indonesia

Kehadiran alat tersebut tentu sangat membantu para orang tua terutama untuk mengenali gejala gangguan saluran cerna apakah disebabkan oleh alergi atau gangguan saluran cerna biasa. Selain itu, orang tua dibantu untuk melakukan penanganan yang tepat mulai dari menghindari kondisi pemicu alergi hingga pemilihan nutrisi.

"Sebanyak 6 dari 10 ibu tidak memahami tentang gejala alergi pada anak. Namun, mayoritas ibu-ibu memahami gejala alergi yang terjadi pada kulit (ruam) atau saluran nafas (asma)," begitu kata Shiera Maulidya.

Alat yang sangat berguna ini bisa diakses di www.bebeclub.co.id mulai tanggal 1 November 2021.

Seorang anak dengan gangguan saluran cerna, tetap membutuhkan asupan nutrisi yang baik agar proses pertumbuhan dan perkembangannya tetap terjaga.

Dua tahun pertama adalah masa emas sekaligus rentan bagi seorang anak. Namun, kenyataan ini tidak boleh menggerus semangat orang tua untuk menghadapi setiap kenyataan.

Menghadapi anak dengan gangguan FGID dan alergi saluran cerna tetap dibutuhkan semangat yang tak pernah boleh berkurang. Bagaimanapun masa depan setiap anak ada di tangan orang tuanya. Jangan sampai kelalaian orang tua akhirnya mengorbankan masa depan generasi penerus.
Para pembicara dalam webinar kali ini/Danone Indonesia

Saya kemudian semakin sadar dan paham. Tidak hanya makan(an) yang mendefenisikan seseorang. Kehidupan seorang anak pun mencerminkan orang tuanya. Anak hebat tentu lahir dan dibentuk dari orang tua dengan kualitas serupa.

Saya dan kita para orang tua tentu tidak ingin kemudian dikenal sebagai orang tua gagal karena gagap dan gagal paham terhadap setiap dinamika kehidupan anak, termasuk soal gangguan saluran cerna manifestasi (FGID) dari alergi makanan dan diferensiasi FGID dan gejala alergi di saluran cerna.

Terima kasih Danone Specialized Nutrition Indonesia untuk edukasi yang sangat berharga ini!

Comments

Popular posts from this blog

Menjaga Rantai Juara Indonesia di Singapura Open SS 2016

Millennial Marzukiana, Strategi “Proxy War” Ananda Sukarlan untuk Bang Maing

Menulis Terus Sampai Jauh...